Pertanyaan:
Saya sedang sakit dan merasa khawatir jika mandi. Akan tetapi, saya mampu dan bisa untuk berwudhu. Ketika saya junub, saya bertayamum dengan niat mengangkat hadats (keadaan yang tidak suci) besar. Setelah itu saya berwudhu setiap akan shalat selama saya sakit tersebut. Setiap saya berhadats kecil atau hendak shalat, saya tidak bertayamum, tetapi berwudhu. Sebab, saya mampu dan bisa untuk berwudhu. Bolehkah demikian?
Seorang muslim wajib untuk bertakwa kepada Allah sesuai dengan kesanggupannya dalam segala kondisinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ
“Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (at-Taghabun: 16)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ، فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang aku larangkan kepada kalian, maka jauhilah. Apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah sesuai dengan kesanggupan kalian.” (HR. Muslim no. 130)
Baca juga: Mengikuti Sunnah Rasulullah dan Menjauhi Bid’ah
Oleh karena itu, manakala penderita sakit tidak mampu berwudhu dan mandi, dia cukup bertayamum. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآئِطِ أَوۡ لَٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءً فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمۡسَحُواْ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَيۡدِيكُم مِّنۡهُۚ
“Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air, atau menyentuh (menyetubuhi) perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan tanah yang baik. Usaplah muka dan tanganmu dengan tanah itu.” (al-Maidah: 6)
Seorang yang tidak mampu berwudhu atau mandi, maka hukumnya sama dengan orang yang tidak memperoleh air. Manakala dia mampu berwudhu, tetapi tidak mampu mandi, dia berwudhu dan bertayamum sebagai pengganti mandinya. Ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala di atas,
فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡۚ
“Bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (at-Taghabun: 16)
Allah sajalah pemberi taufik. (Majmu’ Fatawa wa Maqalat, 10/196)
Baca juga: Tayammum
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
“Manakala seorang laki-laki atau wanita mengalami junub, sedangkan dia sakit dan tidak sanggup menggunakan air, dalam kondisi seperti ini dia bertayamum. Hal ini berdasarkan firman Allah tabaraka wa ta’ala (yakni al-Maidah: 6).
Kemudian apabila dia sudah bertayamum untuk junub tersebut, dia tidak perlu mengulangi tayamum untuk kedua kalinya kecuali jika terjadi junub lagi. Akan tetapi, dia bertayamum untuk wudhu setiap batal wudhunya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin, 11/239, al-Maktabah asy-Syamilah)
Baca juga: Tayammum (bagian 2)
Wallahu a’lam bish-shawab, sebatas yang kami pahami dari penjelasan dua alim ulama tersebut, seorang junub sedangkan dia dalam keadaan sakit yang tidak sanggup untuk mandi, tetapi masih sanggup berwudhu, maka dia berwudhu dan bertayamum. Kemudian untuk shalat berikutnya (kalau wudhunya sudah batal), dia cukup berwudhu. Dia tidak perlu tayamum kecuali jika junub lagi kalau memang betul belum sanggup mandi atau khawatir bertambah parah penyakitnya.
Namun, jika sudah memungkinkan baginya untuk mandi, dia segera mandi walaupun menggunakan air hangat. Sebab, tidak boleh seseorang bermudah-mudah dalam beruzur. Para ulama mengatakan,
الضَّرُورَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا
“Keadaan darurat itu disesuaikan dengan kadarnya.”
Wallahu a’lam bish-shawab.