Menjadi dambaan bersama tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat, hidup berdampingan saling mencintai dalam lingkungan ukhuwah Islamiyah yang diikat dengan kesatuan aqidah, kesatuan bendera, dan kesatuan manhaj dalam mengarungi bahtera kehidupan. Namun, tentulah hal itu tidak mudah untuk direalisasikan manakala masing-masing individu kita sudah hilang kepeduliannya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, sementara Islam datang sebagai agama nasehat yang bila saja setiap individu muslim melaksanakan apa yang terkandung dari makna-makna nasehat itu tentulah akan terwujud apa yang menjadi dambaannya.
Lebih dari itu, nasehat adalah merupakan sunnah-sunnahnya para rosul. Berkata Nuh ‘alaihis salam kepada kaumnya, “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak ketahui.” (QS Al A’raaf: 62). Hud berkata kepada kaumnya, “Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.” (QS Al A’raaf: 68). Sholeh berkata kepada kaumnya, “Aku telah menyampaikan amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat.” (QS Al A’raaf: 79). Syu’aib berkata kepada kaumnya, “Aku telah menyampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimana aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?” (QS Al A’raaf: 93).
Cukuplah seseorang dikatakan mulia bila ia melakukan apa yang telah dilakukan oleh makhluk yang paling mulia yaitu para nabi dan rosul (dalam hal menyebarkan nasehat) apalagi bila diketahui bahwa nasehat adalah amalan yang paling afdhol, seperti pernyataan Imam Abdullah ibnul Mubarak saat ditanya amalan apakah yang paling afdhol, beliau menjawab, “Nasehat karena Allah.” Dalam Shahih Bukhori dan Muslim dari sahabat Abu Ruqoyah Tamim bin Aus Ad Daary, Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa wahai Rosulullah?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, kitabNya, dan rosulNya, dan bagi para pemimpin Islam, dan bagi muslimin umumnya.” Hadits ini mempunyai kedudukan yang agung dimana memberikan nash bahwa tiang agama dan pondasinya adalah nasehat. Dengan keberadaannya maka agama pun akan tetap tegak di tengah-tengah kaum muslimin, sebaliknya dengan lenyapnya nasehat maka akan terjadilah kepincangan di tengah-tengah mereka dalam seluruh aspek kehidupannya.
DEFINISI NASEHAT
Nasehat secara bahasa diambil dari kata-kata “An Nush-hu” yang berarti memurnikan, membersihkan, juga berarti memperbaiki. Adapun secara istilah nasehat adalah kalimat yang menyeluruh yang bermakna memberikan tuntunan perbaikan untuk orang yang dinasehati. Dan para ahlul ilmi mengibaratkan orang yang bersungguh-sungguh memberikan perbaikan kepada yang lainnya seperti orang yang sedang memperbaiki pakaiannya yang rusak.
NASEHAT BAGI ALLAH
Nasehat bagi Allah maknanya beriman kepadaNya dengan benar dan beriman kepada seluruh apa yang terdapat dalam Kitab dan Sunnah dari nama-namaNya yang husna dan sifat-sifatNya yang tinggi dengan keimanan yang benar tanpa menyerupakanNya dengan yang lain, tanpa meniadakan dan tanpa merubah-rubah maknanya. MengesakanNya dalam hal ibadah dan meniadakan kesyirikan, melaksanakan perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, mencintai apa yang dicintaiNya dan membenci apa yang dibenciNya. Memberikan loyalitas kepada hamba-hambaNya yang beriman dan berlepas diri dari musuh-musuhNya serta melawan orang-orang yang kafir terhadapNya. Menerima dan mengakui segala nikmat-nikmatNya dan mensyukurinya serta mengikhlaskan untukNya dalam segala perkara.
NASEHAT BAGI KITABNYA
Nasehat bagi kitabNya adalah beriman bahwa ia sebagai kalamullah yang diturunkan dariNya dan bukan makhluk, tidak akan dapat didatangi oleh kebatilan dari arah manapun, depannya maupun belakangnya. Meskipun seluruh jin dan manusia bersekutu untuk mendatangkan yang semisalnya niscaya tidak akan dapat menyerupainya. Allah berfirman, “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Qur`an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur`an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) dan pasti kamu tidak akan dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir.” (QS Al Baqoroh: 23-24). “Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al Qur`an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS Al Israa`: 88).
Berkata Imam At Thohawi rohimahullah, “Sesungguhnya Al Qur`an adalah kalam Allah, barangsiapa yang mendengarnya lalu mengiranya sebagai kalam (perkataan) manusia, maka ia telah kufur dan sungguh Allah telah mencelanya dan mengancamnya dengan neraka Saqar. Allah berfirman, “Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.” (QS Al Mudatstsir: 26). Ketika Allah mengancam dengan neraka Saqar bagi orang yang mengatakan, “Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia.” (QS Al Mudatstsir: 25), maka kita ketahui dan yakini bahwa Al Qur`an adalah kalam pencipta manusia, tidak serupa dengan perkataan manusia.”
Termasuk nasehat bagi kitabNya ialah mengagungkannya dan meyakininya sebagai konsep kehidupan yang sempurna dan universal cocok untuk setiap zaman dan tempat. Allah berfirman, “Thaa Siin. (Surat) ini adalah ayat-ayat Al Qur`an dan (ayat-ayat) kitab yang menjelaskan untuk menjadi petunjuk dan berita gembira untuk orang-orang yang beriman.” (QS An Naml: 1-2). Termasuk nasehat bagi kitabNya adalah membacanya dengan benar dan khusyu’ serta mengajarkannya. Allah berfirman, “Dan bacalah Al Qur`an itu dengan perlahan-lahan.” (QS Al Muzzammil: 4). Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR Bukhori).
NASEHAT BAGI ROSULNYA
Nasehat bagi RosulNya adalah membenarkan risalahnya, beriman kepada seluruh apa yang dibawanya, mentaati perintah-perintahnya dan larangan-larangannya, membelanya pada saat hidupnya dan setelah meninggalnya, membenci orang-orang yang membencinya dan mencintai orang-orang yang mencintainya, mengagungkan haknya dan memuliakannya, menghidupkan jalannya dan sunnah-sunnahnya, mengumandangkan dakwahnya dan menyebarkannya, menepis segala tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya, berkhidmat terhadap ilmunya dan memahami makna-maknanya, menyeru kepadanya dan mengagungkannya, menahan diri dari membicarakannya tanpa ilmu, berakhlak dengan akhlaknya yang mulia dan beradab dengan adabnya, mencintai ahli baitnya dan para sahabat-sahabatnya, menjauhi orang-orang yang mengadakan hal yang baru dalam sunnah-sunnahnya atau mencela sebagian dari kalangan sahabatnya. Berkata Imam Al Qurthubi, “Nasehat bagi rosulNya adalah membenarkan nubuwahnya, komitmen dalam ketaatannya, melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya, mencintai orang yang mencintainya dan membenci orang yang membencinya, menghormatinya, mencintainya dan mencintai ahli baitnya, mengagungkannya dan mengagungkan sunnah-sunnahnya, menghidupkan sunnahnya setelah meninggalnya dengan mencarinya dan mempelajarinya, membelanya dan menyebarkannya, serta berakhlak dengan akhlak yang mulia.”
NASEHAT BAGI PARA PEMIMPIN ISLAM
Nasehat bagi para pemimpin Islam dengan cara tolong-menolong bersama mereka di atas kebenaran, mengarahkan mereka kepada kebenaran, mengingatkannya dengan cara yang lemah lembut dan halus, membangunkannya dari kelalaian, meninggalkan dari memberontak kepadanya, sholat di belakangnya dan berjihad bersamanya, meninggalkan dari memberontak kepadanya dengan pedang (senjata) ketika nampak pada mereka kezholiman dan perlakuan yang semena-mena, serta mendo’akannya senantiasa dengan kebaikan. Berkata Ibnu Hajar Al Asqolany, “(Nasehat bagi para pemimpin Islam) dengan membantu tugas yang diembannya, mengingatkan dari kelalaiannya, mengupayakan persatuan di bawahnya, dan di antara nasehat terhadap mereka yang paling besar adalah menolak kezholimannya dengan cara yang baik.”
NASEHAT BAGI MUSLIMIN SECARA UMUM
Berkata Imam Nawawi rohimahullah, “(Nasehat bagi muslimin) yaitu dengan mengarahkan mereka kepada apa yang membuatnya maslahat baik untuk akhiratnya ataupun untuk dunianya serta menahan diri dari menyakiti mereka, mengajari apa yang mereka tidak ketahui dari perkara agamanya, membantu mereka dengan ucapan ataupun perbuatan, memerintah mereka kepada yang ma’ruf dan mencegah mereka dari yang mungkar dengan lemah lembut dan penuh keikhlasan, menyembunyikan aibnya dan menutupi kelemahannya, menolak kemudharatan dari mereka dan mendatangkan kemaslahatan untuk mereka, menghormati yang besarnya dan menyayangi yang kecilnya, memberikan pengajaran yang baik dan meninggalkan dari berbuat curang dan dengki kepada mereka, mencintai kebaikan untuk mereka dan membenci kejelekan pada mereka serta membela harta-hartanya dan kehormatannya, mendorong mereka untuk berakhlak dengan apa yang telah disebutkan dari nasehat dan menumbuhkan kesemangatannya agar senantiasa taat.”
HUKUM MEMBERIKAN NASEHAT
Berkata Imam Nawawi rohimahullah, “Nasehat adalah fardhu kifayah, jika sebagian orang telah melakukannya, jatuhlah kewajiban bagi yang lainnya, dan ia (nasehat) adalah sebuah keharusan sesuai dengan kemampuan.” Kalangan ahlul ilmi yang lainnya berpendapat bahwa nasehat itu ada yang hukumnya fardhu ‘ain, ada pula yang fardhu kifayah, yang wajib dan yang mustahab, karena Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa agama itu nasehat, sedangkan perkara agama ada yang wajib, yang mustahab, yang fardhu ‘ain, dan juga fardhu kifayah.” Wal ‘ilmu ‘indallah.
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Demikianlah memang nasehat merupakan bagian penting dalam agama dan kehidupan kita, bahkan nasehat adalah salah satu di antara kelebihan-kelebihan yang membedakan kita dengan umat-umat lainnya dimana Allah telah lebihkan kita menjadi umat pilihannya. Allah berfirman, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rosulnya (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS Al Baqoroh: 143). Dari penjelasan di atas dapat kita ambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwasanya nasehat itu dinamakan sebagai agama dan Islam.
2. Bahwasanya agama itu terkait dengan amalan seperti halnya terkait dengan ucapan.
3. Tidak ada agama bagi yang tidak menjalankan nasehat bagi Allah, kitabNya, dan rosulNya, serta bagi para pemimpin Islam, dan bagi muslimin umumnya.
4. Wajibnya nasehat atas seluruh kaum muslimin dalam seluruh perkara yang disebutkan dengan segala jenisnya sesuai dengan kadar kemampuannya, ilmunya, dan kedudukannya di tengah-tengah masyarakat.
5. Nasehat adalah bagian dari iman.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin. Wal ‘ilmu ‘indallah.
Ditulis oleh Abu Hamzah Al Atsary
Sumber bacaan:
– Al Qur`anul Karim
– Mudzakkirotul Hadits An Nabawi fil Aqidah wal Ittiba’
– Qowa’id wa Fawa’id
– Nashihati lin Nisaa`
Imam Sholat Sunnah, Makmum Sholat Wajib
Tanya: Assalamu ‘alaikum. Bagaimana hukumnya jika kita sholat sunnah tapi kemudian datang makmum masbuq yang langsung jadi makmum kita dalam rangka sholat wajib? Jazakallahu khoiron wassalamu ‘alaikum. (08157736***)
Jawab: Wa ‘alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Tidak apa-apa yang demikian itu jika terjadi dan sholatnya pun sah baik sholat Anda atau pun makmum Anda meskipun berbeda keadaannya, Anda sholat sunnah sedang makmum Anda sholat wajib. Dalam Shahih Bukhori dan Muslim, bahwa Mu’adz bin Jabal sholat bersama Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam (sebagai makmum, -pent) pada sholat Isya`, kemudian beliau (Mu’adz) pulang menemui kaumnya lalu sholat bersama mereka (sebagai imam) pada sholat yang sama (Isya`). Dan telah diketahui bahwa sholatnya Mu’adz pada kali yang pertama bersama Rosulullah adalah sholat wajib, sedang yang kedua kalinya adalah nafilah (sunnah) dan kaumnya sholat wajib dan nabi pun tidak mengingkarinya. Imam Ahmad rohimahullah memberikan pernyataan yang jelas dengan berkata, “Apabila seseorang hendak melaksanakan sholat dan mendapati imam sedang melaksanakan sholat tarawih, lalu ia sholat Isya` bersamanya (sebagai makmum) maka hal itu tidak apa-apa.” Jelaslah bahwa orang yang sholat tarawih adalah nafilah sedang yang sholat Isya` adalah muftaridh (sholat fardhu). Ini pula yang dikuatkan dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Al Ikhtiyaarot: 86). Demikian wal ‘ilmu ‘indallah.
Sumber : Buletin Dakwah Al Wala Wal Bara, Bandung
Edisi ke-15 Tahun ke-2 / 05 Maret 2004 M / 13 Muharrom 1425 H
Dikirim via email oleh Al-Akh Abu Luqman