Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

tuntunan fitrah

10 tahun yang lalu
baca 10 menit

kaligrafi-bismillahirrahmanirrahim-i3

Oleh : Ust. Abu ‘Abdillah ‘Utsman

Tuntunan – Tuntunan Fitrah

Pembaca yang dirahmati Allah ‘azza wa jalla,sebelumnya telah dibahas mengenai masalah tayammum. Perlu diketahui bahwa setelah pembahasan tayammum para ulama biasanya menyebutkan pembahasan seputar haidh dan nifas. Hanya saja, dengan beberapa pertimbangan, kali ini kami mengajak pembaca untuk bersama menyimak suatu tema penting dari pembahasan seputar thaharah yaitu sunan al fithrah (tuntunan – tuntunan fitrah). Apa yang tersebut dalam bahasan kali ini merupakan bagian penting dari makna thaharah sebagaimana sudah kami sebutkan definisi thaharah pada edisi ke-3 dari majalah Qonitah.

Banyak hadits yang berbicara tentang masalah ini, diantaranya hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya) : “ Lima perkara yang termasuk fitrah[1] : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan memendekkan kumis.” (HR.al Bukhari dan Muslim).

Khitan

Khitan bagi laki – laki

Hukum

Pendapat yang kuat di kalangan ulama bahwa khitan bagi laki – laki hukumnya adalah wajib karena terkait dengan kesempurnaan thaharah. Artinya, jika tidak dikhitan maka ada sisa air kencing yang tertahan di kemaluan dan tidak bisa keluar dengan sempurna[2].

Bagian yang dikhitan

Kulit yang menutup kepala kemaluan

Waktu disyariatkannya khitan

Karena khitan terkait dengan kesempurnaan thaharah seorang hamba, maka banyak ulama menegaskan bahwa hendaknya seorang anak laki – laki ketika baligh sudah dalam keadaan terkhitan. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya Seperti siapa dirimu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ? Maka beliau menjawab : “Aku ketika itu sudah terkhitan dan dahulu mereka tidak mengkhitan seseorang sampai baligh.” (HR.al-Bukhari)[3] Di sisi lain, para ulama menyatakan dalam khitan seorang anak laki – laki perlu diperhatikan saat yang tepat dan tidak menimbulkan bahaya bagi sang anak. Hal ini karena tidak ada dalil yang shahih tentang waktu dianjurkannya seorang anak dikhitan sehingga kembali kepada pertimbangan mashlahat dan mafsadah[4].

Khitan bagi wanita

Hikmah

Para ulama menegaskan bahwa hikmah khitan bagi wanita adalah untuk mengendalikan syahwat mereka[5].

Hukum

Para ulama sepakat mengenai disunnahkannya khitan bagi wanita, namun mereka berselisih apakah hukumnya wajib sebagaimana laki – laki ? Pendapat yang kuat dalam hal ini adalah pendapat jumhur/mayoritas ulama bahwa khitan bagi wanita hukumnya sunnah dan tidak wajib karena hikmah dari syariat khitan untuk wanita dan laki – laki berbeda. Selain itu, tidak ada dalil yang menunjukkan tentang wajibnya khitan bagi wanita sedangkan dalil – dalil yang shahih dalam masalah ini menunjukkan sunnah saja, bukan wajib[6].

Bagian yang dikhitan

Dipotong sedikit saja dari bagian kulit yang berada di atas farji.

Perhatian : bagian yang dikhitan pada wanita ini jangan terlalu banyak karena bisa menghilangkan syahwat yang dimiliki wanita tersebut. Oleh karena itu, Syaikhuna ‘Abdurrahman al ‘Adani hafizhahullah menegaskan jika tidak didapati seorang wanita yang mahir dalam mengkhitan maka lebih baik tidak dilakukan proses khitan agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan[7]. wallahu a’lam.

 

Mencukur bulu yang tumbuh di sekitar kemaluan

Yang terpenting disini adalah menghilangkan rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan dengan cara apapun juga walaupun yang afdhol (lebih utama) adalah mencukurnya karena lebih sesuai dengan lafazh hadits : al istihdad yang berarti menggunakan besi/pisau cukur.

Apakah disunnahkan juga mencukur rambut yang tumbuh di sekitar dubur/anus ?

Pendapat yang kuat dalam masalah ini bahwa tidak mengapa mencukurnya apalagi jika melihat manfaat di balik itu : mencegah kotoran yang keluar melengket ke rambut sehingga mempersulit thaharah[8].

 

Memotong kumis

Pendapat yang kuat bahwa seseorang boleh memilih antara sekedar memendekkan kumis atau mencukur sampai habis karena semuanya ada dalil shahih yang mendukungnya[9].

 

Mencabut bulu ketiak

Yang afdhol adalah mencabutnya karena sesuai dengan lafazh hadits namun boleh juga dihilangkan dengan cara lain seperti dicukur. Hanya saja, para ulama menjelaskan bahwa yang afdhol untuk rambut ketiak adalah dengan dicabut karena ketiak biasanya menimbulkan bau yang kurang sedap. Dengan dicabut, pertumbuhan rambutnya akan melemah sehingga baunya juga berkurang. Adapun jika dicukur maka justru akan memperkuat pertumbuhan rambut dan baunya juga menguat[10].

 

Memotong kuku

Disunnahkan memendekkan kuku sampai selama tidak menimbulkan dampak negatif seperti rasa sakit yang berlebihan.

Tidak ada sunnah tertentu terkait dimulai dari jari mana[11] dan tidak ada pula sunnah terkait hari yang utama untuk memotong kuku[12].

Kuku yang telah dipotong boleh dibuang dan tidak perlu dipendam[13].

Beberapa Faedah

©      Para ulama menegaskan bahwa disunnahkan memulai dari bagian kanan terkait dengan memotong kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak berdasarkan keumuman hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka memulai dengan bagian kanan baik ketika bersuci, bersisir, memakai sandal dan dalam segala urusan beliau. (HR.al-Bukhari dan Muslim)

©      Imam Muslim menyebutkan sebuah hadits bahwa shahabat Anas ibn Malik radhiyalahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan batas waktu 40 hari kepada kami sebagai waktu terlama seseorang tidak memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur rambut kemaluan (HR.Muslim). Batasan 40 hari ini adalah waktu terlama dan lebih baik bagi seseorang terkait empat sunnah fitrah ini unuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan panjang pendeknya rambut[14].

©      Terkait memotong kuku dan mencukur kumis, boleh kita lakukan sendiri dan boleh pula orang lain membantu kita (melakukannya terhadap kita)[15]. Terkait mencukur bulu kemaluan, boleh seorang anak laki – laki mencukur bulu kemaluan ayahnya dan seorang anak wanita mencukur bulu kemaluan ibunya jika memang sang orang tua tidak mampu melakukannya sendiri[16].

©      Ibnul Qayyim rahimahullah membantah anggapan sebagian orang bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir dalam keadaan sudah terkhitan dan tidak ada hadits shahih menerangkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam  lahir dalam keadaan terkhitan[17].

©      Yang semisal dengan di atas, anggapan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tumbuh rambut di ketiak beliau. Anggapan ini dibantah oleh al-Hafizh al-‘Iraqy walaupun kita meyakini bahwa tubuh beliau-termasuk ketiak- berbau harum shallallahu ‘alaihi wa sallam[18].

©      Adapun anggapan bahwa khitan kepada seorang wanita sebagai kebiasaan yang jelek dan bisa menyebabkan kemandulan adalah anggapan yang salah[19]; asalkan khitan dilakukan dengan cara yang benar.

Menggosok Gigi/Bersiwak

Walaupun menggosok gigi tidak disebutkan dalam hadits yang termaktub di awal pembahasan, namun perkara ini merupakan bagian dari sunnah fitrah dan memiliki kaitan erat dengan thaharah.

Waktu utama :

An Nawawi menegaskan bahwa dianjurkan melakukannya pada segala keadaan[20], namun lebih ditekankan dalam beberapa keadaan seperti:

–          Setiap hendak shalat (muttafaqun ‘alaih)

–          Setiap hendak wudhu (HR.Ahmad dan lainnya, shahih)

–          Setiap bangun tidur (HR.al-Bukhari dan Muslim)

–          Ketika bau mulut mulai berubah, baik karena dalam waktu lama tidak makan dan minum atau makan makanan yang menimbulkan bau tidak sedap atau diam/tidak berbicara dalam waktu yang lama atau karena banyak bicara dan sebab – sebab lainnya[21].

  • Selain gigi, disunnahkan juga menggosok lidah (HR.al-Nukhari dan Muslim)
  • Dalam menggosok gigi maupun lidah bisa secara mendatar dan bisa pula memanjang karena tidak ada dalil shahih yang mengharuskannya.
  • Apakah dilakukan dengan tangan kanan atau kiri ? Masalah ini menjadi silang pendapat di kalangan ulama[22] . Insyaallah baik dengan tangan kanan atau kiri kita sudah teranggap melakukan sunnah.
  • Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggosok gigi dengan menggunakan kawu siwak : araak. Namun demikian, di zaman kita sekarang pemakaian sikat gigi dengan pasta gigi semakna dengan pemakaian kayu siwak[23].
  • Demikian pula bisa digunakan kain yang agak kasar (sehingga bisa menghilangkan plak gigi) jika memang tidak ditemukan alat khusus untuk gosok gigi dan bahkan sebagan ulama berpendapat boleh menggunakan jari – jari tangan jika memang demikian keadaannya.
  • Karena menggosok gigi termasuk dari thaharah, maka disunnahkan memulai dari bagian kanan dari gigi[24]. Wallahu a’lam.

 



[1] Para ulama berbeda pendapat dalam memaknai kata fitrah disini dan diantara makna – makan tersebut : ajaran para nabi; Islam; agama dan sunnah.

[2] Al Imam Ibnul Qayyim menyebutkan 15 sisi alasan pendalilan wajibnya khitan bagi lelaki sebagaimana dalam kitab beliau Tuhfatul Maudud

[3] Beberapa ulama menafsirkan perkataan Ibnu Abbas “ sampai baligh “ : sampai menjelang baligh.

[4] Bisa dirujuk ke Fatawa Lajnah Daimah no.8378. Adapun anggapan disunnahkan pada hari ke-7 dari kelahiran maka ini tidak berlandaskan pada hadits yang shahih.

[5] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan hikmah dari syariat khitan ini secara rinci sebagaimana dalam Majmu’ Fatawa (21/114).

[6] Diantara ulama yang membedakan hukum khitan antara laki – laki (wajib) dan wanita (sunnah) adalah asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan para ulama yang tergabung dalam al-Lajnah ad-Daimah.

[7] Rekaman pelajaran beliau Syarh Muntaqol Akhbar.

[8] Di sisi lain, hal ini diperkuat oleh pendapat sebagian ahli bahasa bahwa yang dimaksud adalah mencukur rambut di sekitar dubur. (silahkan dirujuk ke Syarh Muslim lin Nawawi dan Nailul Author)

[9] Diantara dalil yang menunjukkan bahwa kumis dipendekkan adalah lafazh hadits : قص الشوارب  Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya dicukur habis diantaranya adalah lafazh hadits أحفوا الشوارب . Silahkan dirujuk lebih jauh pada kitab Zadul Ma’ad.

[10] Thorhuts Tatsrib lil ‘Iroqy

[11] Sebagian ulama menganjurkan dimulai dari jari telunjuk lalu berturut – turut jari tengah, jari manis, kelingking dan diakhiri dengan ibu jari. Sebagian lain menganjurkan berselingan, artinya dimulai dari telunjuk lalu jari manis, ibu jari, jari tengah dan diakhiri dengan kelingking. Namun ini semua tidak ada dalil yang jelas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Artinya, seseorang sudah teranggap melakukan sunnah jika memotong kukunya tidak penting dimulai dari mana.( Bisa dirujuk ke Thorhuts Tatsrib )

[12] As Sakhawi berkata : Tidak ada yang shahih terkait tata cara tertentu [ dalam memotong kuku] dan penentuan harinya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al Maqoshidul Hasanah). Penegasan beliau ini meluruskan pendapat yang mengatakan bahwa disunnahkan memotong kuku di hari tertentu seperti Jumat atau Kamis.

[13] Fatawa Lajnah Daimah no. 11.236.

Catatan : sebagian ulama menganjurkan memendam kuku yang telah dipotong untuk menghindarkan dari perbuatan tukang sihir yang berniat jahat kepada kita.wallahu a’lam.

[14] Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyarankan agar seseorang menetapkan waktu tertentu untuk melakukan sunnah fitrah ini agar jangan sampai kesibukannya melalaikannya dari sunnah ini, misalnya setiap Jumat pertama dari tiap bulan. Ini sekedar mempermudah mengingat untuk pribadinya, bukan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syarh Riyadhis Shalihin).

[15] Thorhuts Tatsrib lil ‘Iroqy dan Syarh Muslim Lin Nawawi

 

[16] Fatawa Lajnah Daimah no. 11346

[17] Di sisi lain, adanya seseorang yang lahir dalam keadaan terkhitan tidak menunjukkan keajaiban atau keistimewaan tertentu. Silahkan dirujuk ke Zadul Ma’ad dan Fatawa Lajnah Daimah no.9527

[18] Thorhuts Tatsrib lil ‘Iroqy

[19]Fatawa Lajnah Daimah no.6687

[20] Sebagaimana dalam hadits Siwak itu membersihkan mulut dan mendatangkan keridhoan Ar Rabb. (HR.an-Nasai dan lainnya, Syaikh al-Albani menshahihkannya dalam Shahih at-Targhib dan lainnya)

[21] Syarh Muslim lin Nawawi. Diantara saat yang disunnahkan : ketika masuk rumah (HR.Muslim)

[22] Jika menggosok gigi dianggap sebagai bagian dari membersihkan kotoran maka dengan tangan kiri. Adapun jika dianggap sebagai bagian bersuci maka dengan tangan kanan.

[23] Fatawa Lajnah Daimah no.5545. Bahkan asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam sebagian fatwa beliau menyatakan bahwa pemakaian sikat gigi dan pasta gigi memberikan pengaruh yang lebih bersih dibandingkan kayu siwak biasa. Hanya saja, perlu diperhatikan apakah pemakaian yang terlalu sering bisa menimbulkan dampak negatif atau tidak. (Fatawa Nur ‘alad Darb)

[24] Syarh Muslim lin Nawawi

Oleh:
admin daarulihsan
Sumber Tulisan:
Tuntunan Fitrah