Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

kisah nabi shalih ‘alaihi as-salam

9 tahun yang lalu
baca 8 menit
بِسمِ اللهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

Kisah Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam

matahari asy-asyamsy

Beliau merupakan seorang rasul keturunan Nabi Nuh ‘alaihi as-Salam dari jalur Sam. Sam sendiri adalah salah satu dari 4 putra Nabi Nuh, yang semuanya selamat dalam peristiwa banjir, kecuali Kan’an.

Nabi Shalih diutus oleh Allah kepada kaumnya yang dikenal dengan sebutan Tsamud. Penamaan Tsamud diambil dari nama salah satu leluhur mereka yang bernama Tsamud bin ‘Abir bin Iram bin Sam bin Nuh. Kaum Tsamud tinggal di daerah lembah bernama Hijr yang terletak antara Makkah dan Tabuk.

Kehidupan Kaum Tsamud Sebelum Diutusnya Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam

Asy-Syaikh al-‘Allamah Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa kaum Tsamud adalah komunitas yang memelihara binatang ternak yang sangat banyak, memiliki ladang dan pertanian. Limpahan kenikmatan terus mereka dapatkan. Mereka juga mendirikan istana-istana penuh hiasan di tanah yang datar dan memahat gunung-gunung batu untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Mereka berbangga diri dengan kenikmatan itu semua, hingga akhirnya kufur dan beribadah kepada selain Allah.(Dicuplik dari Qashashul Anbiya’)

Perjuangan Dakwah Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam

Asy-Syaikh as-Sa’di melanjutkan bahwa Allah mengutus Nabi Shalih yang masih memiliki pertalian nasab dengan kaum Tsamud. Kaum Tsamud pun mengenal nasab, kedudukan, keutamaan, kejujuran dan amanah Nabi Shalih. Nabi Shalih mengajak kaumnya agar kembali ke jalan Allah, memurnikan peribadatan hanya kepada Allah, meninggalkan apa yang mereka ibadahi selain Allah dan mengingatkan kenikmatan-kenikmatan Allah kepada mereka.(Lihat Qashashul Anbiya’)

Perjuangan dakwah Nabi Shalih disebutkan oleh Allah Ta’ala melalui beberapa ayat-Nya, diantaranya :

  1. Surat Al A’raf ayat ke-73  yang artinya : “Dan kepada kaum Tsamud,(Kami telah mengutus) saudara mereka (yaitu) Shalih.Ia berkata : “Wahai kaumku, beribadahlah kalian kepada Allah yang tidak ada bagi kalian satu pun sesembahan selain-Nya…”

    Kemudian pada ayat ke-74, Allah mengisahkan (artinya) : “Dan ingatlah kalian tatkala Dia (Allah) menjadikan kalian sebagai para pengganti yang berkuasa setelah kaum ‘Ad dan memberikan kalian tempat di bumi ini.Kalian dirikan istana-istana di tanah-tanah yang datar dan kalian pahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah.Maka ingatlah kenikmatan-kenikmatan Allah tersebut dan janganlah kalian merajalela di muka bumi membuat kerusakan”.

  2. Surat Asy Syu’ara’ ayat ke-142 hingga 152 yang artinya : “Ketika saudara mereka (yaitu) Shalih berkata kepada mereka : “Mengapa kalian tidak bertakwa ?” Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan yang diutus kepada kalian”. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan taatlah kepadaku”. Dan aku sekali-kali tidak meminta upah kepada kalian  atas ajakan ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam”. Akankah kalian akan dibiarkan tinggal disini dengan aman”. Di dalam kebun-kebun dan mata air”. Dan tanaman-tanaman serta kurma yang mayangnya lembut”. Dan kalian pahat gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin”. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan taatlah kepadaku”. Dan janganlah kalian menaati perintah orang-orang yang melampaui batas”. Yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan.”

Dari 2 ayat di atas, kita dapat mengetahui upaya Nabi Shalih dalam mendakwahi kaumnya dalam bentuk :

    1. Mengajak kepada tauhid dalam peribadatan dan mencegah dari kesyirikan.
    1. Mengajak untuk bertakwa kepada Allah dan mengikuti beliau (ittiba’).
    1. Meyakinkan kepada kaumnya bahwa beliau adalah benar-benar utusan Allah yang terpercaya.
    1. Meyakinkan kepada kaumnya bahwa beliau ikhlas dalam berdakwah, tidak berharap balasan dari manusia.
    1. Mengingatkan kepada kaumnya tentang beragam kenikmatan duniawi yang Allah limpahkan kepada mereka.
    1. Memperingatkan kaumnya agar jangan mengikuti orang-orang jelek yang melampaui batas.
  1. Mengisyaratkan bahwa perbuatan syirik merupakan bentuk pengrusakan di muka bumi.

Sikap Kaum Tsamud Terhadap Dakwah Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam

Namun apakah kaum Tsamud percaya kepada Nabi Shalih yang telah berjuang mendakwahi mereka ? Jawabannya : Kaum Tsamud terpecah menjadi 2 golongan sejak munculnya dakwah tauhid yang ditegakkan Nabi Shalih :

  1. Golongan yang menentang dakwah tauhid dan mereka ini mayoritas.
  2. Golongan yang menyambut dakwah tauhid dan mereka ini minoritas.

Para penentang Nabi Shalih yang terdiri dari para tokoh masyarakat berkata kepada para pengikut beliau yang berasal dari orang-orang lemah : “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang tidak percaya kepada apa yang kalian imani itu”. Bahkan para penentang ini langsung berkata kepada Nabi Shalih : “…dan sesungguhnya kami benar-benar dalam keraguan yang menggelisahkan terhadap apa yang engkau serukan kepada kami”. Mereka melecehkan beliau dengan mengatakan : “Hanyalah engkau ini adalah salah seorang yang terkena sihir. Tidaklah engkau melainkan manusia biasa seperti halnya kami…”Mereka juga berkata : “Bagaimana kita akan mengikuti begitu saja satu manusia biasa diantara kita ? Sesungguhnya kami bila begitu, maka (kami) benar-benar dalam kesesatan dan kegilaan. Apakah wahyu itu hanya diturunkan kepadanya diantara kita ? Sebenarnya dia adalah seorang pendusta lagi sombong.”.Mereka menganggap sial atas keberadaan Nabi Shalih dan para pengikut beliau tatkala sebagian kebutuhan duniawi mereka terhalang.

Adapun dalih penentangan mereka terhadap Nabi Shalih adalah terlanjur fanatik terhadap kesyirikan yang diwariskan dari leluhur mereka, mengukur kebenaran dengan keberadaan Nabi Shalih yang seorang diri menyampaikan dakwah dan menganggap beliau tidak lain adalah manusia biasa seperti mereka.

Mukjizat Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam

Untuk semakin memperjelas benarnya dakwah yang diserukan oleh Nabi Shalih dan kerasulan beliau, Allah memberikan mukjizat kepada beliau. Mukjizat ini awalnya sebagai jawaban atas permintaan kaum beliau.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menukilkan pernyataan para ahli tafsir bahwa pada suatu hari kaum Tsamud berkumpul di tempat pertemuan mereka. Datanglah Nabi Shalih mengajak mereka ke jalan Allah, mengingatkan kenikmatan, memperingatkan dari siksa, menasihati dan menyampaikan perintah. Lantas mereka mengisyaratkan kepada sebuah batu dan berkata : “Jika saja engkau dapat mengeluarkan dari batu ini seekor unta betina dengan sifat demikian dan demikian”. Mereka pun berlebih-lebihan dalam memberikan sifat pada unta tersebut dan hendaknya unta tersebut dalam keadaan bunting pada masa yang panjang. Nabi Shalih pun berkata : “Apakah jika aku memenuhi apa yang kalian minta ini, maka kalian akan beriman terhadap apa yang aku bawa dan membenarkan apa yang aku diutus dengannya ?”Maka mereka menjawab : “Ya”. Akhirnya Nabi Shalih mengambil perjanjian dan kesepakatan tersebut dengan mereka. Beliau pun menuju tempat shalat untuk menunaikan shalat sesuai yang telah ditentukan lalu berdoa kepada Allah agar mengabulkan permintaan kaumnya. Allah pun memerintahkan batu yang telah diisyaratkan agar mengeluarkan unta besar, berpunuk besar dan bunting sesuai apa yang diminta kaum Tsamud. Tatkala mereka menyaksikan hal itu dengan mata kepala mereka, mereka pun melihat sebuah perkara yang besar, pemandangan yang luar biasa, kekuasaan yang terang benderang, petunjuk yang jelas dan keterangan yang gamblang. Berimanlah banyak diantara mereka tapi kebanyakannya tetap bersikukuh di atas kekufuran, kesesatan dan penentangan.(Lihat al-Bidayah Wa an-Nihayah, Maktabah Syamilah)

Nabi Shalih memberi ketentuan kepada kaumnya agar mereka bergiliran mengambil air sumur dengan unta, membiarkan unta tersebut makan di bumi Allah dan jangan mengganggu unta tersebut. Beliau mengingatkan mereka apabila unta tersebut diganggu, maka akan tiba azab pedih dari Allah. Unta ini pun menjadi mukjizat bagi Nabi Shalih ‘aliahi as-Salam.

Penghinaan Kaum Tsamud Terhadap Mukjizat Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam 

Ternyata ketentuan yang diberikan Nabi Shalih agar ada pembagian air sumur antara kaum Tsamud dengan unta beliau, lama kelamaan dirasa berat oleh mereka. Mereka merasa kurang mendapatkan air yang melimpah. Mereka pun bersepakat untuk membunuh unta Nabi Shalih. Tampillah salah seorang pemuka mereka bernama Qudar bin Salif untuk melaksanakan tindakan keji tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mensifati pembunuh unta ini sebagai orang yang jarang ada tandingannya, banyak kejelekannya dan memiliki pengaruh besar bagi kaumnya. Akhirnya orang ini berhasil menangkap unta Nabi Shalih dan membunuhnya. Mereka sempat menantang Nabi Shalih agar didatangkan azab jika membunuh unta beliau. Menanggapi tantangan tersebut, Nabi Shalih berkata kepada mereka : “Bersuka rialah kalian di rumah kalian selama 3 hari. Itu adalah adalah janji yang tidak dapat didustakan”.

Rencana Jahat Kaum Tsamud Terhadap Nabi Shalih ‘alaihi as-Salam

Tidak cukup dengan membunuh unta Nabi Shalih. Mereka pun berencana lebih jahat lagi, yaitu membunuh beliau. Allah menceritakan rencana jahat ini yang artinya : “Dan adalah di kota tersebut (kota Al Hijr) terdapat 9 orang pria yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak berbuat perbaikan”. Mereka berkata : “Saling bersumpahlah kalian dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerang dia (Nabi Shalih) dan keluarganya di malam hari. Lalu kita katakan kepada ahli waris dia bahwa kita tidak menyaksikan kematian keluarganya. Sesungguhnya kita adalah benar-benar orang yang jujur.” (An Naml : 48-49)

Kesudahan Kaum Tsamud

Akan tetapi rencana jahat yang satu ini tidaklah berhasil mereka wujudkan. Sembilan orang ini tertimpa batu dari puncak gunung ketika tengah mengambil kesempatan membunuh Nabi Shalih. Sembilan orang ini pun binasa. Setelah itu tepat 3 hari, Allah wujudkan janji Rasul-Nya untuk menimpakan azab kepada kaum Tsamud. Bahkan 2 azab besar, Allah timpakan kepada mereka, yaitu :

  1. Suara keras menggelegar dari langit yang berada di atas mereka, sebagaimana Allah nyatakan (artinya) : “Dan suara keras menggelegar menimpa orang-orang zalim tersebut, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumah mereka”.(Hud : 67)
  2. Gempa dahsyat dari bumi yang berada di bawah mereka, sebagaimana Allah beritakan (artinya) : “Maka gempa bumi menimpa mereka, lalu jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di rumah mereka”.(Al A’raf : 78)

Demikianlah kesudahan kaum Tsamud. Meski mereka memiliki fisik yang sangat kuat hingga sanggup memahat gunung-gunung batu dan tinggal di dalam rumah batu yang sangat kokoh, akan tetapi azab Allah jauh lebih besar dibandingkan itu semua. Apalah arti kekuatan materi, jika mereka berbuat zalim kepada Allah, Rasul-Nya sekaligus mukjizat Rasul-Nya. Sebaliknya para pengikut Nabi Shalih yang dianggap lemah dan berjumlah minoritas, justru Allah selamatkan dari azab tatkala mereka beriman dan mengikuti jalan Rasul-Nya.

Wallahu a’lamu bish-Shawab

Oleh:
admin daarulihsan