Silsilah Pergaulan dan Keharmonisan Rumah Tangga
|
Tips Rumah Tangga Harmonis Menurut Islam |
Bismillah, Ikatan pernikahan adalah ikatan yang kuat dan sakral sekali, karena itu Allah Ta'ala memberi nama pernikahan dengan nama
"Al alaaqotu mitsaaqoon gholidhon" = ikatan perjanjian yang kuat " sebagaimana firman-Nya :
وَقَدْ اَفْضٰى بَعْضُكُمْ اِلٰى بَعْضٍ وَّاَخَذْنَ مِنْكُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًا
"Dan padahal kalian telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kalian." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 21)
Sesungguhnya pernikahan adalah sunnah para nabi alaihim assalam dan salah satu sunah yang diajarkan nabi kita shalallahu alaihi wassalam,
Pernikahan adalah salah satu wasilah agar berkembang dan lestarinya keturunan manusia dimuka bumi ini,
Dan kehidupan berumah tangga merupakan pokok atau tonggak dasar dalam kehidupan suami istri, jika baik pergaulan suami istri ini maka akan menjadi baik perjalanan kehidupan mereka.
Rasulallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
“Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya” As-Shahihah no 284 Syeikh Albaniy Rahimahullah
Beliau juga bersabda:
خَيْرُكُم ْخَيْرُكُم ْلِأَهْلِه ِوَأَنَاخَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku” As-Shahihah no 285 Syeikh Albaniy Rahimahullah
Dalam hadits ini sangat jelas sebagai ukuran baiknya serta kesempurnaan iman seseorang adalah mereka yg terbaik pergaulanya dengan keluarganya.
Maka bagi mereka yang mendambakan keluarga harmonis yang penuh sakinah (ketenangan), mawadah (penuh cinta ), dan rahmat (penuh kasih sayang ) semestinya memperhatikan hak dan kewajiban masing-masingnya berikut ini :
1. Yang pertama : طاعة الزوجة لجوجها : Ketaatan Istri kepada Suaminya
Adapun ketaatan pada suaminya adalah dalam perkara yg ma'ruf bukan dalam perkara yg mungkar sebagaimana sabdanya :
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada ketaatan dalam rangka bermaksiat kepada Allah. Dan Hanya saja ketaatan itu dalam perkara yang ma’ruf" ( Mutaffaqun Alaihi)
Sehingga wajib seorang istri mentaati suaminya selama bukan perintah kemaksiatan, akan tetapi jika perintah suami itu adalah sesuatu yg sifatnya dibolehkan dalam syari'at maka wajib ditaati,
Rasul Shalallahu alaihi wassalam bersabda :
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan ramadhan serta benar-benar menjaga kemaluannya dari perbuatan zina dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita tersebut, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau kehendaki.” (Riwayat Imam Ahmad )
Maka sungguh besar sekali keutamaan seorang wanita yg beramal dengan sunnah- sunnah rasul Sholrasulu alaihi wassalam serta keutamaan mentaati suaminya.
Sehingga ketaatan ini adalah kewajiban bagi seorang istri pada suaminya karena ketaatan tersebut salah satu sebab masuknya seorang wanita ke dalam syurga yg penuh kenikmatan.
2. Yang kedua : عدم اذن الزوجة في بيت الزوح الا بإذنه
Seorang istri tidak diperkenankan mengizinkan tamu masuk kerumahnya tanpa izin suaminya ( kecuali yang biasa diizinkan suaminya)
Maka tidak pantas seorang istri memasukan siapapun kedalam rumahnya tanpa seizin suaminya , kecuali yang biasa masuk kedalam rumahnya yang itu suami telah megizinkanya seperti mahkromnya dan para wanita baik-baik yg biasa masuk rumahnya.
rasul Sholrasulu alaihi wassalam bersabda :
قال : ( لَا يَحِلُّ لِلْمَرأَةِ أَن تَصُومَ وَزَوجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذنِهِ ، وَلَاْ تَأْذَن فِي بَيتِهِ إِلاّ بِإِذنِهِ ) رواه البخاري
" Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah) sedang suaminya berada disisinya kecuali dengan izinya, dan tidak boleh mengizinkan seorang masuk kerumahnya tanpa izin suaminya" Riwayat Bukariy
Sehingga tidak diperkenan seorang istri dalam perkara diatas, apalagi mengizinkan orang - orang yang tidak disukai suaminya ( karena keburukan agamanya) walaupun itu saudara dekat harus minta izin suaminya.termasuk saudara laki-laki suamiya.
Yang wajib seorang istri tidak mengizikan tamu yang tidak disukai suaminya.
Kecuali yang biasa masuk rumahnya, seperti mahrom-makromya (maka wajib bagi seorang istri mengenal siapa-siapa makhromnya)
Allah Ta’ala Berfirman tentang makhrom:
وَلَا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا (22) حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّه كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا (23) وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.” (QS. An Nisa’: 22-24)
Adapun detail siapa makhrom merujuklah pada Link Majalah Asysyariah dibawah ini:
http://asysyariah.com/siapa-saja-mahram-itu/
3. Yang ketiga : اهتمام المراة بحسن منظر
Kesungguhan Istri untuk berhias dengan paras dan akhlak mulia untuk menyenangkan suaminya.
Yakni berhias dan berparas didepan suaminya , dengan penampilan yg paling disukai suaminya selama bukan paras yg melanggar syari'at , karena seorang wanita semestinya berhias didepan suaminya bukan diluar rumah untuk lelaki lain yg bukan mahromnya,
Rasul Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda ketika ditanya siapa wanita shalihah itu beliau menjawab:
َ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
“Yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, taat jika diperintah suaminya dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci suaminya.” ( Riwayat An Nasa’i)
Paras yang dimaksudkan juga berhias dengan akhlak yg mulia, tidak berhati kasar, atau berucap serta berperingai kasar pada suaminya sebagaimana dia para istri tidak suka diperlakukan kasar dan keras,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits:
فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya ( menjadikan indah), dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan menjadikan jelek ( Menjadi Keruh) ”(Riwayat Abu Dawud).
Berkata Al-'Allamah Ibnu Baaz rahimahullah :
اﻟﺰﻭﺝ ﺇﺫا ﺭﺃﻯ ﺯﻭﺟﺘﻪ ﻋﻠﻰ ﻃﺎﻋﺔ اﻟﻠﻪ ﻗﺮﺕ ﺑﻬﺎ ﻋﻴﻨﻪ، ﻭﻫﻜﺬا اﻟﺰﻭﺟﺔ ﺇﺫا ﺭﺃﺕ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻃﺎﻋﺔ اﻟﻠﻪ ﻭﻫﻲ ﻣﺆﻣﻨﺔ ﻗﺮﺕ ﺑﺬﻟﻚ ﻋﻴﻨﻬﺎ، ﻓﺎﻟﺰﻭﺝ اﻟﺼﺎﻟﺢ ﻗﺮﺓ ﻋﻴﻦ ﻟﺰﻭﺟﺘﻪ ﻭاﻟﺰﻭﺟﺔ اﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﻗﺮﺓ ﻋﻴﻦ ﻟﺰﻭﺟﻬﺎ اﻟﻤﺆﻣﻦ.
Seorang suami apabila melihat istrinya di atas ketaatan kepada Allah maka menjadi sejuk pandangannya,
Dan demikian dengan seorang istri apabila melihat suaminya di atas ketaatan kepada Allah sedangkan dia adalah seorang wanita yang beriman maka menjadi sejuk pandangannya karena melihatnya,
Maka suami yang shaleh menjadi penyejuk pandangan bagi istrinya dan istri yang shalehah menjadi penyejuk pandangan bagi suaminya yang beriman"
4. عدم مجادلة الزوجة لزوجها
Seorang istri tidak mendebat suaminya ketika suaminya dalam keadaan emosi
Sebagian istri jika menemui suaminya emosi pada suatu waktu maka dia terpancing pula emosinya sehingga membalas dengan cara meninggikan suara didepan suaminya, atau membantahi terus ucapan suaminya, sehingga suasana semakin tegang dan menambah kejelekan serta rusaknya keharmonisan dalam rumah tangga.
Seorang istri cerdas sholehah adalah seorang wanita yang memiliki karakter menghindari berselisih dengan suaminya walaupun terkadang dia harus berkorban perasaan demi kemaslahatan, dia tidak melawan dan meninggikan suara didepan suaminya, serta tidak mendebat suaminya dikala suaminya emosi, akan tetapi dia adalah seorang istri yang menenangkan banyak diam, kalaupun menjawab maka menjawab dengan lemah lembut , tidak menggurui, kemudian melakukan pendekatan dg cara yang suami menyukainya, serta mendoakan kebaikan untuk suaminya, sehingga pada saatnya suami akan sadar dan bersya'ir :
" خذِى العفوَ مني تستدِميي مودتي
و لا تنطِقي في سورَتي حينَ اغضَب"
"Berilah maaf aku engkau akan dapatkan cintaku
"Dan jangan berbicara ( mendebatku) ketika aku sangat marah"
Sehingga diantara kunci keharmonisan dalam pergaulan rumah tangga adalah tidak berdebat dengan suami terlebih dikala emosi, yg ini merupakan pintu kejelekan dalam rumah tangga.
Bersambung Insyallah....
Akhukum Fillah Ustadz Abu Amina Aljawiy Hafidzahullah Dipondok Annashihah Cepu Dikutip dari Adabul 'isyrah az-zaujiyah majmu al ulama'_
http://t.me/pesantren_salaf_online