Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

tafsir surat al bayyinah

9 tahun yang lalu
baca 8 menit

kaligrafi-bismillahirrahmanirrahim-i3

Tafsir Surat Al Bayyinah

            Surat ini banyak berbicara tentang keadaan orang-orang kafir, sekaligus hukuman yang Allah berikan kepada mereka tatkala mereka bersikukuh di atas kekafirannya. Keterangan dan bukti yang jelas telah datang kepada mereka, namun sebagian dari mereka menolak dan menentangnya.

            Lebih lengkapnya, kita simak sekilas penjelasan Surat Al Bayyinah di bawah ini :

Ayat pertama (artinya) : “Tidaklah orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan musyrikin itu dibiarkan begitu saja hingga datang kepada mereka bukti yang jelas”.

            Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Adapun Ahli Kitab, mereka adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani.Sedangkan musyrikin adalah para penyembah berhala dan api dari kalangan Arab maupun ‘Ajam (bukan Arab)”. (Tafsir Ibni Katsir)

            Dari ucapan beliau ini, kita dapat mengatakan bahwa orang Yahudi, Nasrani dan musyrikin di mana pun mereka berada adalah orang-orang kafir, meski pada asalnya ayat ini berbicara tentang orang-orang Yahudi dari Bani Quraizhah, Bani Nadhir dan Bani Qainuqa’ di kota Madinah serta orang-orang musyrik Quraisy di kota Makkah dan sekitarnya.

            Al-‘Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : “…orang-orang Yahudi dan Nasrani disebut Ahli Kitab karena lembaran-lembaran kitab mereka masih tersisa hingga diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam, bersama adanya penyelewengan dan pengubahan pada kitab-kitab tersebut. Akan tetapi mereka tetap saja disebut Ahli Kitab. Orang-orang Yahudi memiliki Taurat dan Nasrani memiliki Injil”. (Tafsir Juz ‘Amma)

            Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir tidak dibiarkan begitu saja di atas kekafirannya, tanpa diperintah dan dilarang. Allah pun mendatangkan bukti yang jelas kepada mereka berupa :           

Ayat kedua (artinya) : “(Yaitu) seorang utusan Allah yang membaca lembaran-lembaran yang disucikan”.

            Ya … bukti yang jelas berupa seorang utusan (Rasul) Allah.Tidak lain utusan tersebut adalah Nabi Muhammad bin Abdillah al-Qurasyi Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Berita tentang kedatangan Rasul ini sudah diketahui Ahli Kitab dari kitab mereka dan diketahui pula oleh musyrikin dari berita Ahli Kitab. Rasul tersebut benar-benar utusan Allah yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Al Qur’an yang telah beliau hafal. Ayat-ayat itu sendiri sebelumnya telah tercatat di lembaran-lembaran suci yang tidak bisa didekati oleh syaithan, yang berada di tangan para malaikat yang mulia.

Ayat ketiga (artinya) : “Yang di dalam lembaran-lembaran tersebut terdapat kitab-kitab yang lurus”.

            Di dalam lembaran-lembaran suci yang berada di tangan para malaikat tersebut juga terdapat kitab-kitab suci terdahulu yang masih murni dan lurus. Kitab-kitab terdahulu yang ternyata memberitakan datangnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam sekaligus kebenaran yang beliau bawa. Surat Al Fath ayat ke-29 menyebutkan bahwa kitab Taurat dan Injil telah memberitakan tentang keberadaan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam dan para sahabatnya dengan sifat mulia yang ada pada mereka.

Ayat keempat (artinya) : “Dan tidaklah orang-orang yang diberi kitab (Ahli Kitab) itu berpecah belah, melainkan setelah datang bukti yang jelas kepada mereka”.

            Di dalam ayat ini hanya disebut Ahli Kitab tanpa musyrikin karena Ahli Kitab memiliki ilmu tentang keberadaan bukti yang jelas ini, yaitu keberadaan utusan Allah bernama Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam, yang mereka dapatkan dari kitab mereka. Kalau ternyata mereka berpecah belah padahal mereka memiliki kitab, maka selain mereka yang tidak memiliki kitab lebih mudah untuk berpecah belah.

            Ahli Kitab sebenarnya telah mengetahui dan bersepakat bahwa Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam adalah utusan Allah Ta’ala. Namun tatkala utusan Allah ini benar-benar datang dan membawa bukti yang jelas, ternyata diantara mereka ada yang beriman dan sebagian lainnya tetap berada di atas kekafirannya karena dengki. Inilah maksud perpecahan yang terjadi di tengah Ahli Kitab pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam.

            Diantara orang Yahudi yang beriman kepada Nabi adalah seorang sahabat bernama Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu. Beliau secara khusus telah dijamin masuk surga oleh Nabi ketika sahabat yang mulia ini masih hidup.

            Diantara orang Nasrani yang beriman kepada Nabi namun tidak sempat bertemu dengan Nabi adalah Raja Najasyi yang berada di negeri Ethiopia (Habasyah, waktu itu). Bahkan Surat Al Maidah ayat ke-83 turun berkaitan dengan Raja Najasyi beserta para sahabatnya yang beriman kepada Nabi. Ketika raja yang shalih ini meninggal dunia, maka Nabi pun sempat melakukan shalat ghaib.

Faidah

            Ayat ini merupakan petunjuk bahwa datangnya kebenaran itu akan dapat memilah siapa sebenarnya orang-orang yang mengikuti kebenaran dan siapa pula yang tidak menerima kebenaran. Dengan demikian tidak terjadi pencampuradukan (kerancuan) antara kebenaran bersama pengikutnya dengan kebatilan bersama pengikutnya.

Ayat kelima (artinya) : “Dan tidaklah mereka ini diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dalam keadaan memurnikan agama dan tauhidnya kepada Allah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Itulah agama yang lurus”.

            Tidaklah seluruh Ahli Kitab dan orang-orang musyrik itu diperintah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an, melainkan untuk menunaikan 3 perkara besar :

1)    Tauhidullah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh peribadatan dan menjauhi segala bentuk peribadatan kepada sesuatu apapun selain-Nya.

2)    Menegakkan shalat.

3)    Mengeluarkan zakat.

            Inilah agama yang lurus. Agama yang mengantarkan seseorang ke surga penuh kenikmatan. Adapun agama selain ini adalah agama yang mengantarkan seseorang ke neraka penuh siksa.

            Al-‘Allamah as-Sa’di rahimahullah berkata : “Dikhususkannya penyebutan shalat dan zakat, padahal keduanya masuk dalam firman Allah (artinya) : “…agar mereka beribadah kepada Allah dalam keadaan memurnikan…” dikarenakan keutamaan dan kemuliaan 2 ibadah ini.Demikian juga karena keberadaan 2 ibadah ini yang barangsiapa menegakkannya, maka ia akan dapat menegakkan seluruh ajaran agamanya”. (Tafsir as-Sa’di)

Ayat keenam (artinya) : “Sesungguhnya orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan musyrikin akan berada di neraka jahanam dalam keadaan kekal.Mereka itulah seburuk-buruk makhluk”.

            Inilah hukuman yang gamblang sekali yang menegaskan bahwa orang-orang kafir, baik Yahudi, Nasrani maupun musyrikin dengan berbagai jenisnya akan berada di dalam neraka selama-lamanya sekaligus hukuman bahwa mereka adalah seburuk-buruk makhluk. Mereka akan kekal di dalam neraka jika tidak beriman sebelum meninggal dunia. Mereka dikatakan seburuk-buruk makhluk karena telah mengerti kebenaran risalah Nabi, namun tetap saja tidak meninggalkan kekafirannya.

            Dengan demikian, kita sebagai kaum muslimin yang mengaku beriman terhadap Al Qur’an tidak boleh beranggapan bahwa orang-orang kafir, baik itu Yahudi, Nasrani, Budha, Hindu maupun sejenisnya akan dapat masuk surgaBahkan kita wajib mengingkari setiap orang (siapa pun dia) yang berpendapat bahwa orang-orang kafir juga dapat memasuki surga, selain musliminBarangsiapa yang berpendapat demikian, maka dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata dan jauh.

            Ayat ini merupakan ancaman keras dari Allah kepada orang-orang kafir apabila mereka tetap saja bersikeras di atas kekafirannya, tatkala telah datang kebenaran kepada mereka.

Ayat ketujuh (artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itulah sebaik-baik makhluk”.

            Baik buruknya seseorang dilihat dari agamanya. Inilah prinsip yang harus kita pegangi.Bila orang tersebut kafir, maka ia adalah manusia yang sangat buruk di sisi Allah, siapa pun dia. Namun bila orang tersebut beriman dan beramal shalih, maka ia adalah manusia yang sangat mulia di sisi Allah, siapa pun dia. Memang sangat berbeda antara orang yang kafir dengan orang yang beriman, meski orang-orang yang mengaku muslim tapi berpemikiran liberal menganggap keduanya sama. Pada hakekatnya orang-orang berpemikiran liberal ini lebih banyak membela orang-orang kafir dibanding kaum muslimin, dengan bersembunyi di balik slogan “rahmatan lil ‘alamin”.Jangan sampai kita tertipu dengan makar jahat yang terus mereka tebarkan hingga hari ini !

Ayat kedelapan (terakhir) yang artinya : “Balasan bagi mereka di sisi Rabb mereka adalah surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.Yang demikian itu balasan bagi siapa saja yang takut kepada Rabbnya”.

            Ini adalah kabar gembira dari Allah bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih di akherat kelak. Mereka adalah orang-orang yang membangun keimanan dan amal shalihnya di atas rasa takut mereka kepada Allah.

            Ayat terakhir ini memberitakan bahwa mereka merasakan 4 kebahagiaan besar di akherat, yaitu :

1)    Kenikmatan di dalam surga (dalam hal ini beragam air sungai) yang sempurna, tidak ada kekurangan sedikit pun padanya.

2)    Kekal abadi dengan kenikmatan tersebut, tidak akan merasakan kematian, tidur, sakit, lelah dan seterusnya.

3)    Ridha dan senang dengan kenikmatan tersebut, tidak pernah sesaat pun merasakan kekecewaan.

4)    Allah ridha (tidak akan murka selama-lamanya) kepada mereka dan ridha Allah itu jauh lebih besar nilainya dibandingkan kenikmatan di atas.

Wallahu a’lamu bish-Shawab  

Oleh:
admin daarulihsan