Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihi as-Salam
Tidak sedikit Al Qur’an menyebutkan kisah dan keteladanan Nabi Ibrahim ‘alaihi as-Salam. Kisah yang banyak memberikan pelajaran berharga bagi seseorang yang bersedia mendalaminya dan keteladanan bagi seseorang yang benar-benar mengharap kemuliaan. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam sebagai suri teladan pun diperintah oleh Allah untuk meneladani Nabi Ibrahim. Allah berfirman (artinya) : “Kemudian Kami wahyukan kepadamu : “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah dari golongan musyrikin”.(An Nahl : 123)
Kita pun tak luput dari perintah meneladani Nabi Ibrahim.Allah berfirman (artinya) : “Katakanlah : “Maha Benar Allah”. Maka kalian ikuti agama Ibrahim yang lurus dan dia bukanlah dari golongan musyrikin”.(Ali Imran : 95)
Beliau merupakan Abu al-Hunafa’ (Bapaknya Orang-orang Yang Lurus Tauhidnya), karena ketokohan beliau dalam berpegang teguh dengan tauhid dan menentang kesyirikan. Beliau juga merupakan Abu al-Anbiya’ (Bapaknya Para Nabi), karena para nabi yang datang setelah beliau berada di garis keturunannya, tak terkecuali Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.
Nama besar Nabi Ibrahim juga diakui oleh orang-orang Yahudi, Nasrani dan kaum musyrikin. Bahkan tiap-tiap dari mereka mengklaim bahwa Nabi Ibrahim berada di atas agama mereka .Namun sayangnya hal itu sekedar pengakuan tanpa dibuktikan dengan mengikuti agamanya Nabi Ibrahim yang lurus. Tentu saja yang ada pada mereka adalah kedustaan murni. Demikian ini sebagaimana di dalam Surat Ali Imran ayat ke-67.
Nasab & Masa Muda Beliau
Beliau bernama Ibrahim bin Azar (Tarah) bin Nahur bin Syarukh bin Raghu’ bin Falakh bin ‘Abar bin Syalakh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.Dari rangkaian nasab ini, kita dapat mengetahui bahwa Nabi Ibrahim masih memiliki garis keturunan dengan Nabi Nuh ‘alaihima as-Salam. Nabi Ibrahim memiliki wajah sangat tampan mirip Nabi Muhammad ‘alaihima ash-Shalatu Wa as-Salam. Beliau memiliki istri bernama Sarah yang darinya lahir Nabi Ishaq, dan budak wanita Mesir bernama Hajar yang darinya lahir Nabi Ismail. Beliau memiliki keponakan sekaligus murid bernama Luth, yang di kemudian hari diutus oleh Allah sebagai rasul di dataran rendah Palestina bernama Sodom.
Sejak masih belia, Allah telah memberikan pemahaman yang lurus dan sifat bijak kepada Nabi Ibrahim. Allah pun telah memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya kepada beliau, sehingga dapat mencapai tingkat keyakinan yang sangat tinggi. Dengan itu, beliau memiliki bekal yang mapan untuk kemudian mengemban misi dakwah di tengah kaumnya.
Dari sini kita mengetahui bahwa anggapan kalau ketika muda Nabi Ibrahim pernah mencari hakikat kebenaran Rabb-nya yang itu menunjukkan beliau belum mengenal Rabb-nya , maka anggapan tersebut adalah batil, sama sekali tidak berdasarkan dalil.
Dakwah Beliau
Beliau pertama kali berdakwah kepada ayahnya, yaitu Azar (Tarah). Beliau berdakwah kepada ayahnya dengan argumen yang ilmiah dan cara santun, sebagaimana tersebut di dalam Surat Maryam ayat ke-42 hingga 48. Namun sayang sekali, ayah ternyata berbuat durhaka kepada sang anak, bahkan durhaka kepada Allah. Ayah durhaka ini menentang bahkan mengancam sang anak dengan rajam. Di dalam Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa Nabi Ibrahim akan melihat ayahnya di akherat kelak dalam wujud anjing hutan yang berbulu lebat dan berlumuran dengan kotorannya, lalu dipegang kaki dan tangannya hingga akhirnya dilempar ke neraka.
Beliau juga berdakwah di tengah kaumnya yang beribadah kepada selain Allah dengan argumen yang ilmiah dan mudah dipahami oleh mereka. Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam Surat Al An’am ayat ke-74 hingga 83, Surat Al Anbiya’ ayat ke-52 hingga 67, Surat Asy Syu’ara’ ayat ke-70 hingga 82 dan Surat Al ‘Ankabut ayat ke-16 hingga 25. Akan tetapi keadaan kaumnya juga sama dengan ayahnya. Mereka semua memusuhi dakwah tauhid yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim. Bahkan permusuhan mereka memuncak hingga Nabi Ibrahim mereka masukkan ke api besar. Namun Allah Yang Maha Kuasa menggagalkan kejahatan mereka dan menyelamatkan beliau, sebagaimana dinyatakan di dalam Surat Al Anbiya’ ayat ke-68 hingga 69 dan Surat Al ‘Ankabut ayat ke-24.
Beliau juga sempat berdakwah kepada seorang raja yang mengaku sebagai tuhan di masa itu.Beliau dengan sangat mudahnya mematahkan pengakuan ketuhanan raja tersebut hingga terdiam seribu bahasa. Allah kisahkan hal itu di dalam Surat Al Baqarah ayat ke-258. Para ulama tafsir menyebutkan bahwa raja tersebut bernama Numrud yang berada di Babilonia (selatan Irak).
Hijrah Beliau Ke Negeri Syam
Setelah mendapatkan permusuhan dari kaumnya, Nabi Ibrahim bersama Sarah dan Nabi Luth berhijrah ke negeri yang diberkahi Allah, yaitu Syam. Syam sekarang terpecah menjadi 4 negara, yaitu : Suriah, Palestina, Lebanon dan Yordania. Beliau berhijrah ke negeri tersebut agar lebih memungkinkan untuk beribadah semata-mata kepada Allah dan menegakkan dakwah. Di negeri itulah beliau dihadiahi oleh Sarah berupa budak wanita Mesir bernama Hajar, yang kemudian darinya lahir Ismail ‘alaihi as-Salam. Perlu diketahui bahwa Nabi Ibrahim bersama Sarah pernah singgah ke Mesir lalu kembali ke Syam lagi dengan membawa banyak harta benda, termasuk budak wanita milik Sarah bernama Hajar.
Kepergian Beliau ke Kota Makkah
Atas permintaan Sarah, Nabi Ibrahim memindahkan Hajar ke tempat lain. Nabi Ibrahim pun menuju kota Makkah membawa Hajar dan Ismail yang ketika itu masih menyusui. Makkah saat itu adalah kota yang gersang, tidak ada air padanya, rumah, penduduk dan tidak pula pertanian. Nabi Ibrahim pun meninggalkan Hajar dan Ismail di negeri yang seperti itu keadaannya atas perintah Allah. Mengetahui bahwa itu adalah perintah Allah, Hajar pun yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan diri dan putranya. Di tengah perjalanan meninggalkan istri dan putranya, Nabi Ibrahim sempat memanjatkan doa sebagaimana tertera pada Surat Ibrahim ayat ke-37.
Selama ditinggal oleh Nabi Ibrahim, Hajar dan Ismail sempat mengalami kehausan hingga beliau berlari-lari dari Shafa ke Marwah sebanyak 7 putaran, siapa tahu ada seseorang yang dapat menolongnya. Ternyata beliau tidak melihat seorang pun. Tepat pada putaran ke-7, beliau mendengar suara yang ternyata ada malaikat Jibril ‘alaihi as-Salam sedang menggali tanah hingga keluar air. Hajar pun sangat bergembira dan menciduk air tersebut. Setelah diciduk, air itu justru memancar. Beliau pun membuat batas bagi air tersebut agar tidak bergeser ke tempat lain.Air ini pun akhirnya dikenal dengan air Zamzam dengan sumurnya yang terus memancar hingga saat ini. Sedangkan peristiwa larinya Hajar dari Shafa ke Marwah sebanyak 7 putaran akhirnya menjadi sebuah amalan dari manasik umrah dan haji, yaitu sa’i.
Singkat cerita, akhirnya kota Makkah didatangi oleh kabilah Jurhum hingga menetap di sana dan bahkan mengajak kerabat mereka untuk menetap bersama mereka. Ismail yang ketika itu mulai menginjak usia muda lalu belajar Bahasa Arab kepada mereka dan mereka pun kagum kepada keluhuran akhlak beliau. Lantas mereka menikahkan salah satu dari wanita mereka dengan beliau. Di masa itu pula, Hajar meninggal dunia.
Peristiwa Nabi Ibrahim Bersama Sang Putra, Nabi Ismail ‘alaihima as-Salam di Kota Makkah
Beberapa kali Nabi Ibrahim mengunjungi kota Makkah namun tidak menjumpai sang putra. Pada akhirnya, kedua nabi yang mulia ini bertemu layaknya pertemuan antara ayah dengan anak yang penuh belas kasih dan kerinduan.
Ada beberapa peristiwa yang terjadi ketika Nabi Ibrahim bersama sang putra di kota Makkah, yaitu :
1) Membangun Ka’bah.
Ini adalah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang kemudian didukung oleh sang putra. Nabi Ibrahim yang membangun Ka’bah, sedangkan sang putra yang membawakan batu-batunya. Ketika membangun rumah yang suci ini, mereka berdua sempat mengucapkan doa sebagaimana tertera di dalam Surat Al Baqarah ayat ke-127 hingga 129. Usai membangun Ka’bah, Nabi Ibrahim diperintah oleh Allah untuk menyeru manusia agar berhaji menuju Ka’bah dan ternyata manusia dari berbagai penjuru tempat berbondong-bondong ke tempat mulia tersebut. Seruan berhaji yang awalnya adalah seruan Nabi Ibrahim ini pun akhirnya senantiasa disambut oleh manusia dari penjuru dunia hingga saat ini.
2) Syariat kurban.
Peristiwa bersejarah ini Allah sebutkan melalui Surat Ash Shaffat ayat ke-102 hingga 107. Peristiwa ini pun akhirnya menjadi ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam yang sarat kemuliaan, yaitu ibadah kurban.
Peristiwa Nabi Ibrahim Bersama Sang Istri, Sarah ‘alaihima as-Salam di Negeri Syam
Kembali kita ke negeri Syam, terkait sebuah peristiwa yang terjadi pada diri Nabi Ibrahim dan Sarah ‘alaihima as-Salam. Para malaikat dalam wujud manusia bertamu ke rumah Nabi Ibrahim dan beliau sangat memuliakan mereka. Nabi Ibrahim memiliki adab yang sangat mulia dalam menjamu tamu yang datang ke rumah beliau. Para malaikat tersebut adalah utusan Allah yang akan menghancurkan kaum Nabi Luth yang sangat ingkar sekaligus memberitakan akan lahirnya seorang bayi dari Sarah. Dua perkara ini mereka utarakan langsung kepada Nabi Ibrahim pada saat itu. Dua perkara yang menunjukkan kekuasaan Allah ‘Azza Wa Jalla. Pada awalnya Sarah merasa heran atas berita lahirnya seorang bayi darinya karena dirinya adalah wanita yang mandul lagi lanjut usia.Namun tatkala Sarah mendengar bahwa lahirnya sang bayi tersebut adalah ketetapan dari Allah, maka pupuslah rasa herannya. Bayi yang lahir tersebut adalah Ishaq, yang kelak menjadi seorang nabi. Dari Ishaq akan muncul seorang bayi yang di kemudian hari menjadi seorang nabi juga. Bayi tersebut adalah Ya’qub (Israil) yang keturunan-keturunannya dikenal dengan nama Bani Israil. Nabi Ibrahim dan Sarah sendiri masih sempat menjumpai keberadaan sang cucu tersebut.
Kisah kedatangan tamu diatas telah disebutkan di dalam Surat Hud ayat ke-69 hingga 76, Surat Al Hijr ayat ke-51 hingga 60 dan Surat Adz Dzariyat ayat ke-24 hingga 37.
Keteladanan Nabi Ibrahim Dalam Kebaikan
Dari apa yang telah disebutkan di atas dan itu sebagiannya saja, kita dapat mengambil beberapa sifat terpuji yang ada pada diri Nabi Ibrahim ‘alaihi as-Salam, yaitu :
1) Berdakwah dengan argumen ilmiah dan diiringi sifat bijak.
2) Yakin, sabar dan kokoh dalam memegang kebenaran, meski harus menghadapi tantangan dari manusia.
3) Kerelaan berkorban untuk kebenaran.
4) Mendahulukan kecintaan terhadap kebenaran di atas kecintaan terhadap keluarga.
5) Memberikan perhatian besar untuk terwujudnya keturunan yang shalih.
6) Adab yang luhur dalam memuliakan tamu.
Wallahu a’lamu bish-Shawab