Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

mengetahui kebaikan dan kejelekan

10 tahun yang lalu
baca 8 menit
بِسمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Mengetahui Kebaikan dan Kejelekan

Merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim untuk mempelajari dan mengetahui kebaikan  sekaligus kejelekan. Seorang muslim hendaknya mempelajari dan mengetahui kebaikan beserta dalil-dalilnya, serta mempelajari dan mengetahui kejelekan beserta syubhat-syubhat (kerancuan-kerancuannya).

Sungguh Al-Qur’an datang untuk menjelaskan kebaikan dan kejelekan, menjelaskan keimanan dan kekufuran, menjelaskan tauhid dan syirik, halal dan haram. Al Qur’an tidak mencukupkan dengan menjelaskan tauhid, halal atau kebaikan saja, bahkan menjelaskan lawan-lawannya.

Demikian juga Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam di dalam sunnahnya menjelaskan kebaikan dan kejelekan, menjelaskan al-haq dan al-bathil. Para ulama pun melalui tulisan-tulisan atau karya-karya mereka menjelaskan tauhid dan syirik, menjelaskan keimanan dan kekufuran, menjelaskan keyakinan Ahlussunnah dan menjelaskan keyakinan kelompok-kelompok yang menyimpang. Para ulama juga menjelaskan pergaulan-pergaulan yang benar dan pergaulan-pergaulan yang diharamkan, pernikahan yang benar sekaligus pernikahan yang batil (tidak benar) dan rusak, adab-adab yang baik dan adab-adab jelek yang menyelisihinya. Semua itu agar seorang muslim berada di atas ilmu pada setiap urusannya, sampai dia mengetahui kebenaran dengan dalil-dalilnya dan mengetahui kejelekan dan syubhat-syubhatnya.

Sehingga kita dapati di dalam kitab-kitab aqidah, adanya penjelasan tentang aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah sekaligus penjelasan tentang aqidah-aqidah sesat, kerancuan-kerancuannya beserta bantahan-bantahannya, agar seorang muslim tidak tertipu dengan ucapan-ucapan yang manis tapi batil dan pendapat-pendapat yang menyimpang.

Tujuan Mengetahui Kejelekan

Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim dari seorang sahabat yang mulia Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata : “Dahulu manusia (para sahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejelekan karena aku takut kejelekan itu akan menimpa diriku.”.

Dalam hadits ini, Hudzaifah radhiyallahu ‘anhuma bertanya kepada Nabi tentang kejelekan karena beliau takut kejelekan itu akan menimpanya. Ini menunjukkan bahwa tidak cukup seseorang itu hanya mempelajari kebaikan saja. Bahkan merupakan keharusan baginya untuk mengetahui kejelekan agar dia terhindar darinya. Jika dia tidak mengetahui kejelekan, maka dikhawatirkan dia akan terjatuh ke dalam kejelekan tersebut. Seorang penyair berkata :

Aku mengetahui kejelekan bukan untuk aku lakukan, tapi agar aku terhindar darinya.

Dan barangsiapa yang tidak mengetahui kejelekan dari kebaikan, maka dia akan terjerumus padanya.

Maka merupakan suatu keharusan bagi seseorang untuk mempelajari dan mengetahui kebenaran beserta dalil-dalilnya sekaligus mengetahui kejelekan beserta kerancuan-kerancuannya, agar ia selamat dari kejelekan. Selain itu juga, agar ia bisa memperingatkan manusia dari kejelekan itu. Memperingatkan manusia dari kejelekan merupakan bentuk kecintaan seorang muslim terhadap saudara muslim yang lain. Ketika seorang muslim benci untuk melakukan kejelekan, maka demikian juga dia benci saudaranya melakukan kejelekan itu. Jika seseorang tidak mengetahui kejelekan, maka bagaimana dia mampu menghindar darinya dan bagaimana pula dia mampu memperingatkan manusia dari kejelekan ?!

Dari uraian di atas kita mengetahui bahwa tujuan mempelajari dan mengetahui kejelekan adalah :

1️⃣
Agar dirinya terhindar dari kejelekan itu.
2️⃣
Untuk memperingatkan dan menyelamatkan orang lain dari kejelekan itu.

Keadaan Manusia Pada Masa Jahiliah

Yang dimaksud jahiliah disini adalah masa atau zaman sebelum diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Sebelum diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, manusia seluruhnya berada dalam kesesatan dan kekufuran. Hal ini disebabkan risalah orang-orang terdahulu telah terhapus dan sirna. Orang-orang Yahudi telah mengubah kitab mereka, yaitu Taurat. Mereka telah memasukkan kekufuran, kesesatan, dan perkara-perkara keji lainnya ke dalam Taurat.

Demikian juga orang-orang Nashara. Mereka menyelewengkan kitab Injil. Kisahnya, ketika itu ada seseorang yang bernama Buls atau Syawul. Dia adalah seorang Yahudi yang dengki kepada Nabi Isa ‘alaihi as-Salam. Dia berusaha untuk melakukan makar dan tipu daya untuk merusak agama Nabi Isa ‘alaihi as-Salam, dengan menampakkan iman kepada Nabi Isa. Dia mengaku menyesal telah memusuhi Nabi Isa dan mengaku telah bermimpi, sehingga dia beriman kepada Nabi Isa. Orang-orang Nashara pun membenarkan apa yang dia katakan. Kemudian dia membawa Injil yang Allah turunkan kepada Nabi Isa. Ternyata dia memasukkan ke dalam kitab Injil tersebut peribadatan kepada berhala-berhala, kesyirikan serta kekufuran. Dia memasukkan aqidah at-Tatslits (paham trinitas), berikut aqidah bahwa Nabi Isa adalah anak Allah atau beliau adalah Allah dan peribadatan kepada salib. Orang-orang Nashara pun membenarkan bahwa Buls adalah orang yang berilmu (alim), seorang mukmin dan menjulukinya dengan ar-Rasul Buls (utusan Nabi Isa ‘alahi as-Salam) menurut sangkaan mereka.

Yang  diinginkan oleh orang ini adalah merusak agama Nabi Isa ‘alaihi as-Salam dan telah terwujud apa yang dia inginkan. Sungguh telah rusak agama Nabi Isa karena telah masuk padanya penyembahan kepada berhala-berhala, keyakinan trinitas, keyakinan bahwa Isa adalah anak Allah atau beliau adalah Allah, kemudian orang-orang Nashara pun mengikutinya.

Demikianlah keadaan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara) sebelum diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Kebanyakan mereka telah menyimpang dari agama Allah Ta’ala. Hanya tersisa sedikit dari mereka yang berada di atas agama yang masih murni, namun mereka ini pun akhirnya musnah.

Adapun orang-orang Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, maka mereka ada dua kelompok. Satu kelompok mengikuti agama-agama terdahulu seperti agama Yahudi, Nasrani dan Majusi. Kelompok yang lain di atas agama Hanifiah, yaitu agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihima as-Salam, terlebih yang tinggal di daerah Hijaz, Makkah al-Mukarramah. Sampai kemudian muncul di kalangan mereka seseorang yang dikenal dengan nama ‘Amr bin Luhai al-Khuza’i. Orang ini dahulu adalah seorang raja Hijaz yang menampakkan kebaikan dan ibadah. Tatkala dia pergi ke Syam untuk berobat, dia mendapati penduduk Syam beribadah kepada berhala-berhala dan dia pun menganggap hal itu adalah kebaikan. Kemudian dia kembali dari Syam dan membawa berhala-berhala. Selain itu, dia juga menggali berhala-berhala yang telah terkubur pada zaman setelah kaum Nabi Nuh ‘alaihi as-Salam, yaitu berhala Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, Nasr dan selainnya.

Berhala-berhala tersebut sebelumnya telah sirna dan terkubur di dalam bumi, disebabkan adanya banjir. Kemudian datang syaithan menunjukkan lokasi berhala-berhala tersebut. Kemudian dilakukan penggalian dan dikeluarkanlah berhala-berhala tersebut, lalu dibagikan kepada kabilah-kabilah Arab untuk diibadahi dan mereka pun menerimanya. Maka masuklah kesyirikan di negeri Hijaz dan selainnya dari negeri-negeri Arab dan berubahlah agama Nabi Ibrahim akibat perbuatan ‘Amr bin Luhai al-Khuza’i.

Disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) : “Aku melihat ‘Amr bin Luhai al-Khuza’I sedang menarik isi perutnya (usus) di neraka dan dia adalah orang yang mengadakan kesyirikan.”

Di dalam lafazh yang lain : “…dan dia telah mengubah agama Ibrahim.”

Juga diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Abu Hurairah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam,beliau bersabda (artinya) : “…Sesungguhnya dialah orang pertama yang mengubah agama Ismail.” (Silsilah ash-Shahihah 4 / 243)

Demikianlah keadaan manusia sebelum diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata, baik Ahlul Kitab (Yahudi dan Nashara) atau orang-orang Arab dan juga selainnya dari penduduk bumi, kecuali sedikit dari orang-orang Ahlul Kitab yang mereka masih berada di atas agama yang benar, akan tetapi mereka ini pun akhirnya musnah.

Pentingnya Mengetahui Perkara Jahiliah

Dari uraian di atas, menggambarkan kepada kita betapa rusak dan jeleknya keadaan manusia pada saat itu (masa jahiliah). Mereka berada dalam kegelapan yang pekat, kejahiliahan yang sempurna, musnahnya sisa-sisa risalah, adanya kesyirikan dan kekufuran serta berbagai macam kerusakan-kerusakan yang lain.

Dalam keadaan demikian, Allah Ta’ala mengutus Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi Wasallam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam merupakan kenikmatan yang Allah Ta’ala karuniakan kepada hamba-hambaNya. Kenikmatan ini merupakan kenikmatan terbesar, bahkan merupakan pokok dari kenikmatan. Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman, yaitu tatkala Allah mengutus di tengah mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Ali ‘Imran : 164).

Diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam merupakan kenikmatan terbesar, bahkan merupakan pokok (asal) dari kenikmatan. Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjelaskan dan menunjukkan kebaikan-kebaikan yang akan menyampaikan umatnya kepada Allah Ta’ala. Beliau juga menjelaskan kejelekan-kejelekan dan memperingatkan manusia darinya. Termasuk perkara-perkara yang beliau peringatkan adalah perkara-perkara jahiliah. Maka setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, sirnalah jahiliah secara umum dan kemudian tersebarlah ilmu. Sirnalah kebodohan sehingga tidak ada lagi jahiliah secara umum.

Adapun sebagian perkara jahiliah, maka ini ada pada sebagian orang, suku atau negeri, yang disebabkan karena kebodohan dan ketidaktahuan tentang perkara-perkara jahiliah itu sendiri.

Sehingga merupakan perkara yang sangat penting bagi kaum muslimin untuk mengenal dan mengetahui perkara-perkara jahiliah, agar terhindar darinya dan tidak terjatuh padanya. Selain itu, dengan mengetahui perkara jahiliah kaum muslimin akan mengetahui keutamaan-keutamaan Islam, sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair :

Sesuatu akan nampak jelas kebaikanya dengan lawannya.

Dengan mengetahui lawannya akan jelas segala sesuatu.

Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Dikhawatirkan akan terlepas ikatan-ikatan Islam, jika tumbuh di dalam Islam orang-orang yang tidak mengetahui jahiliah.”

Penutup

Mengetahui perkara-perkara jahiliah adalah suatu hal yang sangat penting agar kita terhindar darinya. Sungguh betapa banyak orang yang terjatuh pada perkara-perkara jahiliah disebabkan karena mereka tidak mengetahuinya. Maka pada edisi-edisi mendatang, insya Allah akan kami sampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perkara-perkara jahiliah. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik dan kemudahan kepada kita untuk mempelajari perkara-perkara jahiliah dan menjauhkan kita darinya.

Wallahu a’lamu bish-Shawab.

(Dinukil dari kitab Syarh Masail al-Jahiliyyah karya asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah dengan beberapa tambahan dan penyesuaian).
Oleh:
admin daarulihsan