Asysyariah
Asysyariah

tanya jawab ringkas edisi 111

8 tahun yang lalu
baca 4 menit
Tanya Jawab Ringkas Edisi 111

Berikut ini adalah jawaban dari al-Ustadz Muhammad Afifuddin.

 Mewarnai Rambut & Jenggot yang Beruban

Apakah boleh mewarnai rambut atau jenggot yang telah beruban dengan warna hitam dengan tujuan untuk menyenangkan hati keluarga?

 Jawaban:

Tidak boleh mengubah uban dengan warna hitam, karena nash larangan dalam hadits. Namun, diperbolehkan mewarnainya selain warna hitam. Ketaatan kepada makhluk hanya dalam perkara makruf, bukan dalam kemungkaran.

 


Akibat Chatting

Ini kisah saudara saya. Saudara saya dulu suka chatting dengan wanita. Awalnya ada seorang wanita yang mengaku masih gadis. Berjalan selama sebulan, saudara saya ini mencintai wanita tersebut. Dua bulan kemudian, ternyata wanita ini jujur telah bersuami dan memiliki dua anak. Akan tetapi, saudara saya ini sudah sangat mencintainya. Si wanita juga sangat mencintai dan sering kepergok oleh sang suami. Namun, mereka berdua tetap berhubungan.

Selang satu tahun, mereka bertemu dan berbuat hal yang tidak diinginkan beberapa kali. Si istri meminta cerai, karena ingin menikah dengan saudara saya. Saudara saya pun ingin menikah dengan si perempuan tersebut. Bolehkah mereka menikah, ustadz? Saudara saya sudah bertobat dan sangat ingin menikahi perempuan tersebut untuk menebus dosa yang pernah mereka lakukan.

 

  • Jawaban:

Tidak boleh menikah dengan si wanita kecuali apabila telah bercerai dengan suaminya dan tidak dirujuk hingga selesai masa iddahnya.

Apabila wanita tersebut hamil karena perzinaan dengan laki-laki tersebut, keduanya tidak boleh menikah hingga janin lahir, menurut pendapat yang rajih.

Yang menikahi wanita tersebut hanya laki-laki yang berzina dengannya saja, karena kaum muslimin diharamkan menikah dengan wanita tersebut dengan nash al-Qur’an; kecuali apabila dia telah bertobat yang nasuha.

 


Membayar Utang Orang Tua atau Berkurban?

Manakah yang lebih utama dilakukan terlebih dulu, antara berkurban pada hari raya Idul Adha atau membayar utang orang tua?

 

  • Jawaban:

Ada beberapa keadaan:

  1. Apabila orang yang diutangi menuntut segera dilunasi, lebih didahulukan membayar utang orang tua, karena terkait dengan hak Bani Adam.
  2. Apabila ada kelonggaran dalam pelunasan, sementara sudah dekat waktu berkurban dan sudah memiliki kemampuan, laksanakan ibadah kurban, karena sangat dianjurkan.
  3. Apabila ada kelonggaran pelunasan dan waktu kurban masih jauh, Anda lakukan kedua hal tersebut; membayar utang orang tua dan siapkan dana untuk kurban pada waktunya.

 


Wali Nikah Adik Laki-Laki Ayah Seibu

Seorang wanita janda menikah dengan seorang pria. Namun, yang menjadi wali nikah adalah adik laki-laki ayah janda tersebut yang satu ibu beda bapak dengan ayah sang janda. Ayah wanita janda sudah menyerahkan perwalian kepada adiknya tersebut lantaran sang ayah tidak bisa datang untuk menjadi wali nikah. Apakah sah pernikahan wanita tersebut?

 

  • Jawaban:

Insya Allah sah, karena termasuk wali nasab dari pihak bapak karena perwalian sudah diserahkan.


 

Tugas Negara & Perintah Orang Tua

Antara tugas negara dan perintah orang tua, mana yang lebih berhak ditaati?

 

  • Jawaban:

Ada rincian:

  1. Apabila tugas negara bersifat fardhu ‘ain untuk maslahat agama, negara, atau rakyat, hal itu lebih didahulukan daripada orang tua. Contohnya, jihad yang fardhu ‘ain.
  2. Apabila tugas negara selain fardhu ‘ain dan ada saudara atau famili yang bisa mengurus segala keperluan orang tua, atau orang tua bisa mandiri, didahulukan tugas negara karena maslahatnya umum; lebih afdal lagi apabila direstui orang tua.
  3. Seperti poin ke-2, tetapi orang tua sangat tidak ridha, maka hak orang tua lebih didahulukan dengan dasar hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu dalam Shahihain yang menyebutkan bahwa berbakti kepada orang tua lebih Allah subhanahu wa ta’ala cintai daripada berjihad.
  4. Apabila tugas negara mengandung unsur kemaksiatan, rakyat tidak boleh menaatinya.

 


Hadits Doa Kaffaratul Majlis

Saya pernah membaca hadits dari Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata, ‘Tidaklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di suatu tempat, membaca al-Qur’an, atau melaksanakan shalat, kecuali beliau akhiri dengan membaca kalimat.’

Aku bertanya kepadanya, ‘Ya Rasulullah, tidaklah Anda duduk di suatu tempat untuk membaca al-Qur’an atau mengerjakan shalat kecuali Anda akihri dengan beberapa kalimat?’

Jawaban beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Benar, barang siapa yang mengucapkan kebaikan, maka dengan kalimat tersebut akan dipatri dengan kebaikan. Barang siapa mengucapkan kejelekan, maka kalimat tersebut akan menghapus dosa. Itulah ucapan, ‘Subhanakallahumma wa bihamdika….dst.’ (HR. Nasai dalam Sunan Kubra 9/123/1006, Thabrani dalam ad-Dua no. 1912, Sam’ani dalam Adab al-Imla’ wa al-Istimla’ hlm. 75)

Sahihkah hadits ini?

 

  • Jawaban:

Hadits tersebut sahih dan dikenal dengan doa kaffaratul majlis (penutup majelis).

 


Lupa Tasyahud Awal

Ketika shalat, kita lupa untuk duduk tasyashud pada rakaat kedua. Apa yang kita lakukan, apakah menambah rakaat atau cukup dengan sujud sahwi?

 

  • Jawaban:

Apabila sudah berdiri sempurna, Anda langsung melaksanakan rakaat berikutnya, tidak duduk kembali. Sebelum salam, Anda melakukan sujud sahwi.