Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh Al Ustadz Abdurrahman حفظه الله

tafsir surat al fajr

5 tahun yang lalu
baca 8 menit

Ayat pertama (artinya) : “Demi fajar.”

Yang dimaksud fajar adalah fajar shadiq yang merupakan awal waktu shalat subuh. Allah bersumpah dengan fajar shadiq karena :

  • Untuk menunjukkan kekuasaan-Nya.
  • Merupakan awal waktu shalat Subuh dan puasa, sedangkan shalat dan puasa merupakan 2 ibadah besar di sisi-Nya.

Ayat kedua (artinya) : “Dan demi malam-malam yang berjumlah sepuluh.”

Yang dimaksud malam-malam yang sepuluh adalah 10 akhir malam Ramadhan, yang di dalamnya terdapat Lailatul Qadr.

Ayat ketiga (artinya) : “Dan demi yang genap dan yang ganjil.”

Yang dimaksud “yang genap” (“yang berpasangan”) adalah seluruh makhluk, sedangkan “yang ganjil” (“yang tunggal”) adalah Allah Ta’ala. Dalil yang mendasari penafsiran lafazh “yang ganjil” adalah seluruh makhluk, yaitu : firman Allah (artinya) : “Dan segala sesuatu Kami (Allah) ciptakan berpasang-pasangan agar kalian dapat mengambil peringatan (akan kebesaran Allah).” (Surah Adz Dzariyat : 49). Sedangkan dalil yang menguatkan penafsiran lafah “yang ganjil” adalah Allah, yaitu : hadits yang shahih (artinya) : “Sesungguhnya Allah itu ganjil (esa) dan mencintai sesuatu yang ganjil.”

Ayat keempat (artinya) : “Dan demi malam jika berjalan.”

Allah bersumpah dengan malam karena keutamaan pada malam, berupa :

  1. Waktu istirahatnya manusia.
  2. Pada waktu malam terdapat ibadah yang utama, seperti : shalat Maghrib, Isya’, shalat malam dan 1/3 malam terakhir yang merupakan waktu turunnya Allah ke langit dunia sesuai kebesaran & keagungan-Nya sekaligus waktu lebih dikabulkannya doa.

Ayat kelima (artinya) : “Apakah yang demikian itu terdapat sumpah (yang bisa diterima) oleh seseorang yang memiliki akal ?”

Sesungguhnya sumpah Allah dengan 5 makhluk-Nya (fajar, malam yang berjumlah 10, seluruh makhluk yang berpasangan, diri-Nya yang Maha Esa dan malam hari) tentu sudah mencukupi bagi orang yang berakal lurus.

Ayat keenam (artinya) : “Bukankah engkau menyaksikan bagaimana Allah memperlakukan kaum ‘Ad !?”

Maksudnya : Bukankah engkau (wahai manusia) menyaksikan dengan kalbumu bagaimana Allah membinasakan Kaum ‘Ad !? Kaum ‘Ad adalah kaum Nabi Hud ‘alaihi as-Salam yang kisahnya pernah kita sebutkan pada edisi ke-21 tahun ke-6.

Ayat ketujuh (artinya) : “Kaum Iram yang memiliki bangunan-bangunan tinggi.”

Iram adalah nama ibukota negeri Ahqaf yang merupakan tempat tinggal kaum ‘Ad. Keberadaan bangunan-bangunan yang tinggi menunjukkan kekuatan fisik dan materi yang ada pada mereka.

Ayat kedelapan (artinya) : “Yang belum pernah diciptakan orang-orang seperti mereka di negeri lain.”

Kekuatan fisik dan materi yang ada pada mereka belum tertandingi oleh manusia di negeri lain ketika itu. Sayangnya, kenikmatan dari Allah tersebut ternyata menyeret mereka kepada kesombongan dan kecongkakan, sebagaimana Allah ceritakan di dalam Surah Fushshilat : 15.

Ayat kesembilan (artinya) : “Dan kaum Tsamud yang memahat batu-batu besar di sebuah lembah.”

Ini juga menunjukkan kekuatan fisik yang luar biasa. Allah berikan itu kepada kaum Tsamud yang merupakan kaum ‘Ad ke-2. Kisah mereka pernah kita sebutkan pada edisi ke-4 tahun ke-8.

Ayat kesepuluh (artinya) : “Dan Fir’aun yang memiliki pasak-pasak.”

Pasak-pasak itu Fir’aun gunakan untuk menyiksa orang-orang yang menentang dirnya, tak terkecuali istrinya sendiri, Asiyah bintu Muzahim. Wanita mukminah ini diikat di tanah di bawah terik matahari dengan tangan serta kakinya diikat di pasak-pasak. Lalu dijatuhkan batu besar dari atasnya. Asiyah pun berdoa sebagaimana tertuang di dalam Surah At Tahrim ayat ke-11. Ia pun tersenyum melihat rumah di surga yang ia minta dalam doanya tersebut. Lalu batu besar pun menimpa tubuh manusia yang sedang tersenyum tanpa ruh tersebut. Melihat sang istri tersenyum, Fir’aun yang sangat jahil menuduhnya telah hilang akal sehatnya.

Ayat kesebelas (artinya) : “Yang mereka (semuanya) itu berbuat melampaui batas di negeri-negeri mereka.”

Bentuk perbuatan melampaui batas mereka adalah menghina, menolak, mengejek dan mengingkari para Rasul yang diutus kepada mereka.

Ayat kedua belas (artinya) : “Lalu mereka memperbanyak kerusakan di negeri-negeri tersebut.”

Bentuk kerusakan yang mereka perbanyak adalah memerangi para Rasul, menghalangi jalan orang-orang yang ingin menuju jalan Allah, melakukan kemaksiatan dan kekufuran.

Ayat ketiga belas (artinya) : “Maka Rabb-mu menimpakan cemeti azab kepada mereka.”

Lafazh “cemeti azab” ini menunjukkan kerasnya siksa Allah terhadap mereka di dunia. Azab kaum ‘Ad adalah angin dingin yang sangat kencang selama 7 malam 8 hari, azab kaum Tsamud adalah gempa dahsyat dari bawah kaki mereka (bumi) dan suara menggelegar dari atas kepala mereka (langit). Sedangkan azab Fir’aun beserta pengikutnya adalah ditenggelamkannya mereka di laut. Kekuatan fisik dan materi sekokoh apapun tapi kosong dari kekuatan iman justru berakibat kebinasaan.

Ayat keempat belas (artinya) : “Sesungguhnya Rabb-mu benar-benar mengawasimu.”

Allah mengawasi sekecil apapun amalan setiap hamba-Nya, tidak akan ada yang luput sedikit dan sekejap pun. Setelah itu, Allah akan membalas amalan tersebut. Kaum ‘Ad, Tsamud dan Fir’aun beserta pengikutnya merupakan sebagian contoh dari bukti Allah mengawasi hamba-Nya.

Ayat kelima belas (artinya) : “Adapun manusia itu jika Rabb-nya mengujinya dengan kemuliaan dan kenikmatan duniawi, maka ia (manusia) akan berkata : “Rabb-ku telah memuliakan diriku.”

Ayat keenam belas (artinya) : “Sedangkan jika Allah mengujinya dengan menyempitkan rizkinya, maka ia (manusia) akan berkata : “Rabb-ku telah menghinakan diriku.”

Inilah 2 tabiat buruk manusia yang zalim dan jahil ! Dirinya menilai mulia tidaknya seseorang di dunia dengan materi duniawi ! Allah pun membantah penilaian yang salah besar tersebut. Bahkan kehinaan itu adalah perbuatan maksiat yang mereka lakukan di dunia. Maka Allah pun berfirman pada ayat berikutnya.

Ayat ketujuh belas (artinya) : “Sekali-kali tidak demikian ! Bahkan kalian tidak memuliakan anak-anak yatim.”

Ini adalah perbuatan maksiat manusia yang menjadikan mereka hina di dunia, beserta perbuatan maksiat berikutnya yang disebutkan Allah di ayat ke-18, 19 dan 20 di bawah ini.

Ayat kedelapan belas (artinya) : “Dan kalian tidak menganjurkan orang lain untuk memberi makan kepada orang-orang miskin.”

Ini disebabkan oleh tertanam kuatnya sifat kikir pada kalbu mereka. Demikian juga, tidak ada kepedulian sosial pada kalbu mereka.

Ayat kesembilan belas (artinya) : “Dan kalian memakan harta warisan hingga habis.”

Tidak cukup kikir ! Bahkan ditambah sifat tamak dan rakus terhadap harta peninggalan orang lain.

Ayat keduapuluh (artinya) : “Dan kalian mencintai harta dengan kecintaan yang melampaui batas.”

Tafsir ayat ini semisal tafsir ayat ke-8 dari Surah Al Adiyat yan pernah kita uraikan pada edisi ke-42 tahun ke-7.

Ayat keduapuluh satu (artinya) : “Sekali-kalian jangan seperti itu ! Apabila bumi digoncang dengan goncangan yang benar-benar hebat.”

Harta dan seluruh kenikmatan duniawi yang manusia miliki niscaya akan sirna. Kemudian akan tiba hari yang penuh dengan peristiwa-peristiwa yang dahsyat, diantaranya : Bumi yang benar-benar bergoncang sangat hebat, sebagaimana penjelasannya pernah kita sebutkan pada edisi ke-55 tahun ke-7.

Ayat keduapuluh dua (artinya) : “Dan Rabb-mu datang dan para malaikat pun datang dengan bershaf-shaf.”

Allah benar-benar datang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, tidak serupa dengan kedatangan makhluk-Nya. Kedatangan Allah sangat berbeda dengan kedatangan perkara Allah atau tanda kebesaran Allah, sebagaimana Allah tegaskan sendiri di dalam Surah Al Baqarah : 210 dan Al An’am : 158. Allah pun datang untuk memutuskan perkara diantara makhluk-Nya. Sedangkan kedatangan malaikat, mereka seluruhnya datang dari setiap lapisan langit hingga mengelilingi seluruh manusia. Kedatangan mereka merupakan tanda ketundukan kepada Allah sekaligus tanda kebesaran-Nya di hari itu.

Ayat keduapuluh tiga (artinya) : “Pada hari itu didatangkan neraka jahanam, maka manusia baru ketika itu sadar. Namun tidak bermanfaat lagi kesadaran ketika itu.”

Neraka jahanam didatangkan dengan memiliki 70.000 tali kekang yang masing-masing tali kekang tersebut ditarik oleh 70.000 malaikat, sebagaimana di dalam Shahih Muslim. Ini menunjukkan sangat luas dan besarnya neraka sekaligus kekuatan malaikat. Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari neraka-Nya.

Ayat keduapuluh empat (artinya) : “Dia (manusia) berkata : “Alangkah baiknya jika dahulu aku berbuat baik untuk kehidupanku.”

Ini adalah ucapan manusia yang menyesal di akherat, namun penyesalan itu terlambat sehingga sama sekali tidak bermanfaat baginya.

Ayat keduapuluh lima (artinya) : “Lalu pada hari itu, tidak ada sesuatu pun yang mampu menyiksa seperti siksaan Allah.”

Ayat kedua puluh enam (artinya) : “Tidak pula ada yang mampu membelenggu seperti belenggunya Allah.”

Kedua ayat ini (ayat ke-25 dan 26) menunjukkan tentang sangat kerasnya azab Allah yang tidak akan mungkin bisa terbayangkan sedikit pun dalam benak kita di dunia ini.

Ayat keduapuluh tujuh (artinya) : “Wahai jiwa yang tenang.”

Ayat keduapuluh delapan (artinya) : “Pulanglah menuju Rabb-mu dalam keadaan ridha dan diridhai.”

Dua ayat di atas (ayat ke-27 dan 28) merupakan ucapan malaikat pencabut nyawa kepada orang yang meninggal dunia di atas husnul khatimah. Ucapan malaikat ini Allah firmankan melalui 2 ayat tersebut. Orang ini pun ridha terhadap kenikmatan yang dia peroleh di akherat, sekaligus Allah pun ridha terhadapnya, dan ridha Allah itu jauh lebih besar.

Ayat keduapuluh sembilan (artinya) : “Lalu masuklah bersama para hamba-Ku.”

Ayat ketigapuluh (artinya) : “Dan masuklah ke surga-Ku.”

Dua ayat terakhir ini adalah ucapan Allah kepada orang yang meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah. Demikian pula 2 ayat ini menunjukkan orang yang meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah akan bersama orang-orang yang baik (shalih) dan tinggal bersama mereka di tempat yang baik (surga Allah). Tentu ini adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik tempat tinggal.

Wallahu a’lamu bish-Shawab

Oleh:
Al Ustadz Abdurrahman حفظه الله
Sumber Tulisan:
Tafsir Surat Al Fajr