Hal-hal ghaib dalam Islam senantiasa menjadi sasaran tembak orang-orang yang memuja akal atau yang menyimpan bara kedengkian untuk menghancurkan Islam. Termasuk dalam hal ini adalah eksistensi Dajjal. Maka, hanya senjata keimananlah yang mampu menghadang syubhat-syubhat mereka.
Beriman akan keluarnya Dajjal merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena hal ini termasuk dalam makna iman kepada hari akhir. Hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah Dajjal adalah hadits mutawatir sebagaimana ditegaskan para ulama ahlul hadits di antaranya Ibnu Katsir, Al-Hafizh Ibnu Hajar, Al-Imam Asy-Syaukani, dan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahumullah. Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Keluarnya Dajjal adalah pasti berdasarkan As-Sunnah dan ijma’.” (Syarh Lum’atul I’tiqad)
Al-Imam Ibnu Zamanin rahimahullahu menyatakan: “Ahlus Sunnah mengimani akan keluarnya Dajjal, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi engkau dari fitnahnya.”
Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Tidak ada yang mengingkari akan keluarnya Dajjal kecuali ahlul ahwa atau orang yang jahil (awam). Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata: “Iman tentang adanya dan akan keluarnya Dajjal adalah haq. Ini merupakan madzhab Ahlus Sunnah dan semua ahlul fiqih dan hadits. Berbeda dengan yang mengingkarinya dari kalangan Khawarij dan Mu’tazilah….” (At-Tadzkirah hal. 552)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata (setelah membawakan hadits-hadits tentang Dajjal): “Sebagian Khawarij, Mu’tazilah, dan Jahmiyah telah menyelisihi masalah ini. Mereka mengingkari adanya Dajjal dan menolak hadits-hadits yang shahih.” (Fathul Bari)
Dari sini jelaslah bahwa orang-orang terdahulu yang mengingkari akan keluarnya Dajjal adalah ahlul bid’ah dari kalangan Jahmiyah, Khawarij, dan Mu’tazilah.
Di masa sekarang ini juga muncul orang-orang yang mengingkari Dajjal sebagai sosok yang akan keluar di akhir zaman. Mereka mengikuti kesesatan pendahulu mereka. Ada yang mengingkarinya dengan alasan haditsnya ahad. Sebagian lagi menakwilkan hadits-hadits tentang Dajjal sesuai hawa nafsu mereka. Di antara yang mengingkarinya adalah Muhammad Abduh. Dia berkata: “Dajjal hanyalah rumuz (simbol) bagi perkara khurafat, kedustaan, dan kejelekan….” (Tafsir Al-Manar, sebagaimana dinukil oleh Dr. Ahmad Sa’d Hamdan dalam Tahqiq Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Yang mengherankan, takwil yang dilakukan Muhammad Abduh ini justru didahului oleh seorang yang mengaku nabi (Mirza Ghulam Ahmad Al-Qadiyani Al-Hindi, ”nabi”-nya aliran Ahmadiyah). Dia ulang-ulang takwil seperti ini di dalam kitab-kitab dan risalahnya.” (Lihat Qishshatu Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa, karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu)
Syubhat Ahlul Bid’ah
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyimpulkan, syubhat mereka yang mengingkari Dajjal secara global tersimpulkan dalam dua hal:
1. Tasykik (meragukan dan membuat keraguan) akan shahihnya hadits-hadits tentang keluarnya Dajjal, sebagaimana dilakukan oleh Mahmud Syaltut dan Muhammad ‘Abduh. Juga Al-Maududi yang menyatakan keluarnya Dajjal hanyalah zhan (dugaan).
2. Menakwil dan men-ta’thil (menolak) nash-nash yang ada. Ketika mereka tidak mampu untuk menyatakan dhaifnya hadits-hadits tentang Dajjal, mereka pun menakwilkannya dengan menyatakan Dajjal bukanlah sosok (nyata) tapi hanyalah rumuz (simbol) dari kejahatan, kedustaan, dan kejelekan-kejelekan. Seperti dilakukan oleh Muhammad Abduh dan Muhammad Fahim Abu Ubayyah. (Lihat Qishshatu Masihid Dajjal wa Nuzul ‘Isa karya Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Untuk membantah secara rinci orang-orang yang meragukan hadits tentang Dajjal, ada tempat lain selain kitab ini. Cukuplah dalam membantah mereka dengan adanya kesepakatan para ulama hadits dan penghafalnya atas kemutawatiran hadits tentang Dajjal dan turunnya Isa ‘alaihissalam. Para imam tersebut di antaranya Ibnu Katsir rahimahullahu dan Ibnu Hajar rahimahullahu, serta selain keduanya. Bahkan Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu menulis risalah yang berjudul Taudhih fi Tawaturi ma Ja`a fil Muntazhar wa Dajjal wal Masih.” (Qishshatu Masihid Dajjal, hal. 24-25)
Adapun untuk membantah mereka yang menyatakan Dajjal hanyalah semata simbol kerusakan dan kedustaan, atau simbol kemajuan dan fitnah Eropa, cukup dengan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Dajjal adalah manusia, punya mata, rambut, kepala, dan lainnya yang sudah dipaparkan dalam masalah sifat-sifat Dajjal. Di antaranya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (yang artinya): “Dajjal matanya buta sebelah, kulitnya putih.”
Dalam satu riwayat:
هِجَانٌ أَزْهَرُ كَأَنَّ رَأْسَهُ أَصَلَةٌ أَشْبَهُ النَّاسِ بِعَبْدِ الْعُزَّى بْنِ قَطَنٍ فَإِمَّا هَلَكَ الْهُلَّكُ فَإِنَّ رَبَّكُمْ تَعَالَى لَيْسَ بِأَعْوَرَ
“Kulitnya putih seperti keledai putih. Kepalanya kecil dan banyak gerak, mirip dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan. Jika ada orang-orang yang binasa (mengikuti fitnahnya), ketahuilah Rabb kalian tidaklah buta sebelah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Sanadnya shahih menurut syarat Muslim. Lihat Ash-Shahihah no. 1193)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: “Hadits ini menunjukkan Dajjal akbar adalah manusia, mempunyai sifat seperti manusia. Apalagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakannya dengan Abdul ‘Uzza bin Qathan radhiyallahu ‘anhu, seorang shahabat. Hadits ini adalah satu dari sekian banyak dalil yang membatilkan takwil sebagian orang yang menyatakan Dajjal bukanlah sosok tapi rumuz (simbol) kemajuan Eropa berikut kemegahan serta fitnahnya. (Yang benar) Dajjal adalah manusia, fitnahnya lebih besar dari fitnah Eropa sebagaimana banyak diterangkan dalam banyak hadits.” (Ash-Shahihah, 3/191)
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Hadits-hadits ini adalah hujjah bagi Ahlus Sunnah akan benarnya keberadaan Dajjal, bahwa Dajjal adalah satu sosok tubuh (manusia) yang merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dia kemampuan melakukan beberapa perkara, seperti menghidupkan orang mati yang ia bunuh, memunculkan kesuburan, sungai, surga dan neraka, perbendaharaan bumi mengikuti dirinya, memerintahkan langit untuk hujan lalu turunlah hujan, memerintahkan bumi untuk menumbuhkan maka tumbuhlah tanaman-tanaman. Itu semua terjadi dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian ia tak mampu melakukannya, tidak mampu membunuh seorang laki-laki (yang sebelumnya dibunuh kemudian dihidupkan kembali olehnya), ataupun lainnya….”
Ancaman Salaf dan Para Ulama terhadap Orang yang Mengingkari Keluarnya Dajjal
‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Akan ada pada kalian satu kaum yang mendustakan rajam dan Dajjal serta mendustakan terbitnya matahari dari barat, adzab kubur, mendustakan syafaat serta mendustakan keluarnya manusia dari neraka setelah menjadi arang. Sungguh kalau aku mendapati mereka, akan kubunuh sebagaima pembunuhan terhadap kaum ‘Ad dan Tsamud.” (Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Diriwayatkan oleh Ad-Dani rahimahullahu dalam kitab Al-Fitan dan Ahmad rahimahullahu dengan ringkas, sanadnya hasan)
Dari pembahasan ini kita mendapat satu faedah penting, yaitu harusnya kita memahami ilmu agama ini dengan penjelasan dan pemahaman ulama ahlul hadits yang berjalan di atas manhaj Ahlus Sunnah, dan bahaya yang mengancam seorang muslim jika tidak menyandarkan pada pemahaman mereka, karena ahlul hadits adalah orang yang paling tahu keshahihan dan makna hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُوْنَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِيْنَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُهُمْ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ
“Akan senantiasa ada pada umatku orang-orang yang di atas al-haq menang dalam menghadapi orang yang memusuhi mereka, hingga orang akhir mereka memerangi Dajjal.” (Lihat Ash-Shahihah, no. 1959)
Al-Imam Ahmad rahimahullahu berkata: “Jika mereka itu bukan ahlul hadits, aku tidak tahu siapa lagi mereka.”
Walhamdulillah. |