Darussalaf
Darussalaf oleh Admin

analogi iblis

12 tahun yang lalu
baca 7 menit

“Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”
Umat Islam seluruhnya beriman bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah Rabbnya, pengaturnya, Dzat yang maha bijaksana, maha mengetahui, maha kuasa, serta maha pengasih lagi maha penyayang, bersamaan dengan itu umat Islam juga beriman bahwa Allah telah mengutus para rosul untuk memberikan petunjuk pada mereka. Allah telah menurunkan Al Qur’an bersamanya, apa yang telah diberitakan oleh rosul, Allah telah memberitakannya dan apa yang diperintah oleh rosul, Allah telah memerintahkannya. Dialah Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman, “(Mereka tidak mau mengakui yang diturunkan kepadamu itu), tetapi Allah mengakui Al Qur’an yang diturunkanNya kepadamu. Allah menurunkannya dengan ilmuNya, dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). Cukuplah Allah yang mengakuinya.” (QS An Nisaa: 166).

Di dalam ayat ini menunjukkan bahwa setiap apa yang telah disampaikan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq, datang dari sisi Allah, menyepakati ilmu Allah dan keinginanNya. Maka yang wajib bagi setiap orang untuk menerima apa yang diberitahukan olehnya dari Rabbnya dengan penerimaan yang qoth’i (pasti) dan penyerahan yang kuat serta menerima apa yang diperintahnya dan yang dilarangnya dengan penuh ketaatan dan ketundukan.

Sungguh kini umat telah kehilangan arah di persimpangan jalan yang dipenuhi dengan kabut, kebingungan di tengah-tengah pergolakan gelapnya pemikiran, dalam keadaan semua menghendaki agar sampai pada kebenaran dan keyakinan. Seorang muslim yang ingin benar-benar menjalankan perintah Allah dan RosulNya berjalan di atas Kitab dan Sunnah, selalu menjadi kambing hitam yang terhina, gara-gara perbuatan sebagian kelompok muslim yang telah merusak kemurnian ajaran Islam itu sendiri. Begitu pula seorang muslimah, merasa takut untuk menampakkan ciri muslimahnya dengan berbusana jilbab yang benar, gara-gara selalu dinisbatkan kepada kaum yang juga berjilbab tetapi berpemahaman sesat dan merusak kemurnian Islam.

Akhirnya mayoritas muslimin sudah tidak menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai barometer, mizan kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kesesatan, para ahli ilmunya pun terasa kaku tidak lantang menyuarakan yang haq karena mulai masuknya penyakit “banyak pertimbangan” demi menjaga reputasinya dan maslahat untuk dirinya alias sudah kagok melihat kenyataan di tengah-tengah umat seperti itu.

Para pembaca -semoga dirahmati Allah- pergolakan gelapnya pemikiran dan kerancuan pemahaman dalam agama adalah racun mematikan ciptaan iblis la’natullah ‘alaihi, iblis inilah makhluk yang pertama kali menggunakan analogi sesat, maka dari sinilah bermula, kerancuan dan keraguan pemahaman dalam agama menyebar dengan pesat, sehingga banyak kalangan muslimin termakan dan terpengaruh dengan khitoobussyaithon analogi iblis ini, nampaklah bermunculan para penentang nash dengan ro’yu, para penentang perintah dengan hawa nafsu, sedangkan Allah berfirman, “Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari tuhan mereka.” (QS An Najm: 23).

Dengan demikian maka setiap yang berbicara dengan ro’yunya, perasaannya, ataupun segala siasatnya di hadapan nash, atau yang menentang nash dengan akal, ia telah menyerupai gaya-gaya retorika iblis!!!, di mana iblis tidak mau tunduk terhadap perintah Rabbnya, malah dengan sombongnya mengatakan, “Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al A’raaf: 12).

Para pembaca -semoga dirahmati Allah- dengan kenyataan seperti ini, maka manusia terbagi empat golongan dalam hal sikapnya terhadap petunjuk Allah yang dibawa oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pertama: mereka orang-orang yang menerima dengan sepenuhnya lahir dan batin, inilah tingkat derajat keimanan terhadap nash-nash yang paling tinggi, mereka adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan cahaya petunjuk bermanfaat bagi dirinya dan memberi manfaat bagi yang lain.
Kedua: orang-orang yang menolaknya lahir dan batin, mengingkarinya, bahkan tidak respek sedikitpun terhadapnya, yang ini terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama mengetahui akan petunjuk dan meyakini akan kebenarannya akan tetapi dirinya hanyut dalam kedengkian, kesombongan, cinta popularitas. Mereka seperti para pembesar-pembesar kafir Quraisy, seperti firman Allah, “… karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (QS Al An’aam: 33).
Begitulah keadaan orang-orang yang berani menolak nash-nash. Golongan kedua, mereka hanya mau menerima kebenaran dari para pemimpinnya, pembesar-pembesarnya, tokoh-tokohnya saja, kedudukan mereka seperti binatang ternak yang mau digiring ke mana saja oleh para penggembalanya, mereka adalah para muqollid, mereka adalah orang-orang yang berkata pada hari kiamat, “Dan mereka berkata: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)’.”
Ketiga: orang-orang yang menerimanya secara lahir dan menentangnya secara batin, mereka tidak lain para munafiqin yang Allah telah memisalkan mereka dengan dua permisalan, yaitu seperti orang yang menyalakan api dan orang yang ditimpa air. Allah berfirman, “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti.

Jikalau Allah menghendaki niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah: 17-20). Mereka orang-orang yang dimisalkan dengan penyala api, mereka bimbang dalam kegelapan, sedangkan yang dimisalkan dengan orang yang ditimpa air adalah orang-orang yang apabila mendapatkan / mendengar nash yang bertentangan dengan dirinya, dengan hawa nafsunya, mereka menghindar dan lari darinya.

Dan apabila mendapatkan apa yang memperkuat madzhabnya atau hawa nafsu dan keinginannya, mereka menerimanya dengan senang hati dan bangga seperti yang digambarkan Allah dalam firmanNya, “Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rosul dengan patuh.” (QS An Nuur: 49).
Keempat: orang-orang yang menerima secara batin tapi menolak secara lahir. Ini kebalikan dari keadaan orang-orang munafiq, keadaan ini menimpa orang-orang yang lemah, seperti firman Allah, “… Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mu’min dan perempuan-perempuan yang mu’min yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka…” (QS Al Fath: 25).

Dan seperti orang-orang mu’min di antara pengikut Fir’aun (lihat kisahnya dalam Al Qur’an surat Ghofir / Al Mu’min dari ayat 28-45), juga seperti raja Najasyi di negeri Habasyah, yang telah turun firman Allah tentang mereka dan semisalnya, “Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala dari sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungannya.” (QS Ali Imran: 199).

Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, ahli petunjuk dan agama yang benar adalah mereka orang-orang yang mempunyai ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh, mereka yang membenarkan semua apa yang telah diberitakan oleh rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkeyakinan akan haqnya / benarnya, tidak sedikitpun mengikuti analogi-analogi iblis yang membuat picik pemikiran manusia, tidak pula mengikuti prasangka-prasangka, tetapi mereka menghadapkan diri-diri mereka pada perintah-perintahnya dan menjauhkan diri-dirinya dari larangan-larangannya. Mereka menerima ketetapan-ketetapannya dengan penuh ketaatan dan ketundukan, mereka tidak menyia-nyiakannya dengan kemaksiatan dan syahwat.

Seperti firman Allah, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (QS Maryam: 59-60).
Wal akhir nas’alullaha tsabaat wal istiqomah, walhamdulillahi robbil ‘alamin. Wal ‘ilmu ‘indallah.
Ditulis oleh Al Ustadz Abu Hamzah Al Atsary.

Kiat Memperkokoh Tauhid

Tanya: Saya mau memperkokoh tauhid. Ada solusi: buku atau pengajian yang bisa saya ikuti? Wassalam. (081…@satelindogsm.com)
Jawab: Banyak yang bisa Anda lakukan, Anda bisa membaca buku misalnya Penjelasan Tiga Landasan Utama karya Syaikh Ibnu Utsaimin, Kitab Tauhid karya Syaikh Sholeh bin Fauzan, Al Qoulul Mufid fi Adilati Tauhid, Fathul Majid, dan lain sebagainya. Atau jika Anda banyak waktu, Anda dapat hadir di pengajian-pengajian kami, jika tidak, kami juga menyediakan kaset-kaset yang membahas masalah tauhid. Jazakallahu khoir.

Sumber : Buletin Dakwah Al Wala Wal Bara’, Bandung
www.fdawj.co.nr

Oleh:
Admin
Sumber Tulisan:
Analogi Iblis