Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

beribadah kepada para wali dan orang-orang shaleh

9 tahun yang lalu
baca 8 menit

kaligrafi-bismillahirrahmanirrahim-i3

BERIBADAH KEPADA PARA WALI DAN ORANG-ORANG SHALIH

         “Kami tidak beribadah kepada kubur karena ibadah itu untuk Allah Ta’ala.Kami hanya menjadikan orang-orang yang telah meninggal dunia (para wali dan orang-orang shaleh ) sebagai perantara antara kami dengan Allah Ta’ala, dan mereka adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah Ta’ala”.Demikianlah perkataan dan alasan para pengagung dan penyembah kubur terhadap apa yang mereka lakukan berupa peribadahan / penyembahan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia dari para wali ataupun orang-orang shaleh.

Para pembaca rahimakumullah, sesungguhnya apa yang mereka lakukan berupa pengagungan terhadap kubur dan keyakinan mereka menjadikan orang-orang yang telah meninggal dunia dari para wali atau orang-orang shaleh sebagai perantara (wasilah) atau sebagai pemberi syafa’at kepada mereka di sisi Allah merupakan salah satu perkara jahiliah.Bahkan ia merupakan perkara jahiliah paling besar dan paling membahayakan yang telah diingkari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.Sebagaimana para Rasul terdahulu,  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam memulai dakwah dengan mengajak manusia untuk memurnikan ibadah hanya untuk  Allah Ta’ala dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah Ta’ala.Ini merupakan pembuka dakwah para Rasul sekaligus pondasi yang dibangun di atasnya seluruh amalan.Jika pondasi ini rusak, maka tidak bermanfaat amalan, baik itu shalat, puasa, sedekah, haji maupun seluruh amalan ibadah.Jika pondasi ini rusak, yakni tidak ada tauhid, maka tidak ada lagi manfaat seluruh amalan karena kesyirikan telah merusak dan membatalkannya.

Kaum musyrikin Arab pada zaman jahiliah dahulu, mereka beribadah kepada Allah dan juga beribadah kepada selain Allah Ta’ala.Diantara bentuk peribadatan kepada selain Allah adalah beribadah kepada para wali dan orang-orang shaleh, sebagaimana hal itu pernah terjadi pada kaum Nabi Nuh ‘alaihi as-Salam.Kaum Nabi Nuh berbuat ghuluw (beribadah berlebihan) kepada orang-orang shaleh, yaitu : Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.Musyrikin Arab jahiliah menyembah kuburan orang-orang shaleh tersebut dengan dalih bahwa mereka adalah orang-orang shaleh yang kedudukannya dekat di sisi Allah.Mereka dapat mendekatkan diri para penyembahnya kepada Allah Ta’ala.Kaum musyrikin Arab mengatakan bahwa para wali dan orang-orang shaleh itu bukan sekutu bagi Allah.Mereka hanyalah hamba Allah Ta’ala yang dapat menjadi perantara bagi para penyembahnya dengan Allah, dan sebagai pemberi syafa’at kepada para penyembahnya di sisi Allah Ta’ala.Mereka juga mendekatkan diri para penyembahnya kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.Ini semua tidaklah mereka (kaum musyrikin Arab) namakan sebagai suatu kesyirikan.Sungguh syaithan telah menghiasi perbuatan mereka ini.

Para pembaca rahimakumullah, pijakan / patokan terhadap sesuatu bukanlah sekedar penamaan / istilah.Akan tetapi pijakan / patokan adalah hakikat / kenyataan.Hakikat yang mereka lakukan di atas merupakan kesyirikan, walaupun mereka menamakanya dengan istilah taqarrub (pendekatan diri) dan tasyaffu’ (pemberian syafa’at).Istilah tidaklah dapat mengubah hakikat / kenyataan.Sedangkan Allah Ta’ala  tidaklah ridha untuk disekutukan dengan sesuatu pun dalam peribadatan.Allah menyatakan dalam firman-Nya (artinya) : “…Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan agama bagi-Nya“. (QS.Az-Zumar : 2)

Dia Ta’ala berfirman (artinya) : “Dan tidaklah mereka di perintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya…“ (QS.Al Bayyinah : 5)

Dia berfirman (artinya) : “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya…“ (QS.Ghafir :14)

Dia juga berfirman (artinya) : “…Barangsiapa mengharapkan perjumpaan / melihat Rabbnya (Allah), maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabbnya“. (QS.Al Kahfi : 110)

Ayat-ayat di atas sangat jelas menunjukkan bahwa Allah Ta’ala memerintahkan untuk memurnikan ibadah hanya kepada-Nya, sekaligus larangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.Sehingga, peribadatan kepada para wali dan orang-orang shaleh yang telah meninggal dunia, beristighatsah, meminta perlindungan (isti’adzah), meminta kebutuhan-kebutuhan kepada mereka yang dilakukan para pengagung /  penyembah kubur pada masa sekarang, merupakan amalan yang mirip dilakukan oleh orang-orang Arab jahiliah dahulu.Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala  (artinya) : “Dan mereka (orang-orang musyrik Arab) menyembah kepada selain Allah yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan dan tidak pula kemanfaatan kepada mereka.Mereka berkata : “Mereka (selain Allah) itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah…“  (QS.Yunus : 18)

Demikianlah keadaan yang terjadi sekarang.Para Quburiyyun (penyembah kubur) jika diajak dialog dan dilarang untuk beribadah kepada kubur, maka mereka akan mengatakan : “Kami tidak beribadah kepada kubur karena ibadah itu kepada Allah Ta’ala.Akan tetapi kami menjadikan para wali dan orang-orang shaleh itu sebagai perantara antara kami dengan Allah Ta’ala , dan mereka adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah Ta’ala”.Inilah sesungguhnya perkara yang Allah telah ingkari atas kaum musyrikin dahulu, sebagaimana Dia berfirman (artinya) : “Dan orang-orang yang mengambil perlindungan selain Allah berkata : “Kami tidak menyembah mereka (selain Allah) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya…“ (QS. Az Zumar : 3), dan sebagaimana pula pada QS. Yunus : 18 di atas.

Kaum musyrikin Arab dahulu tidaklah beribadah kepada para wali dan orang-orang shaleh karena keyakinan bahwa para wali dan orang-orang shalih tersebut mampu mencipta, memberi rizki, menghidupkan atau mematikan.Kaum jahiliah justru meyakini bahwa ini semua adalah hak Allah Ta’ala semata.Mereka beribadah kepada para wali  dan orang-orang shaleh agar dapat mendekatkan diri mereka kepada Allah Ta’ala dengan sedekat-dekatnya.Para Quburiyyun berkata : “Kami adalah hamba yang banyak berdosa, sedangkan mereka adalah orang-orang shaleh yang memiliki kedudukan di sisi Allah Ta’ala.Maka kami pun menginginkan dari mereka agar mereka menjadi perantara bagi kami di sisi Allah dalam taubat dan ibadah kami”. Demikianlah syaithan dari kalangan manusia dan jin telah menghiasi perbuatan mereka.Yang lebih mengherankan lagi adalah para Quburiyyun membaca Al-Qur’an dan melewati ayat-ayat di atas, namun tidak ada perhatian padanya, sehingga mereka terus melakukan peribadatan kepada selain Allah, yang sesungguhnya ini adalah amalannya musyrikin jahiliah yang telah diingkari oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.Alangkah samanya hari ini dengan kemarin Nas’alullaaha Al ’Aafiyah Wa As-Salaamah.

Dakwah Para Rasul Adalah Dakwah Kepada Tauhid

Para pembaca rahimakumullah, merupakan perkara yang paling besar dan paling berbahaya dari perkara-perkara jahiliah yang diingkari oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam adalah kesyirikan.Diantara bentuk kesyirikan adalah beribadah kepada wali atau orang-orang shaleh dengan menjadikan mereka sebagai perantara atau pemberi syafaat di sisi Allah.Hal ini ditunjukkan tatkala Allah mengutus Rasul-Nya kepada seluruh manusia.Beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam memulai dakwah dengan tauhid dan mengingkari kesyirikan.Beliau mengatakan : “Ucapkanlah Laa ilaaha illallaah, niscaya kalian akan beruntung”.  (HR.Ahmad).

Beliau juga berkata : “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan Laa ilaaha illallaah.Jika mereka mengucapkan itu, maka  terjagalah darah dan harta mereka“. (HR.al-Bukhari dan Muslim).

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam mendatangi manusia di perkumpulan-perkumpulan mereka dan di tempat tinggal mereka.Pada musim haji, beliau datang ke berbagai tempat, sebagaimana beliau pergi ke Thaif untuk mengajak mereka kepada tauhid, memurnikan ibadah hanya kepada Allah dan mengingkari kesyirikan.Inilah dakwah yang pertama kali diserukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.Hal ini karena tauhid adalah pondasi / asas agama.Maka demikian hendaknya seorang da’i.Hendaknya dia mementingkan perkara ini (tauhid) dan menjadikan dakwah kepada tauhid ini sebagai perkara paling penting dalam dakwahnya.Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengajak kepada keikhlasan (memurnikan ibadah hanya kepada Allah), dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah Ta’ala, termasuk peribadatan kepada para wali dan orang-orang shaleh atau selainnya.Inilah dakwah para Rasul, sebagaimana firman Allah Ta’ala (artinya) : “Dan Kami (Allah) tidaklah mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepada Rasul tersebut agar ia berseru : “Bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Aku (Allah), maka sembahlah Aku“. (QS. Al Anbiya’ : 25)

Juga firman-Nya (artinya) : “Dan sesungguhnya Kami (Allah) telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut (sesuatu yang disembah selain Allah)…“ (QS. An Nahl : 36)

Demikianlah manhaj (jalan) para Rasul ‘Alaihim ash-Shalatu Wa as-Salam.Mereka menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah Ta’ala saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.

Beribadah Kepada Allah Ta’ala Tidak Membutuhkan Perantara

Para pembaca rahimakumullah, Allah Ta’ala itu dekat lagi mengabulkan doa.Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.Allah Maha Penyayang dan menerima taubat hamba-Nya.Allah Ta’ala tidak memerintahkan kita untuk menjadikan perantara dalam doa dengan gambaran seperti di atas.Bahkan Allah memerintahkan kita untuk berdoa kepada Allah secara langsung.Allah mengatakan dalam firman-Nya : “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya…“ (QS.Ghafir : 14)

Juga firman-Nya : “Dan Rabb kalian berkata : “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu…“ (QS.Ghafir : 60)

Dari ayat-ayat di atas, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk berdoa kepada Allah secara langsung dan tidak memerintahkan kita untuk menjadikan perantara antara kita dengan Allah Ta’ala.Dari uraian di atas, kita ketahui bahwa apa yang dilakukan oleh Quburiyyun (baik masa dahulu maupun sekarang), berupa peribadatan kepada para wali atau orang-orang shaleh dengan menjadikan mereka sebagai perantara dan sebagai pemberi syafaat di sisi Allah Ta’ala adalah sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala.Sungguh hal ini telah diingkari oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, bahkan pertama kali yang diingkari oleh beliau.Dengan demikian wajib bagi kaum muslimin untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya.

Wallahu a’lamu Wa Billahi at-Taufiq

Oleh:
admin daarulihsan