Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

suap, dosa besar yang dianggap biasa

10 tahun yang lalu
baca 8 menit

kaligrafi-bismillahirrahmanirrahim-i3

Suap, Dosa Besar Yang Dianggap Biasa

            Suap adalah pemberian harta kepada seseorang yang memiliki pengaruh untuk mengerjakan suatu urusan, yang sebenarnya orang tersebut berkewajiban mengerjakan urusan tersebut tanpa diberi harta.Suap ini lebih parah keadaanya jika tujuannya untuk mengalahkan kebenaran, memenangkan kebatilan atau menzalimi pihak tertentu.Suap dalam bahasa syariat dikenal dengan istilah risywah.

            Adapun harta yang diberikan tidak mesti berupa uang, akan tetapi bisa berupa barang apa saja tanpa ada pengkhususan atau perbedaan.

Hukum Suap Menurut Islam

            Suap hukumnya haram menurut Islam dan termasuk dosa besar, berdasarkan beberapa dalil di bawah ini :

1)    Firman Allah (artinya) : “Dan janganlah kalian saling memakan harta diantara kalian dengan cara batil.Janganlah kalian membawa (urusan) harta tersebut itu kepada hakim supaya kalian dapat memakan sebagian harta manusia dengan cara dosa, padahal kalian mengetahuinya”.(Al Baqarah : 188) 

2)    Firman Allah (artinya) : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta diantara kalian dengan cara batil, kecuali dalam bentuk perdagangan yang kalian saling meridhainya”.(An Nisa’ : 29)

3)    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) : “Laknat Allah atas orang yang memberi suap dan yang menerima suap”.(HR.Ibnu Majah yang dishahihkan asy-Syaikh al-Albani)

Ancaman laknat atau kutukan dari Allah atau Rasul-Nya atas sebuah perkara menunjukkan bahwa perkara tersebut adalah dosa besar.

4)    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap (Lihat Sunan Abi Dawud yang dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dan dihasankan oleh asy-Syaikh Muqbil.Lihat Sunan at-Tirmidzi)

 

            Suap itu hukumnya haram, termasuk dosa besar dan salah satu bentuk terburuk memakan harta dengan cara yang batil, meski disamarkan dengan istilah “uang lelah”, “hadiah”, “upah”, “tanda terima kasih” atau mungkin istilah-istilah lain.Apapun namanya selama masuk dalam definisi suap, maka ia adalah suap.Perbedaan nama tidaklah mengubah hukum selama hakikatnya sama.

 

Suap Merupakan Perilaku Orang-orang Yahudi

 

            Hal ini disebutkan oleh Allah melalui firman-Nya yang artinya : “Mereka itu adalah orang-orang yang senang mendengar berita dusta, yang banyak memakan as-Suht…”(Al Maidah : 42)

            Allah juga berfirman (artinya) : “Dan engkau melihat banyak dari mereka bersegera berbuat dosa, permusuhan dan memakan as-Suht.Teramat buruklah apa yang mereka perbuat itu”.(Al Maidah : 62)

            Yang dimaksud “mereka” di dalam 2 ayat ini adalah orang-orang Yahudi.Sedangkan yang dimaksud “as-Suht” adalah harta haram dan salah satunya adalah suap.Bahkan istilah “as-Suht” sendiri bisa diartikan dengan suap, sekalipun ada sedikit perbedaan dengan risywah.

            Ketika as-Suht ini telah membudaya di tengah-tengah orang Yahudi, ternyata para pemuka agama mereka tidak mencegah perbuatan tercela tersebut.Allah berfirman (artinya) : “Kalau saja para ulama dan ahli ibadah itu mencegah mereka (orang-orang Yahudi, pen) dari perkataan dosa dan memakan as-Suht.Teramat buruklah apa yang mereka kerjakan itu”.(Al Maidah : 63)

            Allah benar-benar mencela orang-orang Yahudi tatkala berbuat dosa yang salah satunya adalah praktek suap, sekaligus mencela orang-orang yang mendiamkan dan tidak mencegah perbuatan tersebut.

Dampak Negatif Suap Bagi Pribadi dan Masyarakat

            Praktek suap sangat berpengaruh pada pribadi seorang muslim, terutama pada aqidahnya.Suap dapat menodai kesempurnaan iman pelakunya, menyebabkan murka Allah dan menyebabkan syaithan menggiring pelakunya untuk melakukan dosa besar yang lainnya.

            Adapun bagi masyarakat, maka akan memberikan dampak sebagai berikut :

1)    Berkurangnya kepercayaan di tengah masyarakat terhadap proses birokrasi dan hukum.

2)    Munculnya keterbalikan dalam kehidupan bermasyarakat.Yang salah menjadi menang dan ditolong, sedangkan yang benar menjadi kalah dan disingkirkan.

3)    Membuka peluang praktek kezaliman terhadap harta, kehormatan bahkan jiwa manusia.

4)    Timbulnya perpecahan, kebencian dan perseteruan di tengah masyarakat.

5)    Munculnya sebagian pegawai atau karyawan yang tidak memiliki keahlian, namun dapat duduk di pemerintahan.Sedangkan sebagian orang yang memiliki keahlian, justru terpinggirkan.Keadaan seperti dapat memperlambat kinerja pemerintah.

6)    Orang yang menjadi pegawai atau karyawan melalui praktek suap (sogok) tidak jarang terdorong menjadi penarik suap atau melakukan korupsi di kemudian hari.Tentu saja ini sangat meresahkan masyarakat.

           

Hukum Gaji Pegawai Yang Menjadi Pegawai Melalui Praktek Suap

            Perlu diketahui bahwa salah satu motif praktek suap adalah ambisi seseorang menjadi pegawai dan orang tuanya memiliki harta, padahal sebenarnya ia tidak memiliki kelayakan menjadi pegawai.

            Apabila pegawai tersebut di kemudian hari dapat menjalankan pekerjaannya dengan semestinya, maka gajinya halal.Namun apabila ia tetap tidak dapat menjalankan pekerjaannya dengan layak, maka gajinya haram.Wallahu a’lam.  

 

Apa Kewajiban Bagi Pelaku Praktek Suap ?

            Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menyatakan bahwa barangsiapa yang telah  terjatuh dalam praktek suap, maka wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah.Apa yang ada pada penerima suap berupa harta, hendaknya wajib dia bersihkan dengan cara ia berikan kepada orang-orang fakir atau miskin.Ini dalam bentuk sebagai pembersihan harta, bukan sebagai sedekah.Harta tersebut keadaanya seperti harta yang tidak ada pemiliknya.Harta tersebut dapat diberikan untuk fasilitas-fasilitas umum atau orang-orang yang membutuhkan, para fakir atau miskin, seiring adanya taubat kepada Allah Ta’ala.(Dipetik sebagian dari fatwa beliau di situs www.alfawzan.af.org.sa)

 

Antara Suap Dengan Hadiah

            Sangat jauh berbeda antara suap dengan hadiah, sekalipun sebagian orang menganggap praktek suap sebagai hadiah.Hal ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu :

1)    Hadiah berangkat dari rasa suka dari orang yang memberinya, sedangkan suap berangkat dari rasa tidak suka.

2)    Hadiah membuahkan rasa kasih sayang antara yang memberi dan yang menerimanya, sedangkan suap justru membuahkan rasa benci dari orang yang memberinya.

3)    Hadiah tidak mengharuskan adanya balasan sepadan dari penerimanya, sedangkan suap mengharuskan adanya balasan setimpal.

4)    Hadiah dianjurkan dalam Islam, sedangkan suap sangat dikecam oleh Islam.

 

Hukum Seseorang Memberi Harta Dalam Rangka Mendapatkan Haknya atau Menghindari Kezaliman

            Banyak para ulama di masa dahulu maupun di masa sekarang yang telah menjelaskan masalah ini.Salah satu ulama di masa sekarang, yaitu asy-Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah.Beliau pernah ditanya : “Seseorang tidak sanggup mengambil haknya kecuali dengan menyuap.Lalu apa yang mestinya dia lakukan ?”

            Maka beliau menjawab : TIdak boleh ia menyuap.Mestinya ia membawa perkaranya kepada orang yang sanggup menghentikan orang yang akan menarik suap ini, dan yang sanggup menghalangi antara dirinya dengan orang yang tidaklah memenuhi hak manusia kecuali dengan suap ini.

            Akan tetapi jika tidak dijumpai seseorang yang menjadi penengah, sedangkan hak yang ia miliki dapat hilang, lenyap atau kebutuhan-kebutuhan dirinya dapat terhalang, kecuali jika ada pemberian suap, maka ini tidak apa-apa.Hal ini (ditempuh) karena memberikan sesuatu agar seluruh harta dapat diambil, itu lebih baik dibanding seluruh harta menjadi hilang, atau muncul mudarat besar jika tidak ada pemberian suap.

            Adapun jika didapati cara untuk orang yang akan menarik suap atau orang zalim ini dapat dihentikan, maka tidak boleh adanya praktek suap.Hal ini karena praktek suap seperti ini akan membuat para penarik suap itu semakin berani berinteraksi bersama manusia dengan cara suap atau hilangnya kebutuhan manusia”.

 

 

Bolehkah Seseorang Menggunakan Jasa Perantara Agar Dirinya Menduduki Sebuah Jabatan ?

            Asy-Syaikh Muhammad al-‘Anjari hafizhahullah pernah mengajukan pertanyaan : “Apakah boleh seseorang menggunakan apa yang saat ini diistilahkan dengan “jasa perantara” agar berhasil menduduki sebuah jabatan di pemerintahan, dalam keadaan pengguna jasa memang layak menduduki jabatan tadi ?”

            Maka asy-Syaikh Ubaid al-Jabiri hafizhahullah menjawab : “Jasa perantara itu ada 2 macam :

  • Yang pertama : Jasa perantara yang menghalangi orang lain yang sebenarnya setara atau lebih layak dibandingkan pengguna jasa.Yang aku maksudkan : dalam kelayakan menduduki jabatan tadi.Maka ini adalah diharamkan, karena akan berakibat adanya kesewenang-wenangan terhadap orang lain dalam bentuk merampas haknya.Ini termasuk suap yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam melaknat orang yang menyuap dan yang disuap.
  • Yang kedua : Jasa perantara yang tidak ada di dalamnya perampasan hak orang lain dan tidak ada kesewenang-wenangan terhadap orang yang setara dengan pengguna jasa.Lalu pengguna jasa ini tahu dengan yakin bahwa tidak ada seorang pun yang menyainginya dalam menduduki jabatan tadi.Pengguna jasa ini juga yakin bahwa perantara tidak memberi jalan kecuali dengan mengambil harta.Dua syarat ini (yakin tidak ada pesaing dan yakin tidak ada cara kecuali dengan memberi harta, pen) jika ada, maka tidak ada larangan insya Allah.Jasa perantara ini, bagi si perantara akan mendapatkan bara api dari neraka Jahanam, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam melaknat orang menyuap dan yang disuap.Si perantara ini adalah pihak yang disuap.Sedangkan pengguna jasa, ia memberikan hartanya agar menduduki jabatan yang ia yakini tidak ada pesaing (baik yang setara maupun yang lebih layak dibanding dirinya), maka ini tidak apa-apa insya Allah Ta’ala.Akan tetapi kami wasiatkan kepada penanya dan siapa saja yang mendengar pembicaraan ini, agar tidak melakukan suap (jasa perantara jenis kedua, pen) ini kecuali untuk perkara darurat yang memang memaksa untuk itu.Ya”.(www.ajurry.com)

Wallahu a’lamu bish-Shawab

Oleh:
admin daarulihsan