URUTAN RUKUN IMAN DAN HIKMAHNYA
Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan –hafizhahullah-
PERTANYAAN :
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam menyebut susunan Rukun-rukun Iman dalam berbagai hadits –terkhusus hadits Jibril- bahwa
Rukun Iman adalah:
#Iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qadar yang baik dan buruknya;
Apakah ada hikmah yang bisa dipahami dari urutan ini?”
JAWABAN :
“Ada hikmahnya –wallahu’alam- pada penyusunan Rukun-rukun Iman yang tersebut di ayat-ayat dan hadits-hadits.
Walaupun huruf waw (و) --dalam ayat dan hadits tentang Rukun-rukun Iman, pent.-- tidak memiliki kelaziman menunjukkan urutan.
Rukun-rukun ini diawali dengan Iman kepada Allah; sebab iman kepada Allah adalah pondasi utama sedangkan rukun-rukun yang lain adalah yang mengikutinya.
Lalu disebutkan Iman kepada para malaikat dan para Rasul; karena merekalah wasithah (perantara) antara Allah dengan makhluk-makhluk-Nya dalam penyampaian risalah kerasulan. Malaikat menurunkan wahyu kepada para Rasul. Dan para rasul menyampaikannya kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman:
يُنَزِّلُ الْمَلآئِكَةَ بِالْرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنذِرُواْ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنَاْ فَاتَّقُونِ ﴿٢﴾
Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: "Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku". Q.S. An-Nahl : 2.
Kemudian disebutkan Iman kepada Kitab-kitab; karena ia adalah hujjah (argumen) dan marji’(sumber rujukan) yang para Rasul –dari kalangan malaikat dan nabi- datang membawanya dari sisi Allah untuk menegakkan hukum antara manusia dalam hal-hal yang mereka berselisih di dalamnya. Allah Ta’ala berfirman:
فَبَعَثَ اللّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُواْ ﴿٢١٣﴾
(Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Q.S. Al-Baqarah: 213.
Selanjutnya disebutkan Iman kepada Hari Akhir; sebab ia adalah tempat dijanjikan pembalasan atas setiap amalan yang merupakan hasil dari beriman kepada Allah, para malaikat, Kitab-kitab, para Rasul ATAU akibat dari pendustaan terhadap hal-hal tersebut. Sehingga konsekuensi keadilan ilahi adalah ditegakkannya Hari Akhir ini untuk memisah antara yang lalim dengan yang teraniaya dan penegakan keadilan antara manusia.
Berikutnya disebut Iman kepada Qada’ dan Qadar karena pentingnya iman ini dalam mendorong
orang beriman untuk beramal shalih dan mengambil berbagai sebab yang bermanfaat (dalam mencapai tujuannya) disertai bersandar kepada Allah Yang Maha Suci.
Dan untuk menjelaskan bahwa tidak ada kontradiksi antara syariat Allah -yang Dia utus para Rasul dan turunkan Kitab-kitab dengannya- dengan Qada’ dan Qadar-Nya. Berbeda dengan apa yang disangka oleh mubtadi’ah dan musyrikin yang mereka berkata (sebagaimana dalam firman-Nya):
لَوْ شَاء اللّهُ مَا عَبَدْنَا مِن دُونِهِ مِن شَيْءٍ نَّحْنُ وَلا آبَاؤُنَا وَلاَ حَرَّمْنَا مِن دُونِهِ مِن شَيْءٍ ﴿٣٥﴾
"Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatupun tanpa (izin) -Nya". Q.S. An-Nahl: 35.
Mereka membolehkan apa-apa yang mereka berada di atasnya dari kekufuran dengan alasan bahwa Allah telah mentakdirkan hal itu atas mereka. Dan apabila Allah telah mentakdirkannya atas mereka tentu –dalam persangkaan mereka- Dia telah meridhai hal tersebut dari mereka.
Maka Allah pun membantah mereka dengan seandainya Dia ridha kekufuran itu dari mereka niscaya Dia tidak akan mengutus para Rasul untuk mengingkarinya, sehingga Allah berfirman (penutup ayat tersebut di atas):
فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلاَّ الْبَلاغُ الْمُبِينُ ﴿٣٥﴾
maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Q.S. An-Nahl: 35. [***]
Muntaqaa Fataawa Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan, 1/ 12 – 14.
=====~~~~~~=======
[***] Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy dalam tafsirnya berkata:
“Lalu apabila para Rasul telah menyampaikan perintah dan larangan Rabb mereka kepada mereka musyrikin –sedangkan mereka berhujjah (berargumen untuk membantah) kepada para Rasul dengan takdir(atas kesyirikan mereka, pent.),- maka tidak ada lagi kewajiban apapun atas para Rasul. Dan hanyalah perhitungan mereka diserahkan kepada Allah ‘azza wa jalla(bukan lagi tugas para Rasul tersebut, pent.).” Taisiirul Kariimir Rahman, hal. 503.
Alih Bahasa: Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafizhahullah
https://t.me/ForumBerbagiFaidah [FBF]
www.alfawaaid.net | www.ilmusyari.com
|
Hikmah dari Urutan Rukun Iman |