Asysyariah
Asysyariah

telaga nabi yang dijanjikan

4 tahun yang lalu
baca 9 menit
Telaga Nabi yang Dijanjikan

Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah menerangkan,

“Ahlus Sunnah berbeda pendapat dalam hal urutan al-Haudh (telaga), syafaat, dan ash-shirath, mana yang lebih awal. Imam al-Bukhari rahimahullah—sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah—mengisyaratkan tentang urutannya bahwa al-Haudh itu setelah shirath dan hisab, serta setelah itu semuanya.

Namun, banyak ulama yang menyelisihinya. (Mereka berpendapat) al-Haudh-lah yang pertama, sebelum peristiwa ash-shirath, hisab, mizan, bahkan sebelum itu semua. Sebab, manusia keluar (dari kuburan mereka) dalam keadaan haus, sebagaimana berita di dalam hadits yang sahih.” (Syarh ‘Aqidatus Salaf, hlm. 153)

Baca juga:

Hisab, Pasti Terjadi

Makna al-Haudh

Secara etimologi, al-Haudh adalah tempat terkumpulnya air dalam jumlah yang banyak, yakni telaga. Adapun makna al-Haudh menurut syariat ialah sebuah telaga di Mahsyar, yang airnya bersumber dari sungai al-Kautsar (yang dikaruniakan) kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. (Syarh Lum’atul I’tiqad karya Ibnu Utsaimin, hlm. 123)

Dalil-Dalil Adanya al-Haudh

Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami rahimahullah berkata,

“Sungguh, terdapat dalil tentang penyebutan al-Haudh, yaitu tafsiran al-Kautsar dengan makna al-Haudh, keberadaan dan sifat-sifatnya, dari sanad-sanad para sahabat radhiallahu anhum, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Hadits-hadits tersebut masyhur, dengan sanad-sanad yang banyak, bahkan sampai derajat mutawatir. Hadits-hadits tersebut termuat dalam kitab-kitab hadits, seperti kitab-kitab Shahih, Hasan, Musnad, dan Sunan.” (Ma’arijul Qabul, 2/871)

Baca juga:

Al-Kautsar, Sungai di dalam Surga

Imam Ibnu Abil Izzi al-Hanafi rahimahullah berkata,

“Hadits-hadits yang menyebutkan al-Haudh mencapai derajat mutawatir. Ada lebih dari tiga puluh orang sahabat shallallahu alaihi wa sallam yang meriwayatkannya. Guru kami, Imaduddin Ibnu Katsir, benar-benar telah membahas sanad-sanadnya di bagian akhir kitab sejarah yang besar yang berjudul al-Bidayah wan Nihayah.” (Syarh al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 309)

Di antara dalil As-Sunnah yang menunjukkan adanya telaga milik Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah:

  • Hadits Sahl bin Sa’d radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا، وَلَيَرِدَنَّ عَلَيَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ وَيَعْرِفُونِي ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِي وَبَيْنَهُمْ، فَأَقُولُ: إِنَّهُمْ مِنِّي. فَيُقَالُ: إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ. فَأَقُولُ: سُحْقًا، سُحْقًا لِمَنْ غَيَّرَ بَعْدِي

“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian di telaga itu. Barang siapa melewatiku, dia akan minum di telaga itu, dan barang siapa berhasil minum darinya, niscaya dia tidak akan merasa haus selamanya. Sungguh, beberapa kaum akan berusaha melewatiku. Aku mengenal mereka dan mereka mengenaliku. Kemudian dipisahkan antara aku dan mereka.

Aku katakan, ‘Sesungguhnya mereka dari golonganku!’

Dikatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu!’

Aku katakan, ‘Amat jauh (telagaku) bagi orang yang mengubah (agamaku) sepeninggalku’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Baca juga:

Mengikuti Sunnah Rasulullah dan Menjauhi Bid’ah

  • Hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ حَوْضِي أَبْعَدُ مِنْ أَيْلَةَ مِنْ عَدَنٍ لَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ الثَّلْجِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ بِاللَّبَنِ وَلَآنِيَتُهُ أَكْثَرُ مِنْ عَدَدِ النُّجُومِ، وَإِنِّي لَأَصُدُّ النَّاسَ عَنْهُ كَمَا يَصُدُّ الرَّجُلُ إِبِلَ النَّاسِ عَنْ حَوْضِهِ. قَالُوا: يَا ر َسُولَ اللهِ، أَتَعْرِفُنَا يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: نَعَمْ، لَكُمْ سِيمَا لَيْسَتْ لِأَحَدٍ مِنَ الْأُمَمِ، تَرِدُونَ عَلَيَّ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ أَثَرِ الْوُضُوءِ

“Sesungguhnya telagaku lebarnya lebih jauh daripada jarak Ailah[1] ke Aden. Sungguh, warna airnya lebih putih daripada salju, lebih manis daripada madu dicampur susu. Bejana-bejana untuk meminumnya jumlahnya lebih banyak daripada jumlah bintang-bintang di langit. Sungguh, aku akan menghalangi orang-orang darinya (orang yang tidak berhak meminumnya), sebagaimana seorang penggembala unta menghalangi unta orang lain dari telaganya.”

Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau akan mengenali kami pada saat itu?”

Beliau menjawab, “Tentu. Kalian memiliki tanda-tanda yang tidak dimiliki oleh seorang pun dari umat-umat terdahulu. Kalian akan mendatangiku dalam keadaan wajah, tangan, dan kaki kalian putih bersinar karena wudhu.” (HR. Muslim)

Telaga Rasulullah Sudah Ada

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan kepada kita,

إِنِّي فَرَطٌ لَكُمْ وَأَنَا شَهِيدٌ عَلَيْكُمْ، وَإِنِّي وَاللهِ لَأَنْظُرُ إِلَى حَوْضِي الْآنَ

“Sesungguhnya aku akan mendahului kalian di telaga. Aku sebagai saksi atas kalian dan sesungguhnya aku—demi Allah—sedang memandang telagaku sekarang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Uqbah bin Amir radhiallahu anhu)

Apakah Nabi Selain Nabi Muhammad Memiliki Telaga?

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوْضًا وَإِنَّهُمْ يَتَبَاهَوْنَ أَيُّهُمْ أَكْثَرُ وَارِدَةً، وَإِنِّي أَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَكْثَرَهُمْ وَارِدَةً

“Sesungguhnya setiap nabi alaihimus salam memiliki telaga di akhirat. Sungguh, mereka saling berbangga-bangga, siapakah di antara mereka yang paling banyak peminum/pengunjungnya. Sungguh, aku berharap kepada Allah bahwa telagakulah yang paling banyak pengunjungnya.” (HR. al-Bukhari dalam at-Tarikh, ath-Thabarani, dan lainnya. Al-Albani mengatakan dalam ash-Shahihah no. 1589, “Kesimpulannya, hadits ini dengan segenap jalan-jalannya adalah hasan atau sahih. Wallahu a’lam.”)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,

“Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala telah mengaruniai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebuah telaga—dengan hikmah dan keadilan-Nya subhanahu wa ta’ala—yang akan didatangi dan diminum oleh orang-orang yang beriman dari umatnya, Dia subhanahu wa ta’ala juga mengaruniai setiap nabi sebuah telaga. Dengan demikian, orang-orang yang beriman akan mendapatkan manfaat dari para nabi yang diutus kepada mereka (sebelum umat ini). Akan tetapi, telaga yang paling agung adalah telaga Nabi kita, Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.” (Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, 2/159—160)

Sifat-Sifat Telaga Rasulullah

Imam Ibnu Abil Izzi al-Hanafi rahimahullah berkata, “Kesimpulan yang dapat diambil dari hadits-hadits sahih yang menyebutkan sifat-sifat telaga Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah sebagai berikut.

  • Telaga beliau adalah sebuah telaga yang agung
  • Tempat yang mulia
  • Dialiri dari air minum yang berada di surga dari sungai al-Kautsar
  • Warnanya lebih putih daripada susu
  • Suhunya lebih dingin daripada salju/es
  • Lebih manis daripada madu
  • Lebih wangi daripada misik
  • Telaga yang sangat luas, panjang dan lebarnya sama.
  • Panjang setiap sisinya sejarak perjalanan satu bulan.” (Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 311)

Adapun di antara dalil yang menunjukkan sifat-sifat telaga Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang disimpulkan oleh Imam Ibnu Abil Izzi rahimahullah adalah:

a. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنَ الْجَنَّةِ أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ وَالْآخَرُ مِنْ وَرِق

“Warna airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu. Dua pancuran yang bersumber dari sungai surga (al-Kautsar) yang mengalirinya: satu pancuran dari emas dan pancuran lainnya dari perak.” (HR. Muslim, dari Tsauban radhiallahu anhu)

b. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ، وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ، وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ، مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلَا يَظْمَأُ أَبَدًا

“Telagaku (lebar dan panjangnya) sejauh perjalanan satu bulan. Airnya lebih putih daripada perak, baunya lebih harum daripada misik, dan bejana-bejananya sejumlah bintang-bintang di langit. Barang siapa meminumnya, niscaya dia tidak akan merasa haus selamanya.” (HR. Muslim, dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhu)

Kaum yang Dihalangi dari Telaga Nabi  

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang akan datang dan minum dari telaga Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka adalah orang yang mengikuti syariat beliau shallallahu alaihi wa sallam. Adapun orang yang enggan dan sombong untuk mengikuti syariatnya, niscaya akan diusir dari telaga Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” (Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, 2/158)

Dari Asma bintu Abu Bakr radhiallahu anhuma, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي عَلَى الْحَوْضِ حَتَّى أَنْظُرَ مَنْ يَرِدُ عَلَيَّ مِنْكُمْ، وَسَيُؤْخَذُ نَاسٌ دُونِي فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، مِنِّي وَمِنْ أُمَّتِي. فَيُقَالُ: هَلْ شَعَرْتَ مَا عَمِلُوا بَعْدَكَ، وَاللهِ مَا بَرِحُوا يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ

“Sungguh, aku (akan menunggu) di telaga hingga aku bisa melihat orang yang datang kepadaku dari kalian (kaum muslimin). Beberapa orang akan diambil sebelum sampai kepadaku. Aku lantas mengatakan, ‘Wahai Rabb-ku, mereka dari golonganku dan dari umatku.’ Lalu dikatakan kepadaku, ‘Apakah engkau mengerti apa yang mereka lakukan sepeninggalmu? Demi Allah, mereka telah murtad dari agamanya’.” (HR. Muslim)

يَرِدُ عَلَيَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَهْطٌ مِنْ أَصْحَابِي فَيُحَلَّئُونَ عَنِ الْحَوْضِ فَأَقُولُ: يَا رَبِّ، أَصْحَابِي. فَيَقُولُ: إِنَّكَ لَا عِلْمَ لَكَ بِمَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ

“Satu rombongan dari sahabatku akan melewatiku nanti pada hari kiamat. Namun, mereka diusir dari telaga itu. Aku katakan, ‘Wahai Rabb-ku, mereka adalah para sahabatku.’ Allah subhanahu wa ta’ala menjawab, ‘Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’.” (HR. Muslim)

Baca juga:

Adakah Bid’ah Hasanah?

Syaikh Rabi bin Hadi hafizhahullah menerangkan,

“Yang dimaksud oleh hadits ini adalah satu kaum yang murtad dari agamanya. Mereka bukan para sahabat radhiallahu anhum. Oleh karena itu, dikatakan kepada beliau shallallahu alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.’

Para sahabat radhiallahu anhum tidak mengadakan perkara yang baru (dalam agama) sedikit pun setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat. Mereka justru menyebarkan agama (ke seluruh dunia) dan menyampaikan risalah beliau sebagaimana mestinya.” (Syarh ‘Aqidatus as-Salaf, hlm. 152)

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata,

“Para ulama kita hafizhahumullah mengatakan, ‘Setiap orang yang murtad dari agamanya atau mengada-adakan suatu perkara baru dalam agama (bid’ah) yang tidak diizinkan dan diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dia termasuk golongan orang-orang yang diusir atau dihalangi dari telaga nabi shallallahu alaihi wa sallam. Adapun yang paling keras diusir adalah setiap orang yang menyelisihi jamaah kaum muslimin dan memisahkan diri (menyempal) dari mereka, seperti Khawarij beserta sekte-sektenya, Syiah Rafidhah beserta sempalan-sempalannya, dan Mu’tazilah beserta pecahan-pecahannya. Merekalah orang-orang yang mengganti agamanya.” (at-Tadzkirah, hlm. 352)

Baca juga:

Mewaspadai Bahaya Gerakan Syiah

Pelajaran dari Sejarah Munculnya Khawarij

Sebagai penutup, kita panjatkan doa,

اللَّهُمَّ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu!”


Catatan Kaki:

[1] Sebuah kota pelabuhan di wilayah Jordania. Jaraknya dengan Aden lebih dari 2.000 km. (-red.)

 

Ditulis oleh Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan