“Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” Di dalam ayat ini menunjukkan bahwa setiap apa yang telah disampaikan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah haq, datang dari sisi Allah, menyepakati ilmu Allah dan keinginanNya. Maka yang wajib bagi setiap orang untuk menerima apa yang diberitahukan olehnya dari Rabbnya dengan penerimaan yang qoth’i (pasti) dan penyerahan yang kuat serta menerima apa yang diperintahnya dan yang dilarangnya dengan penuh ketaatan dan ketundukan. Sungguh kini umat telah kehilangan arah di persimpangan jalan yang dipenuhi dengan kabut, kebingungan di tengah-tengah pergolakan gelapnya pemikiran, dalam keadaan semua menghendaki agar sampai pada kebenaran dan keyakinan. Seorang muslim yang ingin benar-benar menjalankan perintah Allah dan RosulNya berjalan di atas Kitab dan Sunnah, selalu menjadi kambing hitam yang terhina, gara-gara perbuatan sebagian kelompok muslim yang telah merusak kemurnian ajaran Islam itu sendiri. Begitu pula seorang muslimah, merasa takut untuk menampakkan ciri muslimahnya dengan berbusana jilbab yang benar, gara-gara selalu dinisbatkan kepada kaum yang juga berjilbab tetapi berpemahaman sesat dan merusak kemurnian Islam. Akhirnya mayoritas muslimin sudah tidak menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai barometer, mizan kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kesesatan, para ahli ilmunya pun terasa kaku tidak lantang menyuarakan yang haq karena mulai masuknya penyakit “banyak pertimbangan” demi menjaga reputasinya dan maslahat untuk dirinya alias sudah kagok melihat kenyataan di tengah-tengah umat seperti itu. Para pembaca -semoga dirahmati Allah- pergolakan gelapnya pemikiran dan kerancuan pemahaman dalam agama adalah racun mematikan ciptaan iblis la’natullah ‘alaihi, iblis inilah makhluk yang pertama kali menggunakan analogi sesat, maka dari sinilah bermula, kerancuan dan keraguan pemahaman dalam agama menyebar dengan pesat, sehingga banyak kalangan muslimin termakan dan terpengaruh dengan khitoobussyaithon analogi iblis ini, nampaklah bermunculan para penentang nash dengan ro’yu, para penentang perintah dengan hawa nafsu, sedangkan Allah berfirman, “Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari tuhan mereka.” (QS An Najm: 23). Dengan demikian maka setiap yang berbicara dengan ro’yunya, perasaannya, ataupun segala siasatnya di hadapan nash, atau yang menentang nash dengan akal, ia telah menyerupai gaya-gaya retorika iblis!!!, di mana iblis tidak mau tunduk terhadap perintah Rabbnya, malah dengan sombongnya mengatakan, “Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS Al A’raaf: 12). Para pembaca -semoga dirahmati Allah- dengan kenyataan seperti ini, maka manusia terbagi empat golongan dalam hal sikapnya terhadap petunjuk Allah yang dibawa oleh Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pertama: mereka orang-orang yang menerima dengan sepenuhnya lahir dan batin, inilah tingkat derajat keimanan terhadap nash-nash yang paling tinggi, mereka adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan cahaya petunjuk bermanfaat bagi dirinya dan memberi manfaat bagi yang lain. Jikalau Allah menghendaki niscaya dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS Al Baqarah: 17-20). Mereka orang-orang yang dimisalkan dengan penyala api, mereka bimbang dalam kegelapan, sedangkan yang dimisalkan dengan orang yang ditimpa air adalah orang-orang yang apabila mendapatkan / mendengar nash yang bertentangan dengan dirinya, dengan hawa nafsunya, mereka menghindar dan lari darinya. Dan apabila mendapatkan apa yang memperkuat madzhabnya atau hawa nafsu dan keinginannya, mereka menerimanya dengan senang hati dan bangga seperti yang digambarkan Allah dalam firmanNya, “Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rosul dengan patuh.” (QS An Nuur: 49). Dan seperti orang-orang mu’min di antara pengikut Fir’aun (lihat kisahnya dalam Al Qur’an surat Ghofir / Al Mu’min dari ayat 28-45), juga seperti raja Najasyi di negeri Habasyah, yang telah turun firman Allah tentang mereka dan semisalnya, “Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala dari sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungannya.” (QS Ali Imran: 199). Para pembaca -semoga dirahmati Allah-, ahli petunjuk dan agama yang benar adalah mereka orang-orang yang mempunyai ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh, mereka yang membenarkan semua apa yang telah diberitakan oleh rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkeyakinan akan haqnya / benarnya, tidak sedikitpun mengikuti analogi-analogi iblis yang membuat picik pemikiran manusia, tidak pula mengikuti prasangka-prasangka, tetapi mereka menghadapkan diri-diri mereka pada perintah-perintahnya dan menjauhkan diri-dirinya dari larangan-larangannya. Mereka menerima ketetapan-ketetapannya dengan penuh ketaatan dan ketundukan, mereka tidak menyia-nyiakannya dengan kemaksiatan dan syahwat. Seperti firman Allah, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (QS Maryam: 59-60). Kiat Memperkokoh Tauhid Tanya: Saya mau memperkokoh tauhid. Ada solusi: buku atau pengajian yang bisa saya ikuti? Wassalam. (081…@satelindogsm.com) Sumber : Buletin Dakwah Al Wala Wal Bara’, Bandung |