Daarul Ihsan
Daarul Ihsan oleh admin daarulihsan

sikap seorang muslim terhadap perayaan natal

10 tahun yang lalu
baca 8 menit

kaligrafi-bismillahirrahmanirrahim-i3

Sikap Seorang Muslim Terhadap Perayaan Natal

            Beberapa hari lagi, komunitas Nasrani di seluruh dunia (termasuk di tanah air) akan merayakan Perayaan Natal 2014.Melihat fenomena ini dan semisalnya, seorang muslim dituntut untuk bersikap ilmiah dengan berpegang teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah Nabi sesuai bimbingan para ulama yang meniti jalan as-salaf ash-shalih, bukan terbawa perasaan atau hawa nafsu duniawi.Dengan sikap ilmiah ini, maka seseorang akan terhindar dari kesalahan fatal yang dapat menyeret kepada kebinasaan.

Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah (Komite Tetap Fatwa Saudi Arabia)

            Al-Lajnah ditanya : “Bolehkah atau tidak bagi seorang muslim untuk berpartisipasi bersama orang-orang Nasrani dalam perayaan mereka yang dikenal dengan Natal dan (biasanya) diadakan di akhir-akhir bulan Desember ? Sebagian orang diantara kami menisbatkan diri mereka kepada ilmu agama, namun ternyata mereka duduk di acara perayaan orang-orang Nasrani dan mengatakan bolehnya hal tersebut.Apakah perkataan mereka ini benar ataukah tidak ? Apakah mereka memiliki dalil syar’i tentang bolehnya hal tersebut ataukah memang tidak ada ?”

            Al-Lajnah menjawab : Tidak boleh berpartisipasi dalam perayaan orang Nasrani, sekalipun orang-orang yang menisbatkan diri mereka kepada ilmu agama ternyata berpartisipasi dalam acara tersebut.(Tidak bolehnya hal itu) karena termasuk memperbanyak jumlah mereka (orang-orang Nasrani).Tidak boleh pula bagi seorang muslim untuk mengucapkan selamat atas perayaan Nasrani, karena mengandung tolong menolong dalam dosa, sedangkan kita dilarang untuk itu.Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “…dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan..”(Al Maidah : 2)

            Sebagaimana pula mengandung rasa cinta kepada mereka, harapan mereka mencintai kita, adanya kesan ridha kepada mereka dan syiar agama mereka.Ini tidaklah boleh.Bahkan yang wajib adalah menampakkan ketidaksukaan dan kebencian, karena mereka menentang Allah Jalla Wa ‘Alaa, menyekutukan Allah dengan selain-Nya dan menjadikan bagi Allah isteri dan anak.Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Tidaklah engkau menjumpai suatu kaum itu beriman kepada Allah dan hari akhir, (apabila) mereka ternyata mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya , sekalipun orang-orang yang menentang tersebut adalah ayah-ayah mereka, anak-anak mereka, saudara-saudara mereka atau kerabat-kerabat mereka.Mereka (orang-orang yang tetap membenci orang kafir) itulah yang telah Allah tetapkan iman ke dalam kalbu mereka dan Allah kuatkan dengan ruh dari-Nya…”(Al Mujadilah : 22)

               Allah Ta’ala berfirman (artinya) : “Telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya, tatkala mereka berkata kepada kaum mereka : “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian sekaligus dari apa yang kalian sembah selain Allah.Kami mengingkari kalian.Telah tampak permusuhan dan kebencian antara kami dengan kalian selama-lamanya hingga kalian beriman kepada Allah semata…”(Al Mumtahanah : 4)

(Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, diunduh dari www.albaidha.net)

Fatwa Samahatu asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah

            Disampaikan kepada beliau : “Pemohon mencatat bahwa sebagian kaum muslimin berpartisipasi dalam perayaan orang-orang Nasrani atau yang mereka sebut Perayaan Natal.Pemohon berharap arahan dari anda”.

            Beliau berkata : “Tidak boleh bagi seorang muslim maupun muslimah untuk berpartisipasi dengan orang-orang Nasrani, Yahudi atau orang kafir lainnya dalam perayaan mereka.Bahkan yang wajib adalah meninggalkan perbuatan tersebut, karena barangsiapa yang menyerupai mereka maka ia termasuk dari mereka.Rasul Shallallahu ‘alaihi Wasallam telah memperingatkan kita dari menyerupai mereka dan berperilaku dengan perilaku mereka.Wajib atas seorang mukmin maupun mukminah untuk menjauhi hal itu.Tidak pula membantu penyelenggaraan perayaan-perayaan mereka dalam bentuk apapun, karena perayaan-perayaan tersebut bertentangan dengan syariat Allah dan diselenggarakan oleh musuh-musuh Allah.Tidak boleh berpartisipasi dalam perayaan tersebut.Tidak boleh tolong menolong dengan mereka dan tidak pula membantu mereka dalam bentuk apapun.Tidak dengan minuman teh, kopi, tidak pula apapun seperti tempat air atau semisal itu.Allah berfirman (artinya) : “…tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan.Janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan…”

            Berpartisipasi dalam perayaan mereka termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.Wajib bagi setiap muslim maupun muslimah untuk meninggalkan hal itu.Tidak selayaknya bagi orang yang berakal untuk tertipu oleh perbuatan manusia.Yang wajib adalah bercermin kepada Islam dan apa yang diajarkan olehnya, mengerjakan perintah Allah dan Rasul-Nya dan tidak bercermin kepada perkara yang ada pada manusia, karena kebanyakan manusia tidak peduli terhadap syariat Allah, sebagaimana Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman melalui Kitab-Nya yang agung (artinya) : “Dan apabila engkau menaati keinginan kebanyakan manusia di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah…”

            Allah berfirman (artinya) : “Dan tidaklah mereka itu beriman sekalipun engkau bersemangat mengajak mereka”.

            Perayaan-perayaan yang bertentangan dengan syariat tidaklah boleh diambil, sekalipun manusia menyelenggarakannya.Seorang mukmin menimbang perbuatan dan ucapan dirinya, perbuatan dan ucapan manusia dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.Apa yang sesuai dengan keduanya atau salah satu dari keduanya, maka itu diterima, sekalipun manusia meninggalkannya.Apa yang bertentangan dengan keduanya atau salah satu dari keduanya, maka ia tertolak, sekalipun dikerjakan oleh manusia.Semoga Allah memberikan rizki berupa taufik dan hidayah kepada segenap kita.Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan”.

(Diunduh dari www.binbaz.org.sa)  

Fatwa Fadhilatu asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah

            Pernah diajukan pertanyaan kepada beliau : “Apa hukum mengucapkan selamat Natal kepada orang-orang kafir, karena mereka bekerja bersama kami ? Bagaimana kami menjawab mereka jika mereka yang mengucapkannya kepada kami ? Bolehkah pergi ke tempat perayaan yang mereka selenggarakan dalam kesempatan tersebut ? Apakah seseorang berdosa jika melakukan salah satu dari yang disebutkan tadi tanpa ada maksud apa-apa.Hanyalah ia melakukan hal itu bisa jadi karena basa basi, sungkan, berat hati atau sejenis itu ? Apakah boleh menyerupai mereka dalam (acara) itu ? Mohon fatwa anda dan semoga anda mendapatkan pahala”.

            Beliau menjawab : “Mengucapkan selamat Natal atau perayaan lain dari perayaan-perayaan agama orang kafir adalah haram menurut kesepakatan para ulama, sebagaimana hal itu dinukilkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab Ahkam Ahli adz-Dzimmah, tatkala beliau mengatakan : “Adapun mengucapkan selamat atas syiar-syiar kekufuran yang murni, maka ini adalah haram dengan kesepakatan para ulama.(Hal ini) seperti mengucapkan selamat atas perayaan atau puasa mereka : “Perayaan yang diberkati” atau mengucapkan selamat atas perayaan ini maupun semisalnya.Kalaupun orang yang mengucapkannya ini selamat dari kekufuran, maka ia (tidak selamat) dari keharaman.Orang ini kedudukannya seperti mengucapkan selamat atas sujudnya orang kafir kepada salib.Bahkan ucapan itu lebih parah dosanya dan lebih dimurkai Allah dibanding mengucapkan selamat kepada seseorang yang meneguk minuman keras, membunuh orang, berzina atau semisal itu.Banyak dari kalangan manusia yang agama itu tidak berharga di sisinya terjatuh ke dalam perkara ini, dan tidak tahu buruknya perbuatan yang telah ia lakukan.Barangsiapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang yang melakukan kemaksiatan, kebid’ahan maupun kekufuran, maka dia telah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam murka dan amarah Allah”.Selesai ucapan beliau (Ibnul Qayyim) rahimahullah.

            Hanyalah mengucapkan selamat atas perayaan agama orang-orang kafir itu adalah haram dan keadaannya sebagaimana pernyataan Ibnul Qayyim tadi, karena di dalamnya terdapat persetujuan atas syiar-syiar kekufuran mereka dan keridhaan.Sekalipun ia tidak rela kekufuran itu ada pada dirinya sendiri, akan tetapi diharamkan bagi seorang muslim untuk meridhai syiar-syiar kekufuran atau mengucapkan selamat atasnya.Allah Ta’ala tidak meridhai hal itu, sebagaimana Dia berfirman (artinya) : “Apabila kalian kufur, maka sesungguhnya  Allah tidak butuh terhadap kalian dan Dia tidak meridhai kekufuran pada hamba-hambaNya.Apabila kalian bersyukur , maka Dia meridhai kalian…”

            Allah berfirman (artinya) : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, telah Aku cukupkan bagi kalian nikmat dari-Ku dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama kalian”.

            Mengucapkan selamat atas perayaan tadi kepada mereka adalah haram, sama saja  mereka itu bersama dalam pekerjaan ataukah tidak.Apabila mereka yang mengucapkan selamat kepada kita atas perayaan mereka, maka kita tidak menjawabnya, karena perayaan tersebut bukan perayaan kita dan perayaan tersebut tidak diridhai Allah Ta’ala.(Karena pula) perayaan tersebut bisa jadi perayaan yang dibuat-buat (manusia) pada agama mereka, atau perayaan yang memang disyariatkan dalam agama mereka, hanya saja (kemudian) dihapus oleh Islam yang Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam diutus dengannya untuk segenap makhluk.Allah berfirman tentang Islam (artinya) : “Dan barangsiapa yang menganut agama selain Islam, maka tidak diterima amalan darinya dan di akherat dia termasuk orang yang merugi”.

            Memenuhi undangan mereka dalam acara tersebut adalah haram.Ini lebih parah dibanding mengucapkan selamat kepada mereka, karena adanya partisipasi penuh.Demikian pula diharamkan bagi kaum muslimin untuk menyerupai orang-orang kafir dengan menyelenggarakan acara-acara menyambut perayaan tersebut, tukar menukar hadiah, membagikan permen, membuat kemasan-kemasan makanan, meliburkan aktifitas kerja atau semisal itu.Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda (artinya) : “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk kaum tersebut”.Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitab Iqtidha’ Shirathil Mustaqim Mukhalafatu Ash-habil Jahim : “Menyerupai mereka pada sebagian perayaan mereka dapat menyebabkan kegembiraan mereka di atas kebatilan yang mereka jalani.Bisa jadi hal itu akan mendorong mereka untuk memanfaatkan kesempatan dan menundukkan orang-orang yang lemah Islamnya”.Selesai ucapan beliau (Syaikhul Islam).

            Barangsiapa melakukan salah satu dari perkara-perkara tadi, maka dia telah berdosa, sama saja apakah ia lakukan sekedar basa basi, rasa simpati, sungkan atau sebab yang lain.(Hal ini) karena termasuk berbasa basi dalam agama Allah, termasuk sebab kuatnya jiwa orang-orang kafir dan kebanggaan mereka dengan agamanya.

            Allah sajalah Dzat yang berhak dimintai permohonan agar Dia menjadikan kaum muslimin berjaya dengan agamanya, mengokohkan mereka di atas agamanya dan menolong mereka dari musuh-musuhnya.Sesungguhnya Dia itu Maha Kuat dan Maha Perkasa”.

(Majmu’ Fatawa Ibni ‘Utsaimin, dinukil dari Fatawa Ulama’ al-Balad al-Haram)

Catatan

            Kewajiban berlepas diri dari orang kafir dan syiar mereka tidaklah kemudian diwujudkan dengan perbuatan anarkis yang sangat bertentangan dengan Islam, seperti penembakan para jemaat atau pengeboman gereja.Setiap muslim wajib bersikap ilmiah sehingga selamat dari 2 pemahaman menyimpang, yaitu liberisme yang dianut oleh orang-orang yang minder menampakkan keislaman sesungguhnya dan radikalisme yang dianut orang-orang yang semangat beragama tapi tidak didasari ilmu.

Oleh:
admin daarulihsan