✍🏻 Al-Ustadz Abu Hamid Fauzi bin Isnaini حفظه الله تعالى
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata, 'Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya❓' Katakanlah, 'Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.” (Q.S. Al Baqarah: 142).
Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya turun berkaitan dengan pemindahan arah kiblat. Ayat yang menjadi bukti kebenaran risalah Nabi, sekaligus berita yang meneguhkan iman dan menghibur hati.
Dalam ayat ini Allah سبحانه وتعالى memberitakan bahwa sebagian manusia pasti akan menyanggah hukum Allah dan syariat-Nya. Dalam hal ini hukum Allah yang terkait dengan arah kiblat dalam shalat.
Mereka adalah orang-orang yang tidak mau berpikir dan tidak mengerti maslahat untuk dirinya. Karena itu, mereka buang perkara yang membawa maslahat atau ditukarnya dengan sesuatu yang tak bernilai. Tidak lain, mereka adalah Yahudi, orang munafik, dan siapa pun yang berjalan mengikuti jejaknya.
Pembaca, di awal-awal masa Islam, kaum muslimin diperintahkan untuk shalat menghadap Al Baitul Maqdis (masjid Al Aqsha), yang sekarang berada di Negara Palestina (dulu berada di negeri Syam). Selama berada di Makkah, itulah kiblat umat Islam yang sejak dulu merupakan kiblat para Nabi dari kalangan Bani Israil. Saat itu, Allah سبحانه وتعالى belum menetapkan Ka'bah sebagai kiblat dalam shalat, walaupun ia lebih afdhal dan lebih dicintai Allah dan Nabi-Nya daripada Al Baitul Maqdis.
Agar bisa menghadap Ka'bah, maka Nabi selalu menjadikan posisi Ka'bah di antara beliau dan Al Baitul Maqdis. Sehingga walaupun kiblat beliau adalah Al Baitul Maqdis, namun sekaligus beliau menghadap ke arah Ka'bah. Itulah rumah Allah yang diberkahi yang dibangun oleh kekasih Allah, Ibrahim عليه السلام dan putranya, Isma'il عليه السلام.
Setelah berhijrah, perintah untuk menghadap Al Baitul Maqdis masih tetap berlaku kira-kira setahun lebih enam atau tujuh bulan. Sejak itulah Nabi tidak mungkin lagi shalat menghadap Ka'bah. Karena, Madinah terletak di antara Makkah dan Syam.
Tak ayal, hal ini membuat orang-orang Yahudi yang populasi mereka terbilang banyak di Madinah bersuka cita. Secara kasat mata, kiblat Nabi Muhammad ﷺ mengikuti kiblat mereka.
Nabi kita sangat berharap agar bisa shalat menghadap Ka'bah. Oleh karenanya beliau tiada henti berdoa kepada Allah, terus menerus menghadapkan wajahnya ke langit, merindukan turunnya wahyu dan perintah dari Allah untuk shalat menghadap Ka'bah.
Maka Allah pun menjawab permintaan kekasih-Nya dengan menurunkan ayat:
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ
"Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan menghadapkanmu ke kiblat yang kamu ridhai. Palingkanlah wajahmu ke arah Al Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya." [Q.S. Al Baqarah: 144].
Pembaca, sungguh ayat ini menggambarkan betapa mulia Nabi kita Muhammad ﷺ. Allah bersegera untuk memberikan sesuatu yang membuat Nabi ridha terhadapnya.
Dari ayat ini juga diambil hukum bahwa menghadap Ka'bah adalah syarat sahnya shalat. Jika memungkinkan, hendaknya kita benar-benar menghadap ke Ka'bah. Namun bila tidak memungkinkan, maka cukuplah menghadap ke arahnya. Dan ini berlaku bagi semua shalat, baik shalat wajib ataupun sunnah.
Apa yang terjadi setelah turun ayat ini? Ya, orang Yahudi gempar dibuatnya. Mereka mencibir, “Apakah gerangan yang membuat umat Muhammad ﷺ berpaling dari Al Baitul Maqdis?"
Walaupun ucapan ini secara lahir adalah ejekan untuk Nabi dan umat Islam, mereka anggap umat Islam tidak punya pendirian, mudah goyah, plintat-plintut. Namun pada hakikatnya ucapan ini adalah protes dan kritik pedas terhadap keputusan Allah سبحانه وتعالى. Penolakan terhadap syariat Allah dan sikap membutakan diri terhadap keutamaan yang Allah berikan kepada umat Islam.
Benar, itulah hakikatnya. Namun demikian, tetap saja ungkapan mereka terasa berat diterima dan pahit dirasa bagi jiwa yang lemah dan mudah terombang-ambing.
Lain halnya dengan mereka yang teguh imannya, justru semakin bertambahlah ketaatan mereka dan keyakinannya dengan ujian ini.
Benar. Ketetapan Allah ini sesungguhnya adalah ujian bagi mereka yang menyatakan keimanan. Dengan ujian ini akan jelaslah orang yang berpura-pura beriman dan orang yang jujur dalam imannya. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ
"Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah." [Q.S. Al Baqarah: 143].
Orang-orang yang mendapat hidayah tidak akan peduli dengan omongan dan olok-olokan siapa pun setelah turun ayat pemindahan kiblat ini. Kenapa❓Sebab Allah memberitahukan bahwa olok-olokan tersebut berasal dari orang-orang yang memang kurang akal, tidak punya sikap santun, dan tidak beragama dengan baik. Kalau begitu pantaslah mereka bertingkah. Adapun orang yang cerdas, berakal, dan beriman akan menyikapi ketentuan Allah dengan menerima, tunduk, dan menjalankannya.
Turunnya ayat 142 ini merupakan hiburan dari Allah untuk hamba-Nya yang beriman. Hiburan, sekaligus bukti nyata akan kebenaran risalah Nabi ﷺ. Sebab, ayat tersebut turun sebelum Allah memerintahkan Nabi untuk memindahkan kiblat ke arah Ka'bah. Dan telah cukup hal ini sebagai bantahan.
Namun demikian, karena rahmat dan kasih sayang-Nya, Allah kuatkan lagi bantahannya sehingga mulut orang-orang Yahudi terbungkam, sehingga sirnalah berbagai syubhat (kerancuan berpikir) yang mungkin masih meninggalkan bekas. Allah سبحانه وتعالى berfirman:
ۚ قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Katakanlah, 'Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus." (Q.S. Al Baqarah:142).
Ketahuilah, semua arah mata angin adalah milik Allah. Timur barat, utara dan selatan semuanya adalah milik Allah. Tidak ada yang keluar dari kekuasaan-Nya. Sehingga, merupakan hak mutlak bagi Allah untuk memutuskan sesuatu terkait dengan kekuasaannya.
Jika Allah tetapkan kiblat di arah timur maka itu adalah hak Allah. Tidak ada yang bisa menolak hukum ini dengan alasan apa pun. Jika Allah memindahkan ke arah lain, maka itu pun juga hak Allah. Dan tidak ada pula yang bisa beralasan untuk menolak hukum-Nya.
Namun Allah tidaklah memberikan hidayah melainkan kepada yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Di antara hidayah tersebut adalah perintah untuk menghadap kepada Ka'bah yang termasuk peninggalan dari ajaran Nabiyullah Ibrahim. Dimana menjalankan ajaran beliau adalah keutamaan besar dan anugerah yang agung.
Jika demikian halnya, pantaskah kemudian seseorang menolak anugerah-Nya, mengolok-olok keutamaan dari-Nya dan enggan mengikuti hidayah-Nya?
Sesungguhnya sikap hasad dan melampaui batas telah membuat mereka berpaling dari hidayah Allah.
Hidayah dan kesesatan kembali kepada kehendak Allah. Namun dengan hikmah dan keadilan-Nya, Allah telah tetapkan sebab-sebab mendapat hidayah dan sebab-sebab yang menjerumuskan kepada kesesatan.
Dalam Al Quran, Allah menyebutkan sekian sebab untuk meraih hidayah. Di antara contohnya adalah dengan mengikuti jalur yang membawa kepada ridha Allah. Seperti yang disebutkan dalam ayat-Nya:
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (Q.S. Al Maidah: 16).
Itu salah satu contohnya. Adapun dalam ayat yang sedang kita kaji kali ini, Allah سبحانه وتعالى menyebutkan satu sebab yang mewakili berbagai sebab mendapat hidayah. Sebab tersebut adalah sifat keadilan yang Allah jadikan pada umat ini dalam segala sisinya.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan." [Q.S. Al Baqarah: 143].
Umat Islam adalah umat yang adil terhadap para nabi. Tidak seperti Yahudi yang selalu menyakiti. Tidak pula seperti Nasrani yang berlebihan menjunjung tinggi. Umat Islam mengimani seluruh Nabi. Memenuhi hak-hak mereka; yaitu dibenarkan, dihormati, ditolong, diikuti petunjuknya. Di lain sisi, para Nabi tidak diangkat melebihi kedudukan yang telah Allah berikan kepadanya.
Dalam hal thaharah (kesucian badan dan tempat) dan urusan makanan, umat Islam adalah umat terbaik. Tidak seperti Yahudi. Tidak sah bagi mereka, beribadah di luar biara. Jika kain terkena benda najis, maka tidak bisa disucikan hanya dengan air, namun harus dipotong bagian yang terkena najis lalu dibuangnya. Dalam hal makanan, yang baik dan bergizi seperti daging ayam dan unta justru diharamkan akibat dosa-dosa mereka sendiri.
Lain lagi dengan Nasrani. Mereka menganggap tidak ada barang najis, semua suci. Tidak ada pula menurut mereka makanan yang haram. Semua boleh dan semua halal disantap. Daging babi dan bangkai yang menjijikkan bagi mereka adalah boleh.
Adapun Islam, maka thaharah yang diajarkan adalah thaharah yang kamil dan lengkap. Dalam hal makanan, Allah سبحانه وتعالى halalkan makanan dan minuman yang thayyib dan Allah سبحانه وتعالى haramkan yang khabits /kotor/najis.
Dengan keadilan ini, maka Allah jadikan umat Islam sebagai syahid, yang diterima persaksiannya atas umat manusia baik di dunia maupun di hari kiamat. Umat Islam, jika sepakat dan bersaksi bahwa Allah menghalalkan sesuatu atau mengharamkannya, atau mewajibkannya, maka kesaksian tersebut tidak bisa digugat dan telah pasti kebenarannya.
Pada hari kiamat kelak, ketika Allah سبحانه وتعالى menanyai setiap nabi tentang tugas mereka untuk menyampaikan risalah secara sempurna kepada umatnya masing -masing, ternyata didustakan oleh kaumnya, mereka mengingkari bahwa nabi mereka menyampaikan amanahnya. Maka para nabi tersebut meminta persaksian kepada umat Islam dan disaksikan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Telah disebutkan bahwa dengan peristiwa pemindahan kiblat, akan tampak jelas siapa yang mengikuti Rasul dan selalu beriman kepadanya, yakin bahwa beliau adalah seorang hamba yang diperintah oleh Allah yang mengutusnya. Terlebih, dalam kitab Taurat dan Injil telah disebutkan bahwa Syariat Islam menetapkan Ka'bah sebagi kiblat dalam shalat.
Di sisi yang lain, akan tampak jelas pula siapa yang berpaling dari kebenaran, mengikuti hawa nafsu dan membelot kepada kekufuruan. Terombang-ambing dalam bingung dan bimbang, mencari pembenaran dengan dalil yang tak jelas juntrungnya, dan syubhat yang tak diketahui ujung pangkalnya.
Allah سبحانه وتعالى Maha Mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi. Namun tidaklah Allah akan membalas dan memberikan hukuman pada sesuatu sebelum dilakukan. Nah dengan ujian inilah, Allah tegakkan keadilan. Allah berikan pahalanya kepada orang yang tunduk dan patuh, dan sebaliknya Allah berikan sanksi kepada mereka yang membelot.
Ayat ini adalah kabar gembira bagi orang yang telah diberi hidayah kepada Islam dan iman. Allah akan menjaga iman mereka, memberikan taufik agar iman mereka selalu bertambah. Jika muncul ujian, ujian itu bukanlah menjadi sebab mereka berbalik, justru akan nampaklah kejujuran iman mereka dan semakin kokoh keimanan mereka. Tatkala Allah memindahkan kiblat ke arah ka'bah, maka Allah jaga orang-orang yang beriman untuk tetap di atas keimanannya.
Bagaimanakah nasib para shahabat yang meninggal sebelum kiblat dipindahkan❓Apakah amalan mereka bermanfaat. Dalam hal ini, Allah tidaklah menyia-nyiakan iman mereka, termasuk ibadah shalat mereka. Sebab mereka juga beribadah kepada Allah sesuai dengan aturan yang berlaku saat itu.
Sesungguhnya Allah Maha berbelas kasih dan Maha Penyayang. Di antara bentuk kasihnya, Allah berikan hidayah kepada seseorang, lalu sebagai bentuk kesempurnaan nikmat-Nya, Allah jaga iman tersebut, Allah timpakan ujian kepadanya sehingga akan tersisihlah darinya orang-orang yang beriman dengan lisan namun tidak dengan galbu. Ujian yang akan semakin menambah iman orang-orang yang jujur dalam imannya, Allah angkat derajat mereka, dan Allah arahkan mereka untuk menghadap kepada rumah Allah yang paling mulia, Ka'bah Al Musyarrafah.
Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari dari hadits Bara' bahwa shalat yang pertama kali dihadapkan ke arah Ka'bah adalah shalat Ashar. Usai shalat bersama Nabi di Masjid beliau, pergilah seorang shahabat dan kebetulan melewati jama'ah di masjid lain, mereka sedang ruku' menghadap Syam. Shahabat tersebut berseru, “Aku bersaksi bahwa aku baru saja shalat bersama Nabi ﷺ menghadap Ka'bah." Maka dengan segera, seluruh jama'ah berputar haluan, berpaling dari Syam menuju arah Ka'bah.