Jika seorang muslim mencabut diri dari dosa-dosa yang dahulu dia lakukan, apa saja syarat yang harus dipenuhi terkait orang yang bertobat dari sebuah dosa? Apa nasihat Anda untuk orang yang melakukan kemaksiatan agar dia bisa bertobat sebelum datang ajalnya—sehingga dia merugi dan menyesal?
Semoga Rabbnya akan menerima tobatnya dari dosa dan mengampuninya, dan dia bisa menolak bisikan nafsunya yang mengajak kepada maksiat.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud
Saya telah kembali kepada Allah dan bertobat dari segala dosa—saya memohon ampunan kepada Allah. Saya mendengar bahwa orang yang bertobat harus melakukan shalat dua rakaat tanpa ada waswas padanya, lalu dia bertobat setelah atau saat sedang melakukan shalat tersebut.
Saya telah bertanya kepada salah seorang saudara di jalan Allah, dia menjawab, “Tobat dilakukan tanpa harus shalat. Kapan pun waktunya, engkau bisa bertobat. Engkau tidak perlu shalat (untuk bertobat).”
Apa yang seharusnya saya lakukan? Berilah bimbingan kepada saya. Semoga Allah membalasi Anda dengan kebaikan.
Shalat dua rakaat tidak menjadi syarat sahnya tobat.
Yang dipersyaratkan adalah mencabut diri dari dosa, bertekad kuat untuk tidak mengulangi, menyesali apa yang telah luput, dan membebaskan diri dari hak-hak para makhluk. Allah akan menerima tobat kami dan Anda.
Akan tetapi, barang siapa bersuci dan shalat dua rakaat kemudian bertobat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan menyesali dosa yang telah berlalu, mencabut diri darinya, bertekad dengan jujur tidak mengulanginya, tentu ini lebih sempurna dan lebih mendekatkan kemungkinan tobatnya diterima.
Ini berdasarkan hadits dari Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ ثُمَّ يُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَيَسْتَغْفِرُ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا غَفَرَ لَهُ
“Tidak ada seseorang yang berbuat dosa lalu berwudhu dan memperbagusnya, kemudian shalat dua rakaat dan memohon ampunan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kecuali Dia subhanahu wa ta’ala akan mengampuninya.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad)[1]
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh; Anggota: Shalih bin Fauzan al-Fauzan
Apa hukum orang yang bertobat dari sebuah dosa kemudian jatuh lagi pada dosa yang sama?
Apabila dahulu dia telah bertobat dari dosa tersebut dengan ikhlas, niat yang jujur, mencabut diri dari dosa tersebut, dan menyesalinya, kemudian setan membisikinya dan dia dikalahkan oleh hawa nafsunya yang memerintahkan kepada kejelekan hingga terjatuh lagi dalam dosa yang sama untuk kedua kali, ketiga kali, dan seterusnya; tidak akan kembali dosa yang dahulu dia telah bertobat darinya dengan jujur.
Hendaknya dia kembali bertobat setelah melakukan dosa tersebut yang kedua kali atau ketiga kali. Selain itu, hendaknya ia juga menempuh sebab yang menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa tersebut.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi
Seseorang berbuat dosa lalu beristigfar, kemudian berbuat dosa lagi dan beristigfar lagi, begitu seterusnya. Selama beberapa waktu dia berhenti berbuat dosa, tetapi kemudian melakukannya lagi. Bagaimana hukumnya?
Apabila dia beristigfar (memohon ampunan) kepada Allah subhanahu wa ta’ala, bertobat dengan tobat nasuha, dan mencabut diri dari dosa tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala menerima tobatnya dan mengampuninya.
Apabila ia kembali melakukan dosa tersebut lalu memohon ampunan (kepada Allah), bertobat dengan tobat nasuha, dan mencabut diri dari dosa tersebut, Allah akan menerima tobatnya dan mengampuninya. Demikian seterusnya.
Dosa yang terdahulu tidaklah kembali setelah dia melakukan tobat yang jujur. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِنِّي لَغَفَّارٞ لِّمَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا ثُمَّ ٱهۡتَدَىٰ
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (Thaha: 82)
إِنَّ رَبَّكَ وَٰسِعُ ٱلۡمَغۡفِرَةِۚ
“Sesungguhnya Rabbmu Mahaluas ampunan-Nya.” (an-Najm: 32)
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz; Wakil Ketua: Abdur Razzaq Afifi; Anggota: Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Qu’ud
[1] HR. Ahmad (1/2) Abu Dawud (2/180 no. 1521), at-Tirmidzi (2/258, 5/228 no. 406 & 3006), dan lainnya.