Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tadarus al quran dengan tata cara yang disyariatkan

4 tahun yang lalu
baca 3 menit

TADARUSAN, DENGAN SIFAT-SIFAT YANG DISYARI'ATKAN

Tadarus Al Quran dengan Tata Cara yang Disyariatkan


Telah Shahih dari hadits Anas radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Dan tidaklah berkumpul sebuah kaum di salah satu dari rumah-rumah Allah, mereka membaca Al-quran, dan saling mentadarusinya diantara mereka, melainkan akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi dengan rahmat, dikelilingi para malaikat, dan Allah banggakan mereka kepada makhluk yang berada di sisi-Nya".

Hadits ini dan yang semisalnya, menunjukkan tentang bolehnya berkumpulnya suatu kaum dalam bacaan Al-Quran, adapun tata caranya tergambar dengan beberapa cara berikut :

1. Mereka berkumpul, kemudian salah seorang dari mereka membaca dan yang lainnya mendengarkan.

Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits di atas dan hadits ibnu Mas'ûd radhiyallahu 'anhu, kata beliau,

Nabi pernah berkata kepadaku: "Bacakan kepadaku !"

Aku katakan:

"Wahai Rasulullah apakah aku membacakan kepadamu, padahal kepadamu Al Quran itu turun ??"

Kata beliau: "Iya."

Kemudian akupun membaca surat an-Nisa.

[HR. Al-Bukhari]

Demikian pula, dahulu 'Umar radhiyallahu 'anhu pernah memerintahkan seseorang untuk membaca, dan yang lainnya mendengarkan bacaan itu.

2. Mereka berkumpul, adapun orang yang pertama membaca 10 juz (atau semisalnya), kemudian yang lain diam. Kemudian yang lain (orang ke-2) membaca dari akhir bacaan orang yang pertama (akhir 10 juz pertama). Setelah itu dilanjutkan orang yang lainnya (orang ke-3) pada 10 juz setelahnya.

Tata cara ini juga ditunjukkan oleh makna hadits di atas, dan ini boleh dilakukan menurut mayoritas Ulama'.

Berkata Imam an-Nawawi rahimahullah (dalam at-Tibyan),

"Hal ini boleh, dan bagus". 

Begitu pula Imam Malik pernah ditanya tentang tata cara kedua ini, jawab beliau,

"Tidak mengapa melakukannya".

Dan asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah (dalam Syarah Arba'in) menyampaikan,

"Dahulu Ulama' kita dan guru-guru kita melakukan tata cara kedua ini, orang ke-1 membaca 1/8 dimulai dari al-Baqarah, kemudian orang ke-2 membaca 1/8, kemudian ke-3 membaca 1/8, dan seterusnya.

Dengan 1 orang membaca dan yang lainnya mendengarkan, dan orang yang mendengarkan, dihukumi orang yang membaca dalam mendapatkan ganjaran pahala".

3. Mereka berkumpul, kemudian yang pertama membaca. Dan orang yang ke-2 mengulangi bacaan orang pertama; dalam rangka pembelajaran dan muraja'ah al-Quran.

Hal ini ditunjukkan oleh hadits di atas pula.

"...Dan Mereka saling tadarus Al Quran...".

dan ditunjukkan oleh hadits Ibnu 'Abbas : 

"...Jibril menemui beliau shalallahu 'alahi wa sallam (pada malam-malam Ramadhan) untuk mengajari beliau al-Quran". [H.R. Ahmad]

Berkata asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah (dalam syarah Arba'in), 

"Dan ini tidak mengapa, terlebih untuk penghafal Al Quran yang ingin mengkokohkan hafalannya".

4. Mereka berkumpul, tapi setiap orang membaca sendiri-sendiri, dan yang lain tidak mendengarkan bacaanya.

Dan ini yang dilakukan manusia pada zaman sekarang, baik pada hari Jum'at  atau yang lain.

Namun sepantasnya untuk merendahkan suara bacaannya, sehingga tidak menggangu orang lain.

Asy Syaikh Ibnu Baz rahimahullah (dalam situs resmi Ibnu Baz) mengatakan,

"Setiap orang membaca sendiri-sendiri dengan bacaan yang tidak menjadikan orang disekitarnya tersibukkan dengan bacaanya, dan tidak menggangu orang lain...".

5. Mereka berkumpul, kemudian seorang pengajar membaca 1 (satu) ayat, lalu para murid mengikuti dengan satu intonasi suara; dalam rangka pengajaran.

Dan yang demikian ini juga tidak mengapa, dan masuk dalam hadits beliau di atas.

Berkata asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin (dalam syarah Arba'in),

"Mereka semua membaca dalam satu intonasi dan satu suara bacaan. Hal ini seperti seorang guru membaca 1 ayat, kemudian para murid mengikutinya; dalam rangka pengajaran, maka tidak mengapa.

Namun, jika dalam rangka tujuan peribadatan khusus, maka itu adalah sebuah bid'ah. Karena para Sahabat dan para Tabi'in tidak pernah melakukannya".

Faidah asy-Syaikh Munir As Sa'di hafidzahullah.https://t.me/khtub_monir_alsaadi]

Sumber : https://t.me/ahlussunnahmalang/1717