Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
“Allah azza wa jalla berfirman, ‘Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam kalbu manusia’.”
Hadits qudsi yang agung ini diriwayatkan oleh:
Semua meriwayatkan hadits ini dari jalan Abu Zinad, dari al-A’raj, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu.
Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah meriwayatkan hadits ini dalam az-Zuhd no. 273. Melalui jalan Ibnul Mubarak inilah, al-Bukhari mengeluarkannya dalam ash-Shahih no. 7498, dari Ma’mar.
Hadits yang serupa diriwayatkan pula dari:
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang telah diciptakan. Artinya, saat ini keduanya sudah ada. Berbeda halnya dengan golongan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa keduanya belum diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Ahlus Sunnah wal Jamaah juga meyakini bahwa al-jannah dan an-nar kekal selama-lamanya. Berbeda halnya dengan golongan Jahmiyah yang mengatakan bahwa al-jannah dan an-nar tidak kekal.
Hadits qudsi yang sedang kita bahas adalah salah satu dalil Ahlus Sunnah wal Jamaah bahwa al-jannah telah diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan sudah ada saat ini. Perhatikan hadits qudsi di atas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ
“Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh.”
Kata (أَعْدَدْتُ) dalam bahasa Arab adalah fi’il madhi (kata kerja lampau) yang menunjukkan telah berlalunya satu pekerjaan. Dengan demikian, artinya adalah ‘aku telah menyediakan’. Maknanya, al-jannah telah disediakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, telah diciptakan oleh-Nya. Oleh karena itu, Imam al-Bukhari rahimahullah memberi satu judul bab bagi hadits ini, “Bab Ma Ja’a fi Shifatil Jannah wa Annaha Makhluqah (bab tentang sifat al-jannah dan bahwa ia telah diciptakan oleh Allah)”.
Baca juga: Surga dan Neraka Kekal
Bentuk fi’il madhi ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلۡأَرۡضُ أُعِدَّتۡ لِلۡمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabb-mu dan kepada janah yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133)
Juga firman-Nya,
فَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ٱلَّتِي وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُۖ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang telah disediakan bagi orang-orang kafir.” (al-Baqarah: 24)
Dalil yang lain tentang keberadaan al-jannah dan an-nar sebagai dua makhluk yang telah diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala adalah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang keutamaan bulan Ramadhan. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَغُلِقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، وَصُفِدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila bulan Ramadhan datang, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (Muttafaqun alaihi, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu)
Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan perjalanan Isra dan Mi’raj, beliau melihat al-jannah dan an-nar. Perjalanan agung tersebut adalah perjalanan jasad dan roh, bukan mimpi. Hadits-hadits tentang Isra juga menjadi dalil yang sangat kokoh tentang keberadaan kedua makhluk Allah ini. Beliau bersabda, “Lalu aku dimasukkan ke dalam al-jannah, ternyata di dalamnya ada kubah-kubah dari mutiara dan ternyata tanahnya adalah misik.”
Dengan akalnya yang berpenyakit, golongan Mu’tazilah berkata,
“Surga dan neraka belum diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Jika keduanya sudah diciptakan oleh Allah, berarti Dia telah melakukan perbuatan yang sia-sia. Bukankah manusia saat ini masih di alam dunia? Bukankah hari kebangkitan belum datang? Untuk apa keduanya diciptakan padahal manusia masih di dunia dan belum memakainya?”
Ucapan Mu’tazilah ini tidak ada sedikit pun nilainya di hadapan timbangan syariat. Cukuplah dalil-dalil yang sahih sebagai bantahan atas kebatilan ucapan mereka. Dalil tentang keberadaan janah adalah dalil mutawatir yang tidak bisa dimungkiri. Demikian pula, Ahlus Sunnah telah bersepakat di atas keyakinan tersebut.
Bahkan, telah sahih bahwa arwah orang yang beriman berada di janah. Ini menunjukkan bahwa janah tidak diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan sia-sia, sebagaimana ucapan Mu’tazilah yang tidak beradab.
Baca juga: Mu’tazilah, Kelompok Sesat Pemuja Akal
Imam Ibnu Majah rahimahullah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا نَسَمَةُ الْمُؤْمِنِ طَائِرٌ يَعْلُقُ فِي شَجَرِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى جَسَدِهِ يَوْمَ يُبْعَثُ
“Sesungguhnya roh seorang mukmin terbang—makan dan mendapatkan nikmat—di pohon janah, sampai Allah mengembalikan pada jasadnya nanti di hari kebangkitan.”[1]
Janah adalah kenikmatan luar biasa yang belum pernah dilihat mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah tebersit dalam kalbu manusia. Dalam sebagian riwayat hadits qudsi di atas, setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meriwayatkan firman Allah subhanahu wa ta’ala, beliau bersabda,
“Jika kalian mau, bacalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٌ مَّآ أُخۡفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعۡيُنٍ جَزَآءَۢ بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
‘Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.’ (as-Sajdah: 17)”
Lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Dan di dalam janah ada sebuah pohon yang jika seorang penunggang kuda mengelilingi pohon selama seratus tahun, belum selesai mengelilinginya. Bacalah firman Allah jika kalian mau (yang maknanya),
وَظِلٍّ مَّمۡدُودٍ ٣٠
‘Dan naungan yang terbentang luas.’ (al-Waqi’ah: 30)
“Dan tempat cemeti di janah lebih baik daripada dunia seisinya. Bacalah jika kalian mau firman Allah (yang maknanya),
فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ
‘Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.’ (Ali Imran: 185)” (HR. at-Tirmidzi, “Kitab Tafsir al-Waqiah”, no. 3292. Beliau berkata, “Hadits hasan sahih.”)
Sadar atau tidak, seluruh anak Adam sedang melangkah menuju hari-hari abadi. Perjalanan itu berakhir di janah Allah subhanahu wa ta’ala atau neraka-Nya, wal ‘iyadzubillah. Cukuplah kiranya hadits qudsi di atas mendorong seorang mukmin berlomba mendapatkan janah Allah subhanahu wa ta’ala. Negeri yang sangat indah. Kampung halaman yang sangat memesona dan penuh kebahagiaan.
Di antara perjalanan yang akan dilalui, akan datang suatu masa ketika manusia menyaksikan Jahanam. Akan datang pula masa ketika shirath (jembatan) akan dipancangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di atas neraka Jahanam. Shirath itu harus dilalui sebelum Allah subhanahu wa ta’ala mengizinkan hamba-Nya memasuki al-jannah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِن مِّنكُمۡ إِلَّا وَارِدُهَاۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتۡمًا مَّقۡضِيًّا
“Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabb-mu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.” (Maryam: 71)
Setelah jembatan itu—yang sangat mencekam, lebih tajam dari pedang dan lebih lembut dari rambut—dilalui, dengan penuh kebahagiaan kaum mukminin memuji Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka berseru,
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي نَجَّانَا مِنْكِ بَعْدَ الَّذِي أَرَانَاكِ لَقَدْ أَعْطَانَا اللهُ مَا لَمْ يُعْطَ أَحَدًا
“Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami darimu (Jahanam) setelah Dia perlihatkan engkau kepada kami. Sungguh, Allah telah mengaruniai kami nikmat yang tidak Dia berikan kepada seorang pun.”[2]
Baca juga: Jalan Menuju Surga
Betapa indah saat itu. Saat seseorang diselamatkan dari Jahanam. Kemudian mereka berkumpul di qantharah, yaitu tempat di antara al-jannah dan an-nar. Di sana, berlangsunglah qishash di antara kaum mukminin sehingga hati-hati ahlul jannah (penduduk surga) bersih dan tidak tersisa sedikit pun dendam dan dengki.
وَنَزَعۡنَا مَا فِي صُدُورِهِم مِّنۡ غِلٍّ
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka….” (al-A’raf: 43)
Saat memasuki janah semakin dekat, tetapi delapan pintu janah masih saja tertutup. Kaum mukminin berbondong-bondong menuju Adam alaihis salam dan meminta agar beliau memohon dibukakan pintu janah. Nabi Adam alaihis salam hanya menjawab, “Bukankah aku ini yang menyebabkan kalian keluar dari janah? Pergilah kepada anakku Ibrahim!”
Manusia pun datang kepada Khalilullah Ibrahim alaihis salam. Namun, beliau pun menolaknya. Mereka lalu mendatangi Musa alaihis salam, kemudian Isa alaihis salam, hingga manusia datang kepada Sayyidul Mursalin Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.[3]
Baca juga: Syafaat Rasulullah yang Agung
Allahu Akbar! Untuk kesekian kalinya, Allah subhanahu wa ta’ala menampakkan kemuliaan Nabi-Nya di hadapan hamba-hamba-Nya. Beliau shallallahu alaihi wa sallam lalu memohon agar pintu janah dibuka. Syafaat beliau pun diterima. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
آتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتَفْتِحُ فَيَقُولُ الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ. فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ، لاَ أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ
“Aku mendatangi pintu janah di hari kiamat dan meminta pintu dibuka. Penjaga janah berkata, ‘Siapa engkau?’ Jawabku, ‘Aku Muhammad.’ Ia berkata, ‘Untukmu aku diperintah; agar aku tidak membuka bagi seorang pun sebelummu’.”[4]
Dibukalah delapan pintu janah. Kaki-kaki kaum mukminin pun melangkah ke dalamnya, meraih kenikmatan yang abadi dan keberuntungan yang nyata.
فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ
“Dan barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Ali Imran: 185)
Rombongan demi rombongan, sesuai kedudukan mereka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala, memasuki negeri keabadian. Dengan sangat terhormat mereka disambut oleh malaikat-malaikat Allah subhanahu wa ta’ala dengan salam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَسِيقَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ رَبَّهُمۡ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ زُمَرًاۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءُوهَا وَفُتِحَتۡ أَبۡوَٰبُهَا وَقَالَ لَهُمۡ خَزَنَتُهَا سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡ طِبۡتُمۡ فَٱدۡخُلُوهَا خَٰلِدِينَ
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rabb-nya dibawa ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya’.” (az-Zumar: 73)
Baca juga: Wasiat untuk Pendamba Surga
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ زُمْرَةٍ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ عَلَى صُوْرَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَالَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ عَلَى أَشَدِّ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً، لاَ يَبُوْلُونَ وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ وَلاَ يَتْفُلُوْنَ وَلاَ يَمْتَخِطُونَ، أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ، وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ، وَمَجَامِرُهُمُ الْأَلُوَّةُ، وَأَزْوَاجُهُمْ الْحُوْرُ الْعِينُ، عَلَى خَلْقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلىَ صُورَةِ أَبِيهِ آدَمَ سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي السَّماءِ
“Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk janah seperti bulan di malam purnama. Rombongan berikutnya bercahaya seperti bintang-bintang gemerlap laksana mutiara di langit. Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak meludah, tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka adalah misik. Pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli) dengan perawakan yang serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi enam puluh hasta.”[5]
Masuklah kaum mukminin ke dalam janah Allah subhanahu wa ta’ala. Ia adalah negeri kenikmatan yang difirmankan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam hadits qudsi,
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ، وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ
“Telah Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh kenikmatan yang belum pernah mata melihatnya, belum pula telinga pernah mendengarnya, dan belum pernah terbetik dalam kalbu manusia.”
Kenikmatan surga adalah perkara gaib. Jalan untuk mengetahui sifatnya hanyalah berita-berita langit, ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul shallallahu alaihi wa sallam.
Hidangan pertama ahlul janah adalah hati ikan. Kemudian disembelihkan sapi janah untuk mereka. Mereka minum dari mata air salsabil. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَأَمَّا أَوَّلُ طَعَامٍ يَأْكُلُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَزِيَادَةُ كَبِدِ الْحُوتِ
“Adapun hidangan pertama yang dimakan penduduk surga adalah bagian terlezat dari hati ikan.”[6]
Seorang Yahudi mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dia mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak mungkin ada yang bisa menjawabnya selain seorang nabi. Dia berkata,
فَمَا تُحْفَتُهُمْ حِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ؟ قَالَ: زِيَادَةُ كَبِدِ النُّونِ. قَالَ: فَمَا غَذَاؤُهُمْ عَلَى إِثْرِهَا؟ قَالَ: يُنْحَرُ لَهُمْ ثَوْرُ الْجَنَّةِ الَّذِي كَانَ يَأْكُلُ مِنْ أَطْرَافِهَا. قَالَ: فَمَا شَرَابُهُمْ عَلَيْهِ؟ قَالَ: مِنْ عَيْنٍ فِيهَا تُسَمَّى سَلْسَبِيلًا
“Suguhan apakah yang diberikan kepada penduduk janah ketika memasukinya?” Beliau menjawab, “Bagian terlezat dari hati ikan.”
Si Yahudi bertanya lagi, “Hidangan apakah yang diberikan setelahnya?” Rasul menjawab, “Disembelihkan untuk mereka sapi janah yang mencari makan di tepi-tepi janah.”
Si Yahudi berkata, “Apakah minuman mereka?”
“Dari mata air bernama Salsabil.” (HR. Muslim, dari Tsauban radhiyallahu anhu maula Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam)
Baca juga: Meminta Surga dan Berlindung dari Neraka
Penduduk janah makan dan minum tanpa harus buang air kecil dan buang air besar. Yang ada hanyalah sendawa dan keringat yang lebih harum dari misik. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَبُوْلُونَ وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ وَلاَ يَتْفُلُوْنَ وَلاَ يَمْتَخِطُونَ، أَمْشَاطُهُمُ الذَّهَبُ، وَرَشْحُهُمُ الْمِسْكُ، وَمَجَامِرُهُم الْأَلُوَّةُ، وَأَزْوَاجُهُمُ الْحُوْرُ الْعِينُ، عَلَى خَلْقِ رَجُلٍ وَاحِدٍ عَلىَ صُورَةِ أَبِيهِ آدَمَ سِتُّونَ ذِرَاعًا فِي السَّماءِ
“Mereka tidak buang air kecil, tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak pula membuang ingus. Sisir-sisir mereka dari emas. Keringat mereka adalah misik. Pengasapan mereka adalah al-aluwwah (kayu gaharu). Istri-istri mereka adalah al-hurul ‘in (bidadari-bidadari bermata jeli), dengan perawakan yang serupa, sama dengan bapak mereka Adam, setinggi enam puluh hasta.”[7]
Bejana-bejana yang mereka gunakan terbuat dari emas dan perak. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يُطَافُ عَلَيۡهِم بِصِحَافٍ مِّن ذَهَبٍ وَأَكۡوَابٍۖ وَفِيهَا مَا تَشۡتَهِيهِ ٱلۡأَنفُسُ وَتَلَذُّ ٱلۡأَعۡيُنُۖ وَأَنتُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٧١
“Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas dan piala-piala, serta di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (az-Zukhruf: 71)
وَيُطَافُ عَلَيۡهِم بَِٔانِيَةٍ مِّن فِضَّةٍ وَأَكۡوَابٍ كَانَتۡ قَوَارِيرَا۠ ١٥
“Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca.” (al-Insan: 15)
Baca juga: Meminta Kebaikan Dunia dan Akhirat
Ahlul jannah mendapatkan buah-buahan yang diingini dan semua daging yang dikehendaki. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَمۡدَدۡنَٰهُم بِفَٰكِهَةٍ وَلَحۡمٍ مِّمَّا يَشۡتَهُونَ ٢٢
“Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.” (ath-Thur: 22)
Jannah memiliki sungai-sungai yang sangat indah.
فِيهَآ أَنۡهَٰرٌ مِّن مَّآءٍ غَيۡرِ ءَاسِنٍ وَأَنۡهَٰرٌ مِّن لَّبَنٍ لَّمۡ يَتَغَيَّرۡ طَعۡمُهُۥ وَأَنۡهَٰرٌ مِّنۡ خَمۡرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنۡهَٰرٞ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّىۖ وَلَهُمۡ فِيهَا مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ وَمَغۡفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمۡۖ
“… Di dalamnya terdapat sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka….” (Muhammad: 15)
Janah memiliki istana-istana dan kerajaan-kerajaan besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فِيهَآ أَنۡهَٰرٌ مِّن مَّآءٍ غَيۡرِ ءَاسِنٍ وَأَنۡهَٰرٌ مِّن لَّبَنٍ لَّمۡ يَتَغَيَّرۡ طَعۡمُهُۥ وَأَنۡهَٰرٌ مِّنۡ خَمۡرٍ لَّذَّةٍ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنۡهَٰرٞ مِّنۡ عَسَلٍ مُّصَفًّىۖ وَلَهُمۡ فِيهَا مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ وَمَغۡفِرَةٌ مِّنوَإِذَا رَأَيۡتَ ثَمَّ رَأَيۡتَ نَعِيمًا وَمُلۡكًا كَبِيرًا ٢٠
“Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatandan kerajaan yang besar.” (al-Insan: 20)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فِبَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُنِي فِي الْجَنَّةِ، فَإِذَا امْرَأَةٌ تَتَوَضَّأُ إِلَى جَانِبِ قَصْرٍ، فَقُلْتُ: لِمَنْ هَذَا الْقَصْرُ؟ قَالُوا: لِعُمَرَ. فَذَكَرْتُ غِيْرَتَهُ، فَوَلَّيْتُ مُدْبِرًا. فَبَكَى عُمَرُ وَقَالَ: أَعَلَيْكَ أَغَارُ، يَا رَسُولَ اللهِ؟
“Saat aku tidur, aku melihat diriku di dalam janah. Aku melihat seorang wanita berwudhu di samping sebuah istana. Aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Mereka menjawab, ‘Milik Umar.’ Segera aku teringat kecemburuan Umar. Aku pun meninggalkan istana itu. Umar menangis dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin aku cemburu kepadamu?’”[8]
Baca juga: Al-Kautsar, Sungai di dalam Surga
Di sana ada pula kubah-kubah dan tenda-tenda yang menjulang.
إِنَّ لِلْمُؤْمِنِ فِي الْجَنَّةِ لَخَيْمَةً مِنْ لُؤْلُؤَةٍ وَاحِدَةٍ مُجَوَّفَةٍ، طُولُهَا سِتُّونَ مِيلًا، لِلْمُؤْمِنِ فِيهَا أَهْلُونَ يَطُوفُ عَلَيْهِمُ الْمُؤْمِنُ فَلَا يَرَى بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sungguh bagi seorang mukmin di janah tenda dari lu’lu’ (mutiara) yang berongga. Panjangnya enam puluh mil. Di dalamnya ada keluarga (istri-istri) yang ia berkeliling pada mereka tanpa mereka saling melihat.”[9]
Semua kenikmatan ahlul jannah yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-hamba-Nya yang saleh adalah nikmat yang tidak pernah putus, kekal. Demikianlah Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan dalam Al-Qur’an. Demikian pula Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyabdakan dalam haditsnya yang mulia.
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ خَيۡرُ ٱلۡبَرِيَّةِ ٧ جَزَآؤُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ جَنَّٰتُ عَدۡنٍ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَشِيَ رَبَّهُۥ ٨
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga Aden yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabb-nya.” (al-Bayyinah: 7—8)
Dalam hadits yang sahih, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Akan diserukan bagi penduduk lamanya, ‘Bagi kalian kehidupan, maka kalian tidak akan mati selama-lamanya. Bagi kalian umur yang muda, maka kalian tidak akan menjadi tua selama-lamanya. Bagi kalian kenikmatan, maka tidak akan ada kesusahan selama-lamanya. Itulah firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَنُودُوٓاْ أَن تِلۡكُمُ ٱلۡجَنَّةُ أُورِثۡتُمُوهَا بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ ٤٣
‘… Dan diserukan kepada mereka, ‘Itulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan’’. (al-A’raf: 43)”
Wahai jiwa, jalan menuju janah telah dijelaskan oleh kekasih Allah subhanahu wa ta’ala (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam). Pintu-pintu janah hanya akan dibuka bagi mereka yang mentauhidkan Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari kesyirikan. Bersemangatlah, mintalah pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan janganlah engkau malas!
Baca juga: Mengutamakan Akhirat di Atas Dunia
Dunia adalah negeri asing. Negerimu sesungguhnya adalah al-jannah. Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma berkata,
أَخَذَ رَسُولُ اللهِ بِمَنْكِبَيَّ فَقَالَ: كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ، وَكَان ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memegang kedua pundakku dan berkata, ‘Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau seseorang yang sekadar lewat’.”
Ibnu Umar radhiyallahu anhuma mengatakan, “Jika engkau memasuki waktu sore, janganlah menunggu waktu pagi. Jika engkau memasuki waktu pagi, janganlah engkau menunggu waktu sore. Ambillah keadaan sehatmu sebelum keadaan sakitmu dan hidupmu sebelum engkau mati.” (HR. al-Bukhari)
Wallahu a’lam.
[1] HR. Ibnu Hibban, (10/513), no. 4657, dan Ibnu Majah dalam as-Sunan, Kitab az-Zuhd, no. 4271, dinyatakan sahih oleh al-Albani.
[2] Potongan hadits panjang yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/408) no. 3424 dan dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam takhrij beliau terhadap al-Aqidah ath-Thahawiyah hlm. 469.
[3] Lihat Shahih Muslim (1/187) no. 195.
[4] HR. Muslim, no. 196, dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu.
[5] HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no. 4333), dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Lihat takhrij hadits ini dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
[6] HR. al-Bukhari, Kitab Fadhail, hadits Anas radhiyallahu anhu tentang kisah masuk Islamnya Abdullah bin Salam radhiyallahu anhu (7/272 no. 3938, Fathul Bari).
[7] HR. al-Bukhari (no. 3327), Muslim (8/146), dan Ibnu Majah (no. 4333), dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu. Lihat takhrij hadits ini dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (7/3/1472) no. 3519.
[8] HR. al-Bukhari, Kitab Fadhail ash-Shahabah, “Bab Manaqib Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu”, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu.
[9] HR. Muslim, “Bab Sifat Tenda Janah”, no. 5070.