Ibnu ‘Abbas c berkata: “Teman dudukku mempunyai tiga hak atasku: aku mengarahkan pandanganku kepadanya bila dia menghadap, aku memberikan tempat yang luas baginya di majelis bila dia duduk, dan aku memerhatikan dia bila dia berbicara.” (‘Uyunul Akhbar, 1/307)
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban t dengan sanadnya sampai Mu’adz bin Sa’id Al-A’war t, dia berkata: “Aku pernah duduk di sisi ‘Atha` bin Abi Rabah t. Seorang lelaki kemudian menyampaikan sebuah hadits, lalu ada seorang dari kaum itu yang ikut mengucapkannya.” Mu’adz berkata: “’Atha` pun marah. Dia berkata: ‘Sikap macam apa ini? Sungguh aku benar-benar mendengarkan hadits itu dari orang ini, padahal aku lebih tahu tentang hadits itu. Namun aku tampakkan kepadanya seakan-akan aku tidak tahu apa-apa.’
Dia berkata juga: ‘Sesungguhnya seorang pemuda menyampaikan sebuah hadits lalu aku mendengarkannya seakan-akan aku belum mengetahuinya. Padahal aku benar-benar telah mendengar hadits itu sebelum dia dilahirkan’.” (Raudhatul ‘Uqala`, hal. 72, Tadzkiratus Sami’, hal. 105)
Al-Hasan t berkata: “Bila engkau duduk, maka hendaknya engkau lebih semangat untuk mendengarkan daripada berbicara. Pelajarilah cara mendengarkan yang baik sebagaimana engkau mempelajari cara berbicara yang baik. Dan janganlah engkau memotong pembicaraan seseorang.” (Tadzkiratus Sami’, hal. 105)
(Diambil dari At-Tajul Mafqud, karya Faishal bin Abduh Qa`id Al-Hasyidi, hal. 70-72)