Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh Al Ustadz Utsman حفظه الله

fiqih ringkas ramadhan

5 tahun yang lalu
baca 8 menit
Fiqih Ringkas Ramadhan

Para pembaca rahimakumullah, bulan Ramadhan semakin dekat menghampiri kita. Oleh karenanya, kami hadiahkan materi berikut sebagai tambahan bekal menyambut bulan penuh berkah.

Definisi Puasa

Puasa dalam pandangan syariat ialah suatu ibadah kepada Allah dengan menahan diri dari hal hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar shodiq (yaitu fajar yang terdapat di sebelah timur yang membentang secara mendatar/horizontal, bukan yang berbentuk vertikal ) hingga terbenamnya matahari. Adapun sekedar munculnya mega merah di ufuk barat, ini bukan tanda berakhirnya waktu puasa.

Hukum Ibadah Puasa Ramadhan.

Allah ta’ala mewajibkan puasa Ramadhan bagi orang orang yang beriman sebagaimana dalam firman-Nya : “Hai orang orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang orang sebelum kalian, niscaya kalian akan bertakwa.” (Al Baqarah 183). Bahkan, puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang agung sebagaimana dalam hadits mulia, “Islam dibangun di atas lima perkara : persaksian bahwa tiada yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, penegakan shalat, penunaian zakat, haji dan puasa Ramadhan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Yang diwajibkan berpuasa.

Puasa diwajibkan bagi setiap muslim yang berakal, sudah baligh, mampu melakukan puasa dan bukan musafir. Bagi wanita ada tambahan syarat yaitu tidak dalam keadaan haidh atau nifas.

Yang boleh untuk tidak berpuasa karena suatu sebab syar’i (dibenarkan dalam syariat).

  1. Seorang musafir, walaupun si musafir ini tidak merasakan capek ketika safar. Dalilnya adalah surat Al Baqarah ayat ke-184.
  2. Orang sakit yang masih diharap kesembuhannya namun jika dia ber-puasa sakitnya bertambah parah atau tertunda kesembuhannya. Dalilnya juga ayat ke-184 dari surat Al Baqarah.
  3. Wanita hamil atau menyusui yang tidak mampu berpuasa atau dia mampu namun dikhawatirkan puasa sang ibu akan mengakibatkan bahaya bagi janin atau bayi yang disusui. Sebaliknya, jika sang ibu mampu berpuasa dan tidak mengakibatkan bahaya bagi anak maka wajib baginya untuk berpuasa. Untuk poin 1, 2 dan 3 ini, jika sudah hilang sebab yang membolehkannya untuk tidak berpuasa maka wajib mengganti di hari yang lain sejumlah hari yang dia tinggalkan di bulan Ramadhan.
  4. Orang tua yang karena tuanya sudah tidak mampu berpuasa lagi demikian pula orang sakit yang secara medis sulit disembuhkan. Untuk poin ke-4 ini, dia tidak perlu mengganti di hari lain-karena ketidakmampuannya-namun wajib membayar fidyah sesuai jumlah hari yang ditinggalkan. Fidyah ini berupa memberi makan sekali kepada seorang miskin sebagai ganti dari tiap hari yang ditinggalkan. Makanan yang diberikan ini tidak cukup sekedar makanan pokok saja melainkan disertai dengan menu pelengkapnya sebagaimana yang dimakan manusia sehari hari. Peringatan : tidak boleh membayar fidyah mendahului hari yang belum dilewati. Sebagai contoh, tidak boleh di awal Ramadhan dia membayar fidyah untuk 30 hari yang akan dia tinggalkan. Yang bisa dia lakukan misalnya setiap melewati 1 hari dari bulan Ramadhan memberi makan seorang miskin, atau setiap melewati 7 hari dari bulan Ramadhan dia membayar fidyah dengan memberi makan 7 orang miskin. Bisa juga di akhir Ramadhan dia membayar fidyah sekaligus atas seluruh hari yang telah dia tinggalkan.

Masuknya bulan Ramadhan.

Para pembaca rahimakumullah, syariat telah menentukan dua cara terkait masuknya bulan Ramadhan yaitu : melihat hilal atau menggenapkan hitungan bulan Sya’ban 30 hari dan tidak ada cara lain seperti dengan hitungan hisab dan sejenisnya. Kedua cara di atas tersebut dalam hadits yang mulia, “Jika kalian melihatnya (hilal Ramadhan) maka berpuasalah dan jika kalian melihatnya (hilal Syawal) maka berbukalah dan jika tertutupi atas kalian maka genapkanlah hitungan bulan Sya’ban 30 ( hari ).” (HR. al-Bukhary dan Muslim dengan lafazh al-Bukhary).

Wajibnya niat berpuasa Ramadhan sebelum terbitnya fajar shadiq.

Yang demikian karena ibadah puasa dimulai dari terbitnya fajar shadiq sedangkan niat merupakan syarat sahnya suatu amal maka wajib berniat puasa sebelum terbit fajar shadiq.

Masalah : apakah wajib memperbarui niat setiap malam dari bulan Ramadhan ?.

Pendapat yang kuat dalam masalah ini tidak wajib memperbaruinya. Pada asalnya setiap muslim yang mengerti kewajiban puasa Ramadhan dia akan berniat berpuasa sebulan penuh. Hukum ini berlaku selama orang tersebut tidak memutus rangkaian ibadah puasanya dengan suatu hari dari bulan Ramadhan yang dia berbuka padanya baik karena sakit, safar maupun sebab lainnya. Wallahu a’lam.

Peringatan : kebiasaan sebagian kaum muslimin di tiap malam bulan Ramadhan mengeraskan niat puasa dengan ucapan nawaitu shauma ghadin… atau ucapan semisalnya merupakan kebiasaan atau amalan yang tidak ada dalilnya baik dari Al Quran maupun hadits yang shahih sehingga dikhawatirkan termasuk perbuatan bid’ah yang tercela.

Pembatal Pembatal Puasa.

  1. Niat disertai ‘azm (tekad bulat)untuk membatalkan puasa.
  2. Makan dan minum dan termasuk dalam hal ini sesuatu yang masuk ke dalam lambung melalui hidung. Dalilnya adalah larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang berpuasa untuk tidak berlebihan dalam istinsyaq (menghirup air melalui hidung ketika berwudhu) Selain itu, sebagian ulama juga menggolongkan infus yang berfungsi sebagai pengganti makanan atau gizi sebagai pembatal puasa. Adapun infus yang berupa obat, maka tidak membatalkan insyaallah.
  3. Hubungan badan, termasuk di dalamnya mengeluarkan mani dengan sengaja disertai syahwat.
  4. Keluarnya darah dengan cara dibekam (hijamah). Dalilnya adalah hadits shahih yang artinya “Orang yang membekam dan yang dibekam berbuka.” (HR.Abu Dawud, an-Nasai dan lainnya, asy-Syaikh al-Albani menilainya shahih).
  5. Datangnya haidh atau nifas sebelum berakhirnya waktu puasa (sebelum tenggelam matahari) walau lima menit sebelum terbenamnya matahari.

Yang tidak membatalkan puasa.

  1. Cumbu rayu yang dilakukan suami istri selama tidak terjadi bertemunya dua khitan atau tidak sampai menyebabkan keluarnya sperma/air mani. Adapun jika yang keluar adalah madzi maka tidak membatalkan puasa. ‘Aisyah radhiyallahu’anha pernah mengisahkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menciumnya dalam keadaan beliau berpuasa. (HR.al-Bukhari Muslim). Namun demikian, sangat dianjurkan bagi mereka yang memiliki syahwat yang kuat untuk menjaga diri di siang hari bulan Ramadhan.
  2. Muntah, baik disengaja maupun tidak karena tidak ada dalil yang shahih sharih (yang shahih/benar dan jelas penunjukan maknanya) menunjukkan bahwa muntah termasuk pembatal puasa.
  3. Memulai puasa dalam keadaan junub, artinya ketika tiba waktu Subuh dia masih dalam keadaan junub (hadats besar). Dalilnya adalah apa yang dikisahkan oleh ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu Subuh tiba dalam keadaan beliau masih junub karena jima’ (yang beliau lakukan di malam hari), kemudian beliau mandi dan berpuasa. (HR.al-Bukhari Muslim).
  4. Melakukan sesuatu yang termasuk pembatal puasa dalam keadaan lupa. Dalilnya adalah hadits (artinya) : “Barangsiapa makan dan minum karena lupa padahal dia sedang berpuasa maka hendaklah menyempurnakan puasa karena tidak lain Allahlah yang memberinya makan dan minum.” (HR.al-Bukhari Muslim). Termasuk disini orang yang melakukannya karena tidak tahu, tidak sengaja atau dipaksa
  5. Seorang yang meneruskan makan sahur karena mengira fajar sodiq belum terbit-padahal sudah- atau seseorang yang berbuka karena mengira matahari sudah tenggelam-padahal belum- maka dalam dua keadaan ini puasanya tetap sah.
  6. Mengumpulkan ludah di dalam mulut kemudian menelannya kembali.
  7. Memakai pasta gigi. Walaupun tidak membatalkan, para ulama menasihatkan agar sebisa mungkin dihindari pemakaian pasta gigi di siang hari dari bulan Ramadhan karena pasta gigi memiliki sifat sangat mudah larut dan turun ke tenggorokan.
  8. Mencoba rasa dari masakan tidak membatalkan puasa terutama bagi mereka yang berkepentingan seperti seorang yang bekerja sebagai koki atau seorang ibu rumah tangga yang memasak sendiri.

Beberapa Sunnah Puasa.

  1. Menyegerakan berbuka puasa berdasar hadits yang artinya “Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR.al-Bukhari Muslim). Hanya saja, semangat untuk segera berbuka puasa jangan sampai mengakibatkan kita berbuka sebelum waktunya karena telah datang hadits yang memberi ancaman keras dalam hal ini. Orang yang berbuka sebelum waktunya akan digantung dalam keadaan terikat di bagian urat kakinya, robek kedua sisi mulutnya dan mengalir-lah darah darinya( HR.Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan lainnya; Syaikh al-Albani menilainya shahih dalam berbagai kitab beliau. Lihat Shahih at Targhib).
  2. Makan sahur dan mengakhirkannya selama tidak dikhawatirkan terbitnya fajar shadiq. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk makan sahur karena berbarokah (HR.al-Bukhari Muslim). Di sisi lain, makan sahur merupakan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa ahli kitab (HR.Muslim). Adapun anjuran mengakhirkan makan sahur dalilnya adalah ketika seorang shahabat yang pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya berapa jarak antara makan sahur beliau dengan shalat, maka dijawab sekitar waktu membaca 50 ayat. (HR.al-Bukhari Muslim). Syaikh Ibnu ‘Utsaimin men-jelaskan bahwa kadar waktu membaca 50 ayat sekitar 10-15 menit.
  3. Menjadikan kurma sebagai bagian dari makan sahur berdasarkan hadits, “Betapa bagusnya makan sahur seo-rang mukmin berupa kurma.” (Asy-Syaikh al-Albani menilai shahih hadits ini dalam berbagai kitab beliau seperti ash-Shahihah 562 dan lainnya).
  4. Menjaga perbuatan dan lisan. Walaupun hal ini dianjurkan setiap waktu, hanya saja ketika seorang berpuasa anjuran ini lebih ditekankan..Wallahua’lam…bersambung insyaallah..
Oleh:
Al Ustadz Utsman حفظه الله
Sumber Tulisan:
Fiqih Ringkas Ramadhan