Sanad adalah senjata seorang mukmin. Jika dia tidak punya senjata, dengan apa dia akan berperang? kata Sufyan Ats Tsauri rahimahullah.
(Diriwayatkan dalam Adabul Imla wal Istimla')
Dengan mendengar ucapan Sufyan Ats Tsauri ini, kita akan menyimpulkan sanad adalah bagian penting dari agama ini. Namun, di sisi lain, terbetik tanya di bena kita, "Apakah sanad itu?" "Seberapa urgensinya sanad ini hingga Imam Sufyan Ats Tsauri mengatakan seperti ini?
Bagi orang yang banyak bergelut dengan kitab-kitab induk hadis: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At Tirmidzi, dan kitab-kitab hadis lainnya, sanad ini merupakan sesuatu yang akrab. Betapa tidak! Setiap hadis yang tercantum dalam kitab-kitab tersebut senantiasa menyebutkan sanad. Bahkan, tidak hanya kitab hadis, kitab-kitab akidah, fikih, tafsir dan adab yang ditulis para ulama mutaqaddimiin (ulama generasi terdahulu) banyak menggunakan sanad.
Apakah sanad itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sanad diartikan sebagai rentetan rawi hadis sampai kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Sedangkan para ulama hadis sendiri memberikan definisi sebagai berikut : sanad adalah rantai urutan perawi yang menyampaikan kepada redaksi suatu ucapan. Dengan kata lain sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan (redaksi ucapan). Ucapan ini tidak mesti hadis, bisa juga berupa atsar (ucapan sahabat, tabi'in dan ulama).
Sebagai contoh, meri kita lihat hadis pertama dalam Shahih Bukhari berikut ini.
حَدَّثَنَا الحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الأَنْصَارِيُّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ، أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى المِنْبَرِ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya :
Dalam contoh di atas, yang disebut sanad adalah urutan periwayat hadis yang bernomor 1-6. Sedangkan bagian nomor 7 dari hadis tersebut disebut sebagai matan (redaksi hadis). Al Humaidi rahimahullah adalah guru Imam Bukhari (wafat 256 H). Sufyan bin Uyainah adalah guru dari Al Humaidi (wafat 219 H). Yahya al Anshari adalah guru dari Sufyan (wafat 198 H). Muhammad bin Ibrahim adalah guru Yahya bin Sa'id (wafat 144 H). Alqamah adalah tabi'in guru Muhammad bin Ibrahim (wafat 120 H), sahabat Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu adalah guru Alqamah (wafat 80 H).
Dari sanad ini, kita bisa menilai bahwa para periwayat hadis ini meriwayatkan dengan bersambung sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Dengan disebutkannya nama periwayat, biografi mereka pun bisa diteliti. Para ulama telah menyebutkan biografi para perawi di dalam karya karya mereka. Kitab-kitab seperti At Tarikhul Kabir, karya Imam Al Bukhari, Al Kamal dan Tahdzibul Kamal karya al Mizzi, Tahdzibut Tahdzib dan Taqribut Tahdzib karya Al Hafizh Ibnu Hajar, Mizanul I'tidal karya Adz Dzahabi, kitab-kitab tersebut menyebutkan biografi singkat para perawi terkait dengan periwayatan hadis. Disebutkan tahun lahir, tempat belajar, siapa saja guru-gurunya, dan siapa saja murid dari perawi-perawi tersebut. Sehingga, dengan mengetahui sanad, bisa diteliti apakah ucapan ini benar dari Nabi atau dusta.
Pengetahuan tentang sanad sangat urgen dalam penetapan keabsahan penisbatan sebuah ucapan kepada pengucapnya. Dengan mengetahui keabsahan penisbatan kepada pengucapnya, kita akan terhindarkan dari kedustaan terhadap seseorang.
Lebih penting dari itu, sanad diperlukan untuk meneliti keabsahan penyandaran suatu hadis kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sebab, hadis Nabi dipalsukan atau disisipi, maka syariat Allah akan berubah. Karena itulah, dengan adanya sanad ini, agama akan terjaga.
Pembaca yang semoga Allah rahmati, demikianlah sekilas perkenalan kita dengan sanad. Maka dari itulah, kita bisa memahami bahwa ucapan Abdullah bin Mubarak berikut ini tidaklah berlebihan. Beliau mengatakan,
"Sanad adalah bagian dari agama. Kalau bukan disebabkan sanad, niscaya siapa saja bisa mengatakan apa yang dia maukan"
(diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam Muqaddimah Shahih Muslim).
Pada zaman sekarang ini, mayoritas hadis-hadis yang disebutkan oleh para ulama tanpa menyebutkan sanad. Tujuan dari penyampaian hadis seperti ini adalah untuk meringkas pembahasan dan lebih memfokuskan pada kandungan hadis tersebut. Namun, sebelum ulama menyampaikan suatu hadis dan menyebutkan kandungan ilmunya, ulama tersebut telah menyaring hadis yang disampaikan.
Di sisi lain, telah tersebarnya kitab-kitab induk hadis memungkinkan untuk meringkas hadis tanpa menyebutkan sanad. Penyampai hadis cukup mengisyaratkan sumber riwayat hadis tersebut. Dengan menyebut, "Hadis riwayat At Tirmidzi," misalnya, pembaca yang ingin meneliti jalan hadis bisa merujuk kepada kitab Sunan At Tirmidzi untuk melihat kepada sanad hadis.
Para ulama hadis juga telah memudahkan kaum mulimin untuk menyaring antara hadis shahih, dhaif, atau maudhu. Mereka telah memberi sumbangsih berupa karya emas yang sangat berharga berupa penghukuman terhadap hadis-hadis, Sehingga, kita tinggal mengambil penghukuman mereka terhadap suatu hadis.
Syaikh Al Albani rahimahullah misalnya, beliau telah meneliti kitab Sunan yang empat (Sunan At Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah, Sunan An Nasai, empat kitab ini termasuk kitab yang paling banyak dirujuk dari kitab induk hadis) dan beliau memberikan hukum terhadap masing-masing hadisnya. Syaikh Al Albani juga memiliki kitab ensiklopedia hadis-hadis shahih yang berjudul Silsilatul Ahadits Ash Shahihah. Di dalam kitab tersebut, Syaikh Al Albani menyebutkan hadis-hadis shahih beserta takhrij (kitab sumber riwayat hadis), penguat, dan sebagian dari kandungan hadis. Sedangkan di dalam kitab Shahihul Jami', Syaikh Al Albani telah meneliti kurang lebih 8.200 hadis dan memberikan hukum secara ringkas pada masing-masing hadisnya, tanpa menyebutkan takhrij maupun penguat. Beliau memiliki kitab lainnya yang membahas hukum hadis. Ini menunjukkan luasnya ilmu beliau terhadap hadis-hadis.
Syaikh Muqbil rahimahullah juga memiliki beberapa karya monumental mengenai hukum-hukum terhadap hadis. Beliau telah menyusun kitab Al Jami' Ash Shahih mimma laisa fish Shahihain. Di dalam kitab tersebut beliau mengumpulkan 1.738 hadis shahih yang tidak dimuat di dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim. Dengan murujuk kepada penghukuman para ulama hadis tersebut, kita akan dimudahkan dalam menyeleksi hadis. Sehingga kita pun bisa berpedoman pada hadis yang bisa diterima dan meninggalkan hadis yang tertolak. Allahu a'lam bish shawaab. [Al Ustadz Abu Yusuf Abdurrahman]
Sumber : Majalah Tashfiyah Vol. 07 1440 H | 2019 M