Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

apakah pekerja malam memungkinkan mendapatkan lailatul qadar?

11 tahun yang lalu
baca 4 menit
Apakah Pekerja Malam Memungkinkan Mendapatkan Lailatul Qadar?

Tanya:

Bismillahirrahmanirrahim.
Mau tanya ustadz, apabila kami bekerja di malam hari sampai pagi hari sebagai sopir truk dan hanya bisa melakukan ibadah seperti mendengarkan murottal Al Qur’an dan kajian ilmu agama lewat radio dan shalat wajib berjamaah, akan tetapi tidak sempat melaksanakan shalat tarawih karena sempitnya waktu, apakah kami ada harapan untuk mendapatkan keutamaan lailatul qadar juga, ustadz? Seperti kaum muslimin lainnya yang fokus beribadah di masjid, jika malam itu bertepatan dengan lailatul qadar?
Barakallahu fiikum wa zadakallahu ilman.

Tanya:

Afwan ustadz, menyambung pertanyaan di atas, sehubungan dengan pekerjaan yang kami sebutkan di atas, karena sempitnya waktu kami untuk melaksanakan shalat-shalat sunnah di tempat kerja kami. Bolehkah shalat witir dan shalat sunnah sebelum subuh kami kerjakan di rumah terus-menerus atau sesekali waktu saja pada jam 8 pagi?
Mohon bimbingannya ustadz wa hafizhakallah.

Jawab:

Jika itu sudah menjadi aktifitas antum, anda yang bekerja sebagai sopir, membawa truk berjalan dari satu daerah ke daerah yang lain, anda musafir, dan anda merasa bersedih disebabkan karena tidak mampu untuk melakukan seperti apa yang dilakukan oleh kaum muslimin yang lainnya, mereka bisa beristirahat shalat tarawih di masjid. Sementara anda disebabkan karena tuntutan mata pencaharian, tuntutan hidup, mencari ma’isyah, sehingga tetap beraktifitas membawa mobil, membawa truk. Maka dengan niat itu Insya Allahu Ta’ala anda mendapatkan pahala dengan itu, Insya Allah.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya hadits nomor 54. Beliau juga meriwayatkan pada beberapa tempat dalam shahihnya dengan lafadz yang sedikit berbeda. Diantaranya hadits nomor 1, dengan lafadz “Innamal a’malu … auw ilaa imroatin yankihuhaa…” Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dengan lafadz yang mirip, lihat shahih Muslim hadits nomor 1907)
Dimana antum tidak mampu melakukan hal tersebut disebabkan karena aktifitas kondisi yang menghalangi hal tersebut. Akan tetapi ma’asyaral muslimin rahimakumullah, saya kira bagi para sopir, tidak menutup kemungkinan mereka bisa melakukan ibadah. Melakukan ibadah di saat safarnya, menghidupkan malam lailatul qadar meskipun apa adanya sesuai dengan kemampuan dia.
Karena dia kelelahan membawa mobil, misalnya, namun saya pikir ada waktu yang memungkinkan. Meskipun shalat di atas mobilnya, di atas kendaraannya. Tidak mesti dia harus turun, mencari jama’ah untuk mengerjakan shalat tarawih. Akan tetapi dia sebagai seorang musafir, diberi kemudahan, shalat di atas tempat duduknya.
Sambil membawa truk, kelelahan apalagi kalau sudah ngantuk, istirahat, turun. Cari tempat untuk berwudhu, duduk di atas mobil, shalat. Menghadap kiblat, tidak menghadap kiblat tidak jadi masalah. Sebagaimana yang dikerjakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau pada saat beliau safar, beliau shalat di atas kendaraannya. Kemanapun kendaraan tersebut menghadap. Asal jangan dia shalat sambil nyopir, agak berbahaya.
Jadi hentikan, berhenti di tempat-tempat tertentu, lalu kemudian dia shalat. Insya Allah itu akan menyegarkan, segar kemudian berangkat lagi. Shalat lagi, singgah lagi, shalat. Sampai dia bisa mengerjakan shalat witir, 11 raka’at atau kurang dari itu. Tidak mengapa Insya Allah.
Saya kira bagi mereka yang kesibukannya sebagai sopir truk, bisa melakukan hal ini, Insya Allahu Ta’ala.
Jam 8 pagi shalat witir? Itu mengqadha. Jangan membiasakan, jangan membiasakan. Jadi shalat sunnah itu banyak kemudahan, shalat sunnah banyak diberi kemudahan yang tidak dimudahkan ketika seorang mengerjakan shalat wajib. Shalat sunnah seorang bisa mengerjakan dengan cara duduk, misalnya kalau kerjaannya duduk, bisa sambil duduk, shalat sunnah.
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerjakan shalat sunnah sambil duduk. Jika dia mampu duduk bersila, maka itu yang lebih afdhal. Kalau tidak maka duduk secara umum, sambil dia mengerjakan shalat sunnah. Memungkinkan baginya Insya Allahu Ta’ala . Jangan membiasakan sengaja, sebab qadha itu bagi seorang yang ada udzur yang menyebabkan dia tidak mengerjakan pada waktunya. Maka dia mengqadha. Tidak memungkinkan baginya mengerjakan shalat sunnah dua raka’at sebelum subuh, maka dia kerjakan setelah subuh atau menunggu waktu dhuha. Demikian pula halnya witir.
Download Audio disini
Sumber : Thalab Ilmu Syar’i