Kakak ipar saya berbohong kepada istrinya dengan bersumpah atas nama Allah dan Rasul-Nya. Namun ketika terbongkar rahasianya, dia membayar kafarat atas sumpahnya dengan cara memberi baju koko kepada anak yatim. Apakah hal itu dibenarkan? Saya baru dengar yang seperti itu. Wassalam.
Anton – Jakarta
Wa’alaikumus salam warahmatullah.
Pertanyaan Anda meliputi tiga permasalahan:
Sumpah ini mengandung kesyirikan karena menggandengkan nama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan nama Allah subhanahu wa ta’ala dalam sumpahnya. Wajib atas setiap muslim yang ingin bersumpah untuk bersumpah hanya dengan salah satu dari nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala, sifat-sifat-Nya atau perbuatan-perbuatan-Nya.
Ada beberapa hadits sahih yang menunjukkan hal ini:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendengar Umar radhiallahu anhu bersumpah atas nama ayahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْهَاكُمْ أَنْ تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ، فَمَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللهِ أَوْ لِيَصْمُتْ
“Ingatlah bahwa sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala melarang kalian bersumpah atas nama ayah-ayah kalian. Barang siapa bersumpah, hendaklah dia bersumpah atas nama Allah atau hendaklah dia diam.” (HR. Muslim no. 1646)
.
لاَ تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ وَلاَ بِأُمَّهَاتِكُمْ وَلاَ بِالْأَنْدَادِ وَلاَ تَحْلِفُوا إِلاَّ بِاللهِ وَلاَ تَحْلِفُوا إِلاَّ وَأَنْتُمْ صَادِقُوْنَ
“Janganlah kalian bersumpah atas nama ayah-ayah kalian, ibu-ibu kalian, dan tandingan-tandingan Allah. Janganlah kalian bersumpah kecuali atas nama Allah. Dan janganlah kalian bersumpah kecuali dalam keadaan jujur.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasai, dinilai sahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 7249 dan al-Wadi’i dalam ash-Shahih al-Musnad 2/341)
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa bersumpah atas nama selain Allah, sungguh dia telah mempersekutukan Allah.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan al-Hakim, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 11149)
Syaikh Muqbil al-Wadi’i rahimahullah memasukkan hadits ini dalam kitabnya Ahadits Mu’allah (no. 221) karena ada cacatnya (kelemahannya), yaitu (1) Sa’d bin ‘Ubaidah tidak mendengar dari Ibnu Umar, dan (2) perantara antara keduanya, yaitu Muhammad al-Kindi, majhul (tidak dikenal). Kemudian beliau menyebutkan bahwa hadits ini sahih dengan lafaz,
مَنْ حَلَفَ بِغَيرِ اللهِ فَقَالَ فِيهِ قَوْلاً شَدِيداً
“Barang siapa bersumpah atas nama selain Allah, Rasulullah mengucapkan ucapan yang keras tehadap pelakunya.” (HR. Ahmad)
Dalil-dalil di atas menunjukkan secara jelas haramnya bersumpah atas nama selain Allah subhanahu wa ta’ala, dan bahwasanya bersumpah atas nama selain Allah subhanahu wa ta’ala mengandung unsur kesyirikan. Sebab, sumpah atas nama sesuatu mengandung unsur pengagungan terhadap sesuatu itu. Jika hal itu disertai adanya pengagungan dalam kalbunya terhadap sesuatu (selain Allah) itu, sebagaimana pengagungannya terhadap Allah subhanahu wa ta’ala, hal itu adalah syirik besar dan pelakunya musyrik. Jika tidak disertai keyakinan semacam itu, hal itu hanya sebatas syirik kecil yang tidak membatalkan keislaman. (al-Qaulul Mufid fi Adillati at-Tauhid hlm. 133 dan Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah 1/224)
Jadi, apa yang dilakukan oleh orang yang disebutkan dalam pertanyaan, bersumpah atas nama Allah dan Rasul-Nya, mengandung unsur kesyirikan. Sebab, dia telah menyetarakan kedudukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sumpahnya. Jika hal itu tanpa disertai adanya pengagungan dalam kalbunya terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seperti pengagungannya terhadap Allah, hal itu adalah syirik kecil. Jika disertai dengan keyakinan itu, hal itu adalah syirik besar.
Ulama mengatakan bahwa sumpah atas nama selain Allah tidak sah dan tidak dianggap.
Ini termasuk sumpah palsu yang haram dan sangat tercela.
Padahal sumpahnya tidak sah (sebagaimana diterangkan pada poin pertama) dan isi sumpahnya tidak terkait dengan hal yang akan datang.
Ulama menerangkan bahwa sumpah yang terkena kafarat adalah sumpah yang terkait dengan hal yang akan datang. Adapun jika sumpahnya terkait dengan perkara yang telah lewat, tidak ada kafaratnya, baik jujur maupun dusta.
Kesimpulannya, orang tersebut telah terjerumus dalam tiga kesalahan sekaligus: sumpah yang mengandung kesyirikan, sumpah palsu (berdusta dengan sumpahnya), dan membayar kafarat yang tidak disyariatkan.
Hendaklah yang bersangkutan bertobat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Baju koko yang telah diberikannya kepada anak yatim itu diniatkan saja sebagai sedekah.
Wallahu a’lam.