Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

curahan hati di dalam ta'awun syar'i

4 tahun yang lalu
baca 10 menit

CURAHAN HATI, DI DALAM TA’AWUN SYAR’I

(Secuil nasihat untuk para pengurus pondok pesantren dan kepanitiaan dakwah)

Curahan Hati di Dalam Ta'awun Syar'i
Foto pembangunan pondasi majelis taklim Kampung Laut

Bacalah dengan perlahan...

Fulan adalah salah seorang ikhwan yang berta'awun di sebuah pondok pesantren. Bukan ustadz, bukan pula pengajar. Saya mengenal dia sebagai orang yang baik, walaa nuzakki 'alallah ahada. Orangnya pendiam. Dia memiliki sebuah tugas rutin, yaitu mengambil konsumsi (sayur/lauk), dari pondok putri ke pondok putra yang berjarak sekitar 700 m. Sebab, konsumsi pondok putra diolah di pondok putri. Tiga kali sehari setiap sebelum jam makan, dia bertugas mengambil sayur/lauk tersebut. Biasanya sekali bertugas hanya membutuhkan waktu sekitar 5--10 menit. Menghidupkan motor, berkendara ke pondok putri, mengambil wadah yang berisi konsumsi, lalu mengantarnya ke pondok putra. Demikian tugas tersebut dia jalankan dengan baik. 

Suatu ketika, dia memiliki keperluan yang mengharuskannya safar untuk pulang ke rumah asalnya. Kampung halamannya berjarak tempuh 2 jam dengan perjalanan menggunakan sepeda motor (dengan kecepatan sedang). Ketika waktu bertugas tiba, ternyata urusannya belum selesai, sehingga dia belum berada di pondok. Demi menjalankan amanah tersebut, dia rela untuk kembali menempuh jarak yang cukup jauh tersebut “hanya” untuk mengambil konsumsi dari pondok putri ke pondok putra, lalu segera kembali safar ke tempat asalnya. 

Sebenarnya, bisa saja dia meminta tolong teman lain untuk menggantikan tugas tersebut di hari itu. Namun, tidak dia lakukan. Diam-diam dia lakukan tugas tersebut, walaupun sebenarnya dia berhak mendapat udzur karena sedang berada di tempat lain yang cukup jauh. Para pengurus pun juga tidak menyadari hal tersebut, seolah-olah berjalan seperti biasa. Baru setelah beberapa waktu berlalu, beberapa pengurus tersadar, bahwa pada waktu itu, tenyata si Fulan lah yang menjalankan tugasnya seperti biasa. “Hanya” membutuhkan waktu 5--10 menit, namun tetap dia lakukan walau harus menempuh jarak yang sebegitu jauh. 

Oh iya, dia juga memiliki amanah yang lain. Yaitu berkeliling kompleks pondok, perumahan asatidzah dan pengurus, serta beberapa rumah di sekitar pondok. Bukan! Jangan salah sangka, dia berkililing bukan untuk menjajakan barang dagangannya. Lalu untuk apa? Dia mengumpulkan sampah dari rumah-rumah, untuk kemudian dibuang ke tempat Pembuangan Sampah yang berjarak beberapa kilometer dari pondok. hafizhaahullah.

Sering kali kita merasa ingin terkenal atau ketika bertugas senang dilihat atau sedih kalau ketika menjalankan amanah tidak ada orang yang tahu.

Astaghfirullaahal'adziim .... Ya Allah, Kami berlindung kepada-Mu dari niat yang tidak ikhlas.


°°°°°•••••°°°°°°

Berbicara pondok pesantren, tidak akan lepas dari ta’awun atau tolong menolong bekerja sama. Begitu pula kepanitiaan taklim atau dauroh. Program atau kegiatan bisa berjalan dengan lancar jika masing-masing menjalankan tugasnya dengan amanah dan profesional dalam bingkai ta’awun syar'i . Indahnya ta’awun. 

Namun, perlu diketahui, perkara yang paling mendasar yang harus senantiasa dijaga oleh individu-individu dalam ta’awun adalah keikhlasan. Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi:

أَنَا أَغْنَى الشُرَكاءِ عن الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْري تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ

"Aku adalah Zat yang paling tidak butuh terhadap kesyirikan. Siapa yang mengamalkan amalan yang ia menyekutukan selain-Ku dalam amalan tersebut bersama-Ku, Aku akan tinggalkan ia dan sekutunya" 

[HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

Sering sekali telinga ini mendengar hadis tersebut. Pun setiap mendengarnya di berbagai majlis taklim, seakan-akan baru mendengar dan tersadar. 

Ya, keikhlasan memang berat. 

Syaikh Ubaid Al Jabiri hafizhahullah pernah menerangkan bahwa,

الإخلاص ليس مثل المتابعة. المتابعة يكتسبها المرء بالعلم .متابعة النبي صلى الله عليه وسلم.أما الإخلاص فهو أمر من الله عز وجل يهبه من يشاء

"Ikhlas itu (dari satu sisi) tidak seperti mutaba’ah (yakni mengikuti bimbingan Nabi shallallah ‘alai wasallam). Mutaba’ah, seseorang bisa mengusahakannya dengan beramal di atas ilmu. Adapun keikhlasan, adalah pemberian dari Allah azza wajalla semata. Allah berikan kepada (hamba-hambanya) yang Allah kehendaki."

[sumber: potongan nasihat beliau di http://miraath.net/fatwah/10411. Kami sangat menyarankan untuk mendengarkannya secara lengkap]

Terkadang, hati ini terasa agak sesak, ketika dalam pembagian amanah kita mendapat tugas yang menurut kita kurang terlihat "penting". Atau, kita mendapat tugas yang “tidak tampak.” Seharusnya, hati ini merasa tentram, ketika tugas yang diamanahkan kepada kita dalam praktiknya jauh dari mata-mata manusia alias tidak terlihat. Dikarenakan hal tersebut biidznillah lebih mudah selamat dari noda-noda yang bisa mengotori keikhlasan. Senang terkenal, ingin tampil, suka dipuji, maunya terdepan, dan seterusnya; termasuk bisikan-bisikan hati yang harus selalu kita tangkis. Renungkanlah penggalan sabda Nabi shallallah ‘alai wasallam berikut :

طُوبَى لِعَبْدٍ آخِذٍ بِعِنَانِ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ الله أَشْعَثَ رَأْسُهُ مُغْبَرَّة قَدَمَاهُ إِنْ كَانَ فِي الْحِرَاسَةِ كَانَ فِي الْحِرَاسَةِ وَإِنْ كَانَ فِي السَّاقَةِ كَانَ فِي السَّاقَةِ إِنْ اسْتَأْذَنَ لَمْ يُؤْذَنْ لَهُ وَإِنْ شَفَعَ لَمْ يُشَفَّعْ

"Sungguh telah beruntung seorang hamba yang dia memegang tali kekang kudanya dalam jihad fii sabiilillah. Rambut kepalanya kusut sedangkan kakinya berbalut debu. Jika dia mendapat tugas untuk berjaga, maka dia terima tugas tersebut dan dia laksanakan. Begitu pula jika ditugaskan di posisi pasukan paling belakang, diapun menjalankan tugasnya. Apabila dia memohon izin maka tidak diizinkan dan apabila meminta syafa’at (sebagai perantara) tidak diterima (karena tidak terkenal)."

[HR. Bukhari dari shahabat Abu Hurairah]

Dari hadits tersebut bisa diambil beberapa faedah:

1. “Rambut kepalanya kusut sedangkan kakinya berbalut debu”, yakni dia tidak terlalu peduli dengan (kondisi) tubuhnya karena capek dan lelah, selama hal tersebut adalah akibat dari kesungguhannya dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Yang paling dia pedulikan adalah bagaimana dia bisa semaksimal mungkin beramal untuk Allah.

2. “Jika dia mendapat tugas untuk berjaga, maka dia terima tugas tersebut dan dia laksanakan. Begitu pula jika ditugaskan di posisi pasukan paling belakang, diapun menjalankan tugasnya.” Kita ketahui bersama, dalam jihad, seorang yang memiliki tugas hirasah (berjaga) bukanlah termasuk muqaddamuljaisy (pasukan yang berada di depan). Sehingga tentu tidak terlalu tampak sebagaimana pasukan yang berada di lini depan.

3. Dia tidak terlalu peduli mendapat jenis tugas apa ataupun ditempatkan di mana pun. Yang dia pentingkan adalah bagaimana dia bisa amanah dan profesional dalam menjalankan tugas tersebut.

4. Dia tidak terkenal maupun dikenal di sisi manusia. Begitu pula dia tidak terlalu peduli apakah dia terkenal atau tidak terkenal. Yang dia pentingkan adalah cintanya Allah azza wajalla.

Rasullullah shallaahualaihiwasallam juga bersabda

إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِي

"Sungguh Allah mencintai hambanya yang bertakwa, Al ghaniy (merasa cukup dari manusia dan bersandar hanya kepada Allah), Al khafiy (tersembunyi dan tidak suka mengusahakan diri untuk terkenal)."

(HR. Muslim dari shahabat Sa’ad bin Abi Waqqash)

Apakah dari hadis tersebut dipahami bahwa sebaiknya kita melakukan uzlah (menyendiri) supaya termasuk hamba-Nya yang Al khafiy (tersembunyi)? Syaikh Al Utsaimin menjelaskan, "Bukanlah maksud hadis tersebut adalah menyendirilah (uzlah) dari manusia !? Namun, kita katakan kepadanya, "Janganlah engkau bersemangat untuk berusaha menampak-nampakkan dirimu untuk terkenal !”

(Penggalan dua hadis di atas kami petik dari penjelasan Syaikh al Utsaimin dalam “Al Qoulul mufiid ‘ala kitaabi attauhid” dan “Fath dzil jalaali wal ikram". Kami sangat menyarankan untuk membaca keterangan lengkap dari beliau)

Apapun bagian kita dalam ta’awun dakwah, baik di pondok-pondok pesantren maupun kepanitiaan taklim ataupun dauroh, tentunya sesuai kapasitas kita masing-masing, ketika memang asatidzah sudah memberi sebuah amanah kepada kita, seharusnya yang kita pentingkan adalah tercapainya tujuan dalam ta’awun tersebut. Yakni bagaimana kegiatan pondok bisa berjalan lancar atau bagaimana dauroh bisa sukses. Bukan bagaimana kita bisa tampil. Seksi konsumsi, seksi kebersihan, seksi perizinan, seksi parkir, seksi MCK, seksi perlengkapan, seksi sound system, dan seterusnya tanpa mengecilkan seksi yang lain, namun hanya sebagai contoh, adalah bagian-bagian yang cukup menunjang dalam suksesnya sebuah kepanitiaan dauroh atau pengajian. Tukang belanja pondok, seksi pembangunan pondok, seksi air, seksi transportasi, tukang beli gas, tukang kirim galon, seksi listrik, tukang masak, “pak bon” pondok, dan lainnya, sekali lagi tanpa mengecilkan tugas yang lain, namun hanya sebagai contoh, juga penunjang penting berlangsungnya kegiatan pondok. Jadi, apapun tugasmu, jadilah engkau sebagai hamba Allah yang memiliki sifat amanah. Sekecil apapun peran dan kontribusimu dalam ta’awun, sungguh karunia Allah Ta’ala sangatlah luas. Jalan-jalan untuk memperoleh pahala-Nya pun sangat banyak dan beragam.

Perhatikan kisah berikut ini! 

Shahabat Abu Mas’ud Al Anshari bercerita:

عن أبى مسعود الأنصاري قال جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال : إني أبدع بي فاحملنى قال لا أجد ولكن ائت فلانا فلعله أن يحملك فأتاه فحمله فأتى النبي صلى الله عليه و سلم فأخبره فقال من دل على خير فله مثل أجر فاعل

"Suatu ketika seorang lelaki mendatangi Nabi shallallahualaihi wasallam seraya berkata, "Tungganganku tidak bisa kunaiki, oleh karena itu berilah aku tumpangan!" Maka beliau shallallahualaihi wasallam menjawab (yang artinya), “Aku tidak bisa memberimu tumpangan, akan tetapi cobalah kau datangi si fulan! Barangkali dia bisa memberimu tumpangan.” Maka orang tersebut melaksanakan saran Nabi shallallahualaihi wasallam dan berhasil mendapatkan tumpangan. Lalu dia kembali mendatangi Nabi shallallahualaihi wasallam seraya mengabarkan bahwa dia telah mendapatkan tumpangan. Maka beliau shallallahualaihi wasallam bersabda (yang artinya), “Barang siapa yang menunjuki/menjadi perantara terwujudnya sebuah kebaikan, maka dia mendapat pahala seperti orang yang melakukan kebaikan tersebut.”

[HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad dan dinyatakan Shahih oleh Syaikh Albani]

Coba kita renungi kembali kisah dalam hadis tersebut! Baca dan ulang lagi serta pahami kisah dan sabda Nabi shallallahualaihi wasallam. 

من دل على خير فله مثل أجر فاعله

“Barang siapa yang menunjuki/menjadi perantara terwujudnya sebuah kebaikan, maka dia mendapat pahala seperti orang yang melakukan kebaikan tersebut.”

Allahu Akbar! Betapa luas karunia-Mu Ya Allah.... Subhanallah....!

Sehingga jika engkau mendapat suatu tugas dalam ta’awun dakwah, baik di pondok maupun di kepanitiaan, padahal dirimu merasa mampu untuk memikul tugas yang dalam angan-anganmu lebih baik dari amanah yang diberikan asatidzah, maka janganlah engkau berkecil hati !!! Sungguh karunia Allah sangatlah luas! Renungi kembali makna hadis di atas!

Janganlah iri terhadap rekanmu yang mendapat tugas lebih ringan! 

Di sisi lain, jangan pula engkau menginginkan tugas rekanmu yang lain karena dorongan ingin lebih ”terlihat”. Jika ada bisikan, “Kok tugasku berat ya, coba si fulan, enak sekali tugasnya.” Atau terlintas di hati, “Enak ya kalau dapat tugas seperti si fulan, bisa terkenal, tidak seperti tugasku.” Na’udzubillah min waswaasilkhonnaas.

Tampiklah bisikan itu! Segera berta’awudz jika mulai terbesit bisikan seperti itu! Mintalah pertolongan kepada Allah supaya bisa ikhlas! Mohonlah kepada Allah supaya dijauhkan dari riya’ dan sum’ah!  

Ya Allah, golongkanlah kami termasuk hamba-hambamu yang ikhlas....

Jalanilah amanah dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan! Mintalah tolong kepada Allah di awal, di tengah, dan di akhir ta’awunmu. Dalam setiap kesulitan, pasti kemudahan menyertainya. Sungguh Allah adalah Zat yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Yakinlah, jika orang lain tidak mengetahui apa yang kau kerjakan, sungguh, Allah adalah Zat yang Maha Mengetahu Segala Sesuatu. 

Abdullah bin Mubarak pernah memberi petuah,

رب عمل صغير تكثره النية، ورب عمل كثير تصغره النية

"Betapa banyak amalan yang sepertinya kecil, namun menjadi besar/berpahala banyak di sisi Allah dengan sebab niat. Sebaliknya pula, betapa banyak amalan yang besar/banyak, namun menjadi kecil/berkurang pahalanya di sisi Allah dengan sebab niat."

Allah Ta’ala berfirman:

فَمَن یَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةٍ خَیۡرࣰا یَرَهُۥ(٧) وَمَن یَعۡمَلۡ مِثۡقَالَ ذَرَّةࣲ شَرࣰّا یَرَهُۥ(٨)

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejelekan sebesar dzarrahpun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula."

Oleh karena itu, ketika Allah menjadikanmu sebagai seorang pengurus pondok pesantren, atau Allah memilihmu menjabat suatu amanah dalam kepanitiaan dakwah; ketahuilah! Jika engkau ikhlas kepada-Nya, sungguh Allah tidak akan menyianyiakan pahala bagi orang yang beriman. [Abu Ismail Arif]

Sumber : Majalah Tashfiyah
Edisi: 53/Volume: 05/1437 H|2015 M. Halaman: 86--92

🚇 WA Salafy Sukabumi

Oleh:
Atsar ID