بسْم ألله.
Izin bertanya ustadz.
Seseorang yang tertidur hingga mendengkur ketika khatib khutbah Jumat, lalu terbangun ketika ikamah salat Jumat. Apakah dia harus berwudu kembali sebelum salat?
جَزَاكَ اللّهُ خَيْرًا كثيرًأ
Jawaban:
Oleh al-Ustadz Abu Fudhail Abdurrahman ibnu Umar hafizhahullah.
Selama masih bisa mendengar dan merasa, maka wudunya tidak batal. Tidur yang membatalkan wudu adalah tidur nyenyak yang seseorang itu tidak bisa lagi merasa.
Syekh Abdul Aziz ibnu Baz berkata,
النوم ينقض الوضوء إذا كان
مستغرقا قد أزال الشعور؛ لما روى الصحابي الجليل صفوان بن عسال المرادي - رضي الله عنه - قال: «كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يأمرنا إذا كنا مسافرين أن لا ننزع خفافنا ثلاثة أيام ولياليهن إلا من جنابة ولكن من غائط وبول ونوم » أخرجه النسائي، والترمذي واللفظ له، وصححه ابن خزيمة.
ولما روى معاوية - رضي الله عنه - عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: «العين وكاء السه، فإذا نامت العينان استطلق الوكاء » رواه أحمد، والطبراني، وفي سنده ضعف، لكن له شواهد تعضده، كحديث صفوان المذكور، وبذلك يكون حديثا حسنا.
وبذلك يعلم أن من نام من الرجال أو النساء في المسجد الحرام أو غيره فإنه تنتقض طهارته، وعليه الوضوء، فإن صلى بغير وضوء لم تصح صلاته،
"Tidur itu membatalkan wudu apabila sifatnya nyenyak yang menghilangkan rasa berdasarkan apa yang diriwayatkan dari sahabat yang mulia Shafwan ibnu 'Assal al-Muraadii radhiyallahu'anhu beliau berkata,
كان يأمرنا إذا كنا مسافرين أن لا ننزع خفافنا ثلاثة أياك وليالهن إلا من جنابة ولكن من غائط وبول ونوم
Dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kami, apabila safar, untuk tidak melepas khuf (sepatu) kami tiga hari tiga malam, kecuali jika junub. Akan tetapi, bersucinya batal karena buang air besar, buang air kecil dan tidur." ( an-Nasā'ī dan at-Tirmidzī dengan lafaz dari at-Tirmidzì, disahihkan oleh ibnu Khuzaimah)
Dan juga berdasarkan hadis dari Muawiyah radhiyallahu anhu dari Nabi shallallah alaihi wa sallam beliau bersabda,
'Mata itu adalah tali yang ikatannya ke dubur. Apabila mata itu tidur, niscaya tali itu akan lepas (sehingga dengan sebab itu, tidak merasa lagi keluarnya sesuatu dari duburnya).' ( HR. Ahmad dan at-Thabrani).
Di dalam sanadnya terdapat kelemahan, tetapi menjadi kuat dengan dikumpulkan jalan-jalanya seperti hadis Shafwan yang telah disebutkan. Maka dengan sebab itu hadisnya menjadi hasan.
Atas dasar ini, diketahui bahwa barang siapa yang tidur baik dari laki-laki maupun perempuan di Masjidilharam atau yang lainnya, maka bersucinya batal dan wajib baginya untuk wudu kembali, jika dia salat tanpa berwudu lagi, maka salatnya tidak sah." ( Majmū' al-Fatāwā, jilid 10, hlm. 144).
Wallahua'lam.
📃 Sumber: Majmu'ah al-Fudhail
✉️ Publikasi: https://t.me/TJMajmuahFudhail
===================
Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al-Bassaam rahimahullah mengatakan :
Para ulama berbeda pendapat dalam hal apakah tidur itu membatalkan wudhu atau tidak dalam tiga :
1. Sebagian ulama berpendapat bahwasannya tidur yang sedikit dan tidur yang banyak itu membatalkan wudhu. Yang mendasari hal ini dari mereka, sesungguhnya tidur itu sendiri merupakan hadats yang membatalkan wudhu.
2. Sebagian mereka berpendapat bahwasanya tidur tidak membatalkan wudhu baik sedikit ataupun banyak, selama tidak yakin akan keluarnya hadats (keluar angin).
Yang mendasari mereka bahwasanya tidur itu tidaklah membatalkan wudhu, akan tetapi tidur itu sekedar perasangka terjadinya hadats.
3. Jumhur mayoritas ulama berpendapat bahwasanya tidur yang banyak yang berat itu membatalkan wudhu tapi tidur yang sedikit itu tidak membatalkan. Mereka memiliki rincian-rincian batasan banyak dan sedikitnya dalam tidur dan sifat-sifat yang membatalkan yang disebutkan dalam kitab-kitab hukum. Dan ini adalah pendapat yang rajih yang mengumpulkan padanya dalil-dalil yang terlihat bertentangan :
Sesungguhnya hadits Shafwan bin Assaal :
كان يأمرنا إذا كنا في سفر أن لا ننزع خفافنا ثلاثة أياك وليالهن إلا من جنابة ولكن من غائط وبول ونوم
“Dulu Nabi ﷺ memerintahkan kami, apabila kami safar, untuk tidak melepas khuf kami tiga hari tiga malam, kecuali kalau junub. Akan tetapi karena buang air besar, buang air kecil dan tidur.”
HR. Tirmidzi dan Nasai.
Hadits diatas menetapkan batalnya wudhu karena tidur, sebagaimana buang air besar dan buang air kecil.
Hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu :
كان أسحاب رسول الله ﷺ على عهده ينتظرون العشاء حتى تخفق رؤوسهم ثم يصلون ولا يتوضؤون
“Dulu sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ di zamannya menunggu shalat isya sampai terangguk-angguk kepala mereka (tertidur sedikit), kemudian mereka shalat dan mereka tidak berwudhu.”
HR. Abu Dawud
Ini dalil bahwasannya tidur yang sedikit tidak membatalkan wudhu.
(Taudhih Al-Ahkam 1/282-283)
Grup Whatsap Ma’had Ar-Ridhwan Poso
http://telegram.me/ahlussunnahposo