Sesungguhnya saya berbuka puasa dihari terakhir bulan ramadhan di Irak setelah saya mendengar melalui radio siaran Arab Saudi bahwa hilal (syawal) telah terlihat, demikian pula melalui siaran Radio Suriah, dan yang lainnya. Maka saya pun berbuka puasa (menetapkan satu syawal) dibangun diatas hal tersebut. Perlu diketahui bahwa sayapun tahu bahwa negeri tempat saya bermukim penduduknya masih melanjutkan puasanya. Bagaimana hukum hal ini? Apa yang menjadi sebab perselisihan kaum muslimin tentang bulan ramadhan?
Beliau menjawab:
Yang wajib bagimu untuk tetap bersama penduduk negerimu, jika mereka berbuka maka berbukalah bersama mereka, dan jika mereka berpuasa maka berpuasalah bersama mereka. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
الصَّوْمُ يوم تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يوم تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يوم تُضَحُّونَ
“Berpuasa adalah dihari kalian berpuasa, dan berbuka adalah dihari kalian berbuka, dan berkurban adalah dihari kalian berkurban”.
(HR.Tirmidzi:kitab ash-shaum, bab: ma jaa ash-shaumu yauma tashuumuun wal fithru yauma tufthiruun,no:697)
Dan perselisihan merupakan keburukan. Yang wajib bagimu untuk selalu bersama penduduk negerimu, jika kaum muslimin di negerimu telah berbuka maka berbukalah bersama mereka, dan jika mereka berpuasa maka berpuasalah bersama mereka.
Adapun sebab terjadinya perselisihan adalah karena sebagian terkadang telah melihat hilal sedangkan yang lain belum melihatnya, kemudian orang-orang yang melihat hilal tersebut dipercaya oleh yang lain dan merasa tenang dengannya lalu merekapun mengamalkan ru’yah tersebut, dan terkadang yang lain tidak percaya dengan ru’yah tersebut sehingga mereka tidak mengamalkannya, maka terjadilah perselisihan. Terkadang satu negeri telah melihatnya dan menjadikan itu sebagai ketetapan sehingga mereka berpuasa dengannya, sementara negeri yang lain tidak merasa cukup dengan ru’yah tersebut atau tidak mempercayainya, atau diantara negeri-negeri tersebut terjadi permusuhan, karena terkadang suasana politik cukup memberi pengaruh.
Maksud kami adalah yang wajib bagi kaum muslimin agar mereka berpuasa seluruhnya jika telah terlihat hilal berdasarkan keumuman sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
إذا رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَصُومُوا وإذا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا
“Jika kalian melihat hilal maka berpuasalah dan jika kalian melihatnya maka berbukalah.”
(HR.Bukhari,kitab ash-shaum, bab: hal yuqaal ramadhaan aw syahru ramadhan,no:1900.Muslim, kitab ash-shiyaam, bab: wujub shaumi ramadhan liru’yatil hilaal,no:108)
Dan sabdanya:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعَدَدَ
“Berpuasalah jika melihatnya dan berbukalah jika melihatnya, dan jika terhalangi oleh kalian mendung maka sempurnakanlah bilangan hari dibulan tersebut.”
(HR.Bukhari ,bab: qaulun nabi Shallallahu Alaihi Wasallam idza ra’itumul hilaal,no:1909. Muslim, kitabus shiyaam, bab: wujub shaumi ramadhan liru’yatil hilal,no:1081)
Hadits ini mencakup seluruh umat. Maka jika seluruh kaum muslimin merasa cukup dengan keabsahan terjadinya ru’yah, dan bahwa itu merupakan ru’yah yang hakiki dan sah. Maka yang wajib bagi kaum muslimin menetapkan puasa dan berbuka dengannya. Namun jika kaum muslimin berselisih –seperti kenyataan yang ada- dan sebagian kurang percaya kepada sebagian yang lain, maka wajib bagimu berpuasa bersama kaum muslimin di negerimu, dan berbuka bersama mereka, sebagai bentuk pengamalan terhadap sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
الصَّوْمُ يوم تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يوم تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يوم تُضَحُّونَ
“Berpuasa adalah dihari kalian berpuasa, dan berbuka adalah dihari kalian berbuka, dan berkurban adalah dihari kalian berkurban”.
(HR.Tirmidzi:kitab ash-shaum, bab: ma jaa ash-shaumu yauma tashuumuun wal fithru yauma tufthiruun,no:697)
Telah tsabit pula dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa ada seseorang yang mengabarkan kepada Beliau bahwa penduduk negeri Syam berpuasa pada hari jum’at, sementara penduduk Madinah berpuasa pada hari sabtu pada masa Ibnu Abbas yang merupakan generasi pertama. Maka Ibnu Abbas berkata:
“Kami melihat hilal pada hari sabtu, sehingga kami masih terus melanjutkan puasa hingga kami melihat hilal atau menyempurnakan jumlah bulan menjadi tigapuluh hari.”
Beliau tidak merasa cukup dengan ru’yah penduduk negeri Syam disebabkan karena jauhnya negeri Syam dari kota Madinah, dan Beliau melihat bahwa ini merupakan perkara ijtihad. Maka engkau punya contoh dari Ibnu Abbas dalam hal kamu berpuasa bersama penduduk negerimu dan berbuka bersama penduduk negerimu. Semoga Allah memberi taufik.
Adapun hari yang dia berbuka padanya (tidak berpuasa,pen), tidak perlu dia menggantinya, sebab itu bukanlah termasuk bulan ramadhan, sebab telah jelas bahwa itu tidak termasuk bulan ramadhan, namun jika seandainya dia tidak membatalkan puasanya maka hal itu lebih utama. Namun adapun dia sudah terlanjur berbuka, maka tidak perlu ia menggantinya, sebab telah jelas hari itu termasuk bulan syawal dan bukan ramadhan. Namun berpuasanya dia bersama penduduk negerinya dalam hal menjaga agar tidak terjadi perselisihan. Namun jika hal itu sudah terlanjur terjadi, maka tidak ada qadha atasnya –itulah yang kami yakini- sebab hal itu telah disaksikan oleh para saksi bahwa hari itu termasuk bulan syawal.”
(Dari fatawa Nur Ald- Darb, hal:1219)