Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

da’wah tauhid da’wah yang haq

12 tahun yang lalu
baca 7 menit

Mengikhlaskan agama hanya untuk Allah ( Tauhid ) merupakan pokok ajaran agama islam, yang mana karena hal tersebut inilah Allah menurunkan kitab-kitab-Nya serta mengutus para Rasul, dan seluruh para Nabi menyerukan ( menda’wahkan ) hal ini serta berjihad dengannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya :
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ( memurnikan ) agama ini.”
(QS. Az-Zumar : 2).

Dalam firman-Nya yang lain :
“Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ( memurnikan ) agama ini bagi-Nya.” (QS. Al-Bayyinah : 5).

Dan kedudukan Tauhid itu ibarat pondasi pada sebuah bangunan.
Al Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata : “Barang siapa yang ingin meninggikan bangunan, maka wajib atasnya untuk menguatkan dan memantapkan pondasinya serta bersungguh-sungguh untuk menfokuskan perhatian kepadanya, karena tingginya bangunan tersebut tergantung pada kuat serta mantapnya pondasi itu. Maka amalan dan tingkatan-tingkatannya adalah ( ibarat ) bangunan dan pondasinya adalah keimanan. Maka orang yang bijaksana itu cita-citanya adalah membetulkan dan memantapkan pondasi, adapun orang yang bodoh (adalah orang yang) mendirikan bangunan tanpa adanya pondasi, sehingga tidak lama bangunannya akan runtuh.

Allah Ta’ala berfirman :
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhoan-Nya itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama kedalam neraka jahanam ? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dholim,”
(QS. At-Taubah : 109) .
(lihat keterangan ini dalam kitab Al-Fawaid, hal 204).

Aku (Syaikh Abdul Malik Ramadhany) katakan : “Ayat ini turun tentang orang-orang munafik yng membangun masjid untuk ditegakkan sholat di dalamnya. Akan tetapi ketika mereka mengerjakan amalan yang agung serta mulia ini, hati mereka kosong dari keikhlasan dan tidak bermanfat bagi mereka sedikitpun, bahkan mereka jatuh kedalam neraka jahanam sebagaimana tersebut dalam ayat ini.” (lihat kitab Sittu Duror, hal 13-14)”.

Al Imam Ibnul Qoyyim menyatakan :
“Pondasi itu ada dua hal :
Pertama : Benarnya pengenalan kepada Allah dan perintah-Nya serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya.
Kedua : Memurnikan ketundukan kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak kepada yang lainnya. Maka ini adalah sekuat-kuatnya pondasi yang di gunakan seorang hamba untuk bangunannya.”

Ketika Tauhid itu ibarat pondasi bagi sebuah bangunan dan akar dari sebuah pohon, maka perintah pertama yang kita jumpai ketika kita membuka Al-Qur’an dari awal adalah firman Allah Ta’ala :
“Wahai manusia beribadahlah kepada Rabb kalian yang menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al Baqarah : 21).

Kemudian setelah ayat ini langsung diikuti dengan larangan dari apa-apa yang menentang Tauhid, yakni syirik. Allah berfirman :
“Maka janganlah kalian jadikan tandingan-tandingan (sekutu) bagi Allah sedangkan kalian mengetahuinya “ (QS. Al Baqarah : 22).

Di sini terdapat faedah yang besar, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak hanya memerintahkan kepada kita untuk beribadah kepada-Nya, akan tetapi Allah melarang kita dari apa-apa yang membatalkan hal tersebut, yaitu beribadah kepada selain-Nya (syirik). Maka lihatlah di dalam Al Qur’an, kita akan menjumpai hukum yang berturut-turut, diantaranya firman Allah :
“Sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukan dengan selain-Nya,”
(QS. An-Nisa : 36).

Dalam firman-Nya yang lain :
“Dan sungguh kami tidak mengutus seorang Rasul pada setiap ummat (untuk menyeru) “sembahlah Allah dan jauhilah taghut.”
(QS. An-Nahl : 36).

Syaikh Mubarok Al-Mily berkata : “Tidak cukup di dalam dua kalimat syahadat dengan semata bertauhid saja, sampai dia meniadakan berbagai macam sesembahan yang lain dan membatasi syari’at ini hanya pada seseorang yang di utus untuk menyampaikan agama ini (yaitu Rasulullah shalallahu wa sallam).

Syirik adalah perbuatan haram nomor satu yang di larang oleh Allah Ta’ala sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya :
“Katakanlah (wahai Muhammad), “marilah kalian, akan aku bacakan apa saja yang di haramkan oleh Rabb kalian atas kalian, yaitu janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun…”
(QS. Al-An’am : 151).

Dan wasiat petama yang di wasiatkan oleh Luqman Al-Hakkim kepada putranya adalah :
“Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah (syirik) itu adalah kedholiman yang sangat besar. “ (QS. Luqman : 13).

Dalam Tauhid itu adalah wasiat para Nabi ketika akan menghadapi kematian.
Allah Ta’ala berfirman :
“Adakah kami hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika itu ia berkata kepada anaknnya “Apakah yang kalian sembah sepeninggalku ? “Mereka menjawab : “Kami akan menyembah tuhanmu dan tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
(QS. Al-Baqarah : 133)

Oleh karena itu, para da’i yang mengajak untuk bertauhid adalah seutama-utama da’i, karena dakwah tauhid adalah dakwah yang menyeru kepada derajat iman yang paling tinggi. Sebagaimana di nyatakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :
“Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh lebih cabang yang paling utama adalah kalimat Laa ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang keimanan.” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah menyatakan :
“Rasulullah telah mengingatkan bahwa cabang keimanan yang paling utama adalah Tauhid yang wajib atas setiap orang (untuk mengetahui ) dan tidak sah sesuatu pun dari cabang-cabang tersebut kecuali setelah benarnya Tauhid,” (lihat kitab Syarah Shohih Muslim jilid 1, hal 20).

Aku (Syaikh Abdul Malik Ramadhany) katakan :
“Akan tetapi cabang-cabang keimanan ini tidak akan tumbuh dalam hati seseorang dan tidak akan berbuah pada anggota badannya kecuali sesuai dengan (seberapa jauh makna) kalimat thoyyibah ini di laksanakan oleh seorang hamba.”
Hal ini di karenakan bagusnya hati pada jasad. Dalam sebuah hadist dari An-Nu’man bin Basyir radhiayallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya di dalam tubuh seseorang itu terdapat segumpal daging, Jika ia baik, maka akan baiklah seluruh anggota tubuh. Jika ia rusak, maka akan rusaklah seluruh anggota tubuh. Ketahuilah, dia itu adalah hati.” (HR. Bukhori-Muslim).

Di dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bahwa memperbaiki Tauhid adalah pokok segala kebaikan dan perkara yang paling agung. Oleh karena itu seluruh dakwah yang menyerukan kepada kebaikan yang tidak memusatkan pada urusan Tauhid, akan mengalami penyelewengan (penyimpangan) sesuai dengan jauhnya dia dari pokok yang mulia ini, yaitu Tauhid.

Seperti mereka (kelompok-kelompok dakwah) yang menghabiskan waktunya untuk memperbaiki hubungan sesama manusia tetapi hubungan dengan Allah (yaitu perkara Aqidahnya) tidak sesuai dengan tuntunan salafus shalih.

Atau ada juga kelompok-kelompok dakwah yang menghabiskan waktunya untuk menyerang atau mengkritik pemerintah dengan tujuan memperbaiki masyarakat atau dengan cara politik untuk menghancurkan pemerintah dengan tanpa memperdulikan kerusakan aqidah para pengikutnya.

Atau ada juga mereka (kelompok-kelompok dakwah) yang dalam dakwahnya tidak memperhatikan dan tidak memulai dakwahnya pada Tauhid dengan anggapan bahwa Tauhid itu akan memecah belah umat, atau umat akan lari darinya, atau juga dengan anggapan bahwa masyarakat sudah paham semua tentang Tauhid sehingga mereka dengungkan (dakwahkan) setiap saat adalah bagaimana membentuk daulah Islam (Negara Islam).

Apakah mereka tidak mendengar do’a Nabi Ibrahim alaihis salam yang mana beliau kuatir terjatuh dalam kesyirikan, beliau berdo’a :
“Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri kami ini negeri yang aman, serta jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan kepada patung-patung (berhala). Wahai Tuhanku, sesungguhnya mereka (berhala-berhala itu) telah menyesatkan mayoritas manusia. “ (QS. Ibrahim : 35-36).

Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menekankan kepada para da’i agar mementingkan masalah tauhid serta memulai dakwahnya dengan tauhid itu. Sebagaimana di riwayatkan dalam sebuah hadist dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz bin Jabal ketika dia di utus ka Yaman :
“Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari ahli kitab. Maka jika kamu datang kepada mereka, jadikanlah pertama kali yang kamu dakwahkan kepada mereka adalah “beribadahlah kalian kepada Allah (Dalam riwayat yang lain : “Agar kalian mentauhidkan Allah). “
(HR. Bukhori- Muslim).

Oleh karena itu awalilah dakwah yang kita lakukan ini dengan dakwah tauhid sebagaimana yang di perintahkan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam.Wallahu A’lamu bishshowwab.

Maraji’ : Kitab Sittu Durar min Ushuli Ahlil Atsar, karya Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhany, di terjemahkan oleh Ustadz Muhammad Irfan.

Sumber : BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya EDISI : 02 / SYAWAL / 1424

Oleh:
Admin