HUKUM PEMILU DAN DEMONSTRASI
Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata :
"Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin.Semoga salam dilimpahkan kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Banyak pertanyaan seputar hukum pemilu dan demonstrasi yang sesungguhnya dua perkara tersebut merupakan hal yang diimpor dari orang-orang kafir.
Maka aku katakan dengan memohon taufik dari Allah ta'ala :
Pertama : adapun pemilu, maka dalam hal ini terdapat rincian hukum sebagai berikut :
1. Apabila kaum muslimin butuh untuk memilih pemimpin tertinggi, maka pemilihan ini disyariatkan. Akan tetapi dengan syarat yang melakukan pemilihan tersebut adalah ahlul halli wal 'aqdi, yaitu para ulama yang utama dan orang-orang yang memiliki pemahaman tentang politik yang syar'i untuk ikut menentukan pemimpin yang pantas untuk dipilih.
Sedangkan yang lainnya (yaitu rakyat) mengikuti siapa yang dipilih oleh ahlul halli wal 'aqdi sebagai pemimpin.
2. Hal yang demikian sebagaimana telah terjadi di kalangan para sahabat Nabi radhiyallahu 'anhum ketika ahlul halli wal 'aqdi dari kalangan mereka memilih Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu dan mereka memba'iat beliau.
Maka bai'at mereka mengharuskan seluruh umat (rakyat) untuk memba'iatnya. Sebagaimana pula Umar bin al Khaththab radhiyallahu 'anhu mewakilkan pemilihan pemimpin sepeninggal beliau kepada enam sahabat dari 10 orang sahabat yang diberi kabar gembira dengan jannah (surga).
Kemudian mereka memilih dan membai'at (menyatakan sumpah setia dalam perkara yang ma'ruf) kepada Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu sebagai pemimpin, sehingga dengan ba'iat mereka mengharuskan seluruh umat untuk memba'iatnya.
3. Adapun kekuasaan-kekuasaan di bawah pemimpin tertinggi (baik itu jabatan gubernur maupun di bawahnya), maka termasuk di antara tanggung jawab pemimpin tertinggi adalah memilih dan menentukan orang-orang yang memiliki kemampuan dan amanah (terpercaya) untuk memegang jabatan-jabatan tersebut.
4. Allah ta'ala berfirman
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil" (an-Nisa : 58)
Ayat ini khitob (arah pembicaraan)-nya tertuju kepada pemerintah, sedangkan amanat yang dimaksud di dalam ayat tersebut adalah kekuasaan-kekuasaan dan jabatan-jabatan yang ada dalam negara yang Allah jadikan sebagai amanat di pundak pemerintah.
Adapun pelaksanaan amanatnya adalah dengan memilih orang yang mampu dan terpercaya untuk menduduki jabatan-jabatan tersebut.
Sebagaimana Nabi, para khalifah beliau, dan pemerintahan Islam yang datang setelahnya, merekalah yang memilih orang-orang yang pantas untuk menjabat tugas-tugas kenegaraan tersebut, sesuai dengan bimbingan syariat.
Adapun pemilu yang dikenal di masa kita di banyak negara, maka bukan berasal dari aturan syariat. Sehingga yang masuk ke dalam pemilu adalah kekacauan, ambisi-ambisi pribadi, pelanggaran, dan keserakahan.
Yang terjadi di dalamnya adalah berbagai fitnah dan pertumpahan darah. Tiadak akan tercapai maksud yang dituju (kestabilan, keamanan, dan kemakmuran negeri) dengan sistem pemilu. Bahkan pemilu menjadi ajang tawar-menawar dan jual beli jabatan, serta janji-janji kosong.
Kedua : sedangkan demonstrasi, maka Islam tidak membenarkan tindakan tersebut karena akan menyebabkan kekacauan, hilangnya keamanan, pembunuhan, pengrusakan harta benda, dan pelecehan terhadap para pemimpin muslim.
Agama kita adalah agama yang teratur dan tertata serta menolak berbagai kerusakan.
Jika masjid-masjid dijadikan sebagai tempat untuk dibantu kegiatan-kegiatan demonstrasi (seperti mengkritisi dan mencela kebijakan-kebijakan pemerintah dalam khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah), maka yang demikian lebih jelek lagi dan termasuk bentuk penghinaan dan menjatuhkan kemuliaan masjid-masjid tersebut, dan juga merupakan teror terhadap orang-orang yang biasa mendatanginya, baik yang datang untuk shalat maupun untuk berdzikir kepada Allah ta'ala.
Masjid-masjid hanyalah dibangun untuk berdzikir kepada Allah ta'ala, shalat, ibadah, dan untuk mendapatkan ketenangan hati.
Sehingga menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk mengetahui perkara-perkara tersebut, agar jangan sampai mereka menyimpang dengan adat-adat yang datang dari orang-orang kafir, dan ajakan-ajakan yang menyesatkan, serta membebek terhada orang-orang kafir dan orang-orang yang ingin memunculkan kekacauan.
Semoga Allah ta'ala memberikan taufik kepada semua pihak untuk mendapatkan perkara yang akan membawa kepada kebaikan. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan segenap keluarga dan para sahabatnya.
(Majmu'ah min Maqalat asy Syaikh al Fauzan nomor 11358, tanggal 8 Ramadhan 1424 H / 3 November 2003)