Oleh Fadhilatusy Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholi hafidzohulloh
Ghuluw itu adalah dalam penyelisihan sunnah, yakni jika seseorang berpakaian sesuai sunnah yang diajarkan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dengan petunjuk yang mutlak dan mengajari orang tertentu, beliau ‘alaihish sholatu was salam bersabda:
ﺇﺯﺭﺓ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺇﻟﻰ ﻧﺼﻒ ﺍﻟﺴﺎﻗﻴﻦ
“Pakaian seorang muslim adalah sampai pertengahan betis”
Dan ‘Abdulloh bin ‘Umar rodhiyallohu ‘anhumaa lewat sedangkan pakaiannya panjang, maka Rosululloh berkata kepadanya:
”ﻳﺎ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ، ﺍﺭﻓﻊ ﺛﻮﺑﻚ” ﻓﺮﻓﻌﻪ، ﻓﻘﺎﻝ : ”ﺯﺩ”، ﻓﺮﻓﻌﻪ، ﻓﻘﺎﻝ : ﺇﻟﻰ ﺃﻳﻦ ؟ ﻗﺎﻝ : ”ﺇﻟﻰ ﺃﻧﺼﺎﻑ ﺍﻟﺴﺎﻗﻴﻦ”.
“Wahai ‘Abdulloh! Angkatlah pakaianmu!”, lalu ia pun mengangkatnya. Beliau berkata lagi: “lagi!” maka ia mengangkatnya lagi dan berkata: “sampai mana?” Rosululloh menjawab: “sampai pertengahan betis. ”
Dan telah datang kepada kita hadits Abu Sa’id dan hadits Ibnu ‘Abbas serta hadits yang jumlahnya banyak dari para shohabat, semuanya berisi pengajaran ini yang menunjukkan perhatian Rosululloh pada masalah ini…
ﺇﺯﺭﺓ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﺇﻟﻰ ﻧﺼﻒ ﺳﺎﻗﻴﻪ
“Pakaian seorang mukmin adalah sampai pertengahan betis”,
ﻣﺎ ﺃﺳﻔﻞ ﺍﻟﻜﻌﺒﻴﻦ ﻓﻬﻮ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ
“Apa yang di bawah mata kaki tempatnya di neraka”.
ﺑﻴﻨﻤﺎ ﺭﺟﻞ ﻳﺠﺮ ﺇﺯﺍﺭﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻴﻼﺀ ﺧُﺴﻒ ﺑﻪ ﻓﻬﻮ
ﻳﺘﺠﻠﺠﻞ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﺇﻟﻰ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ
“Ada seorang lelaki yang kainnya terjulur di tanah karena sombong. Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Dia meronta-ronta karena tersiksa di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi ”,
ﻻ ﻳﻨﻈﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﻣﻦ ﺟﺮ ﺛﻮﺑﻪ ﺧﻴﻼﺀ
“Alloh tidak akan melihat kepada lelaki yang menjulurkan pakaiannya karena sombong”.
Jika seorang laki-laki menjulurkan pakaiannya karena sombong, maka ini
tidak ada khilaf diantara ulama bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar. Jika ia memakai pakaiannya, menjulurkannya dengan sombong dan menjulurkannya ke bawah mata kaki, maka tidak ada khilaf diantara ulama bahwa ia adalah pelaku dosa besar.
Dan jika ia menurunkan pakaiannya ke bawah mata kaki dan -yang menurutnya- tanpa sombong, maka sesungguhnya sebagian ulama berpendapat bahwa ini bukanlah kesombongan atau nash-nash ancaman tidak bisa diterapkan kepadanya, dan ia (walaupun pakaiannya lebar, tapi melebihi mata kaki) tidak terkena ancaman ini kecuali kalau ia melakukannya dengan sombong.
Akan tetapi, orang yang memperhatikan hadits-hadits yang ada dalam masalah ini akan melihat bahwa pakaian yang melebihi mata kaki tempatnya di neraka, walaupun tanpa sombong. Karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pakaian yang di bawah mata kaki”, maka sesungguhnya perbuatan semata-mata menurunkan pakaian ke bawah mata kaki ini termasuk kesombongan.
Dan penguat dalam masalah ini adalah bahwa siapa yang mengenakan pakaian sampai setengah betis, berarti ia mengikuti sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, maka ia tidak boleh diingkari atau dicela. Dan jika ia menurunkannya dari pertengahan betis sampai di atas mata kaki atau sampai mendekati mata kaki, maka ini tidak mengapa. Dan orang yang menyalahkannya dan keras terhadapnya adalah keliru.
Aku melihat bahwa dalam masalah ini sering diremehkan (tafrith ) -dan aku tidak mengatakan berlebihan ( ifroth)-, aku melihat perkara ini diremehkan oleh orang-orang yang menentang orang yang melaksanakan sunnah Rosululloh ‘alaihish sholatu was salam , ini adalah bentuk peremehan darinya. Maka hendaknya ia dan yang selainnya untuk mengamalkan sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa salam.
Maka orang yang berpakaian sampai pertengahan betis janganlah diingkari.
Ia melihat sebagian orang yang memakai pakaian di atas lutut, sedangkan ia tidak mengingkarinya. Padahal inilah yang seharusnya diingkari. Tapi ia malah mengingkari mereka yang berpegang teguh mengamalkan sunnah Rosululloh ‘alaihish sholatu was salam dalam masalah pakaian mereka.
Maka wahai akhi, kesimpulannya: bahwa memakai kain dan pakaian itu ada tiga keadaan:
- Sampai pertengahan betis, ini merupakan sunnah yang berpahala.
- Dan sampai di atas kedua mata kaki, ini hukumnya mubah, tidak berpahala dan tidak diadzab.
- Sampai di bawah mata kaki, ini tempatnya di neraka jika dengan kesombongan, dan merupakan dosa besar jika dilakukan tanpa kesombongan.
Yakni, aku mengecualikan orang yang dengan sengaja menjulurkan pakaiannya di bawah mata kaki, menurutku ia tidaklah selamat dari sifat sombong, khususnya jika ia telah mengetahui petunjuk Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam .
Dan pada kesempatan ini pula, banyak orang yang jika memakai celana panjang atau sirwal ia menjulurkannya di bawah mata kaki, Mengapa wahai akhi? Bukankah engkau adalah seorang muslim? Dan engkau mendengar banyak petunjuk Rosululloh ‘alaihish sholatu wa sallam yang memerintahkan agar pakaianmu minimal di atas mata kaki? Jika engkau tidak menginginkan pahala dan ganjaran dalam mengamalkan petunjuk Rosul ‘alaihish sholatu was salam, maka setidaknya engkau mengamalkan yang selamat dari ancaman dan selamat dari sifat orang-orang sombong -wal ‘iyadzubillah – yang mana mereka itu layak dimasukkan ke neraka, kita berlindung kepada Alloh dari yang demikian itu.
Maka kami menasihati saudara-saudara kami kaum muslimin: hendaknya mereka berpegang teguh dengan sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam tata cara makan, minum, berpakaian dan janganlah bertasyabbuh dengan orang-orang musyrik dan orang-orang sombong.
Dan jika ia memakai celana panjang, janganlah ia bertasyabbuh dengan musuh-musuh Islam, karena ini akan menambah pelanggaran selain pelanggaran karena menjulurkannya dengan sombong. Dan umumnya celana panjang ini yang dibuat dengan model orang-orang eropa yang panjangnya sampai di bawah mata kaki. Jika engkau taqlid kepada musuh-musuh Islam, maka setidaknya engkau memperingan dengan menjadikan pakaianmu setidaknya di atas mata kaki, baarokallohu fikum .
Yang penting: orang yang mengenakan pakaian sampai pertengahan betis, yang mana mereka mengamalkannya karena mengharapkan wajah Alloh dan menerapkan perintah Rosululloh ‘alaihish sholatu was salam serta menjauhi ancaman yang disebutkan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang isbal, orang seperti ini tidak boleh diingkari dan tidak boleh pula mengatakan bahwa ia memakai libas syuhroh, tidak boleh mengatakan orang ini ekstrim, dan tidak boleh pula mengatakan orang ini ghuluw.
Ghuluw itu dalam penyelisihan sunnah, wahai akhi. Dan jika seseorang mendapat hidayah mengenal sunnah dan menerapkan sunnah Rosululloh ‘alaihish sholatu was salam, maka termasuk nasihat dan petunjuk yang bathil jika engkau mengatakan padanya “engkau telah berbuat ghuluw”, engkaulah yang bathil dalam memberi nasihat, dan engkau tidaklah mengetahui nasihat (yang benar), kita memohon taufiq kepada Alloh.
Sumber:
Fatawa Fadhilatusy Syaikh Robi’ bin Hadi Al Madkholi hafizhohulloh (jilid 2 / hal. 458)
WhatsApp ‘Allamaniy Diniy