(ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)
Penjelasan Singkat tentang Abul Hasan al-Asy’ari
Abul Hasan al-Asy’ari adalah sosok yang sangat terkenal di negeri kita ini. Mengapa demikian? Karena banyak orang yang menisbahkan pemahaman mereka kepada beliau t. Tulisan ini berusaha mengenalkan beliau dan akidah yang diyakininya. Setelah itu, kita akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan: Benarkah beliau seorang ulama Ahlus Sunnah? Dan benarkah pengakuan sebagian orang yang mengaku pengikut beliau?
Tiga Fase Kehidupan Abul Hasan al-Asy’ari
Nama beliau adalah Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Ismail bin Musa al-Asy’ari. Beliau lahir pada tahun 260 H/873M dan wafat pada tahun 935 M.
Perlu diketahui, Abul Hasan al-Asy’ari t melalui tiga marhalah (fase) dalam kehidupannya.
Fase pertama: Beliau berakidah Mu’tazilah, dididik oleh ayah tirinya, Abu Ali al-Jubba’i, dalam pendidikan Mu’tazilah. Beliau berada dalam akidah Mu’tazilah ini selama empat puluh tahun.
Fase kedua: masa peralihan. Ketika itu beliau dalam posisi antara akidah Mu’tazilah tulen yang tidak mengimani sifat-sifat Allah dan akidah Ahlus Sunnah yang murni. Di masa tersebut beliau mulai mengkritisi pemikiran-pemikiran Mu’tazilah dan sering beradu argumen dengan ayah tirinya. Namun, beliau belum kembali kepada akidah Ahlus Sunnah secara total.
Fase ketiga: Beliau kembali memeluk akidah Ahlus Sunah wal Jamaah dan mengikuti prinsip-prinsip al-Imam Ahmad bin Hanbal. Hal ini beliau tegaskan di dalam kitab-kitabnya bahwa beliau di atas akidah yang didakwahkan al-Imam Ahmad bin Hanbal t.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin t menyebutkan tiga marhalah kehidupan Abul Hasan tersebut sebagai berikut.
Marhalah i’tizal: Beliau memeluk pemahaman Mu’tazilah selama empat puluh tahun, kemudian rujuk dan menyatakan sesatnya Mu’tazilah.
Marhalah antara Mu’tazilah tulen dan Ahlus Sunnah yang murni, beliau mengikuti jalan Abu Muhammad Abdullah bin Said bin Kullab.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t menjelaskan, “Asy’ari (al-Imam Abul Hasan) dan semisalnya adalah sekelompok orang yang berada di antara salaf dan Jahmiyah. Mereka mengambil dari salaf pendapat yang benar dan mengambil dari Jahmiyah prinsip-prinsip yang mereka sangka benar padahal rusak.”
Marhalah berpegang dengan mazhab Ahlus Sunnah wal Hadits, mengikuti al-Imam Ahmad bin Hanbal t, sebagaimana beliau jelaskan dalam kitabnya al-Ibanah fi Ushulid Diyanah. (Lihat al-Qawa’idul Mutsla karya asy-Syaikh Ibnu Utsaimin)
Di antara ucapan Abul Hasan al-Asy’ari t dalam kitab tersebut yang menunjukkan beliau di atas manhaj salaf adalah pengakuan kembali kepada manhaj al-Imam Ahmad bin Hanbal t.
Abul Hasan al-Asy’ari t berkata, “Pendapat yang kami yakini dan agama yang kami beragama dengannya: ‘Berpegang teguh dengan kitab Rabb kita dan sunnah Nabi kita, Muhammad n, serta apa yang diriwayatkan dari para sahabat, tabiin, dan imam ahlul hadits. Kami berpegang teguh dengannya dan dengan pendapat yang diucapkan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal—mudah-mudahan Allah l menyinari wajahnya dan mengangkat derajatnya serta memberinya pahala yang banyak—, dan kami menjauhkan diri dari pendapat-pendapat yang menyelisihi prinsip al-Imam Ahmad bin Hanbal, karena beliau adalah imam yang memiliki keutamaan, seorang tokoh yang dengannya Allah l menjelaskan al-haq, menolak kebatilan, menjelaskan manhaj dan menghancurkan kebid’ahan ahlul bid’ah, penyimpangan orang-orang yang menyimpang, serta menghilangkan keraguan orang-orang yang ragu…’.” (Lihat al-Ibanah fi Ushul ad-Diyanah)
Sebab Taubat Abul Hasan al-Asy’ari
Asy-Syaikh Hammad al-Anshari menyebutkan sebab bertaubatnya Abul Hasan t.
Dihikayatkan dari Abul Hasan, “Sejak beberapa malam, di dadaku muncul (ganjalan) tentang masalah-masalah akidah. Aku pun bangun melaksanakan shalat dua rakaat dan meminta agar Allah l memberi hidayah jalan yang lurus kepadaku. Kemudian aku pun tidur. Ketika tidur aku bermimpi melihat Rasulullah. Aku keluhkan kepada beliau sebagian masalahku. Rasulullah n berkata kepadaku, ‘Wajib atasmu berpegang dengan sunnahku’, lalu aku terbangun.” (Lihat Abul Hasan al-Asy’ari karya asy-Syaikh Hammad al-Anshari)
Pengakuan Para Ulama tentang Rujuknya Beliau
Asy-Syaikh Hammad al-Anshari telah menukilkan penjelasan para ulama tentang rujuknya Abul Hasan ke manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah. Di antara yang beliau sebutkan adalah:
a. As-Subki berkata, “Abul Hasan al-Asy’ari adalah tokoh besar Ahlus Sunnah setelah al-Imam Ahmad bin Hanbal. Akidah beliau sama dengan akidah al-Imam Ahmad dan ini adalah perkara yang tidak diragukan lagi. Abul Hasan al-Asy’ari telah menegaskan dalam tulisan-tulisannya dan sering beliau sebutkan, ‘Akidahku adalah akidah al-Imam Ahmad bin Hanbal’.”
b. Abul Abas Syamsudin Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr bin Khalqan t berkata, “Abul Hasan dahulunya Mu’tazilah kemudian bertaubat.”
c. Ibnu Katsir t berkata, “Sesungguhnya Abul Hasan al-Asy’ari dahulunya Mu’tazilah kemudian beliau bertaubat di Bashrah, setelah itu beliau tampil membongkar borok-borok Mu’tazilah.”
d. Al-Imam adz-Dzahabi t berkata, “Abul Hasan dahulunya berpemahaman Mu’tazilah. Ia mengambilnya dari Abu Ali al-Jubba’i. Beliau lalu membuangnya dan membantah al-Jubba’i. Beliau pun berbicara dengan sunnah, mencocoki para imam ahli hadits….” (al-Uluw) (Lihat risalah Abul Hasan al-Asy’ari karya asy-Syaikh Hammad al-Anshari)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin t berkata, “Abul Hasan al-Asy’ari t di akhir usianya berada di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Hadits yaitu menetapkan (nama dan sifat-sifat) yang Allah l tetapkan untuk diri-Nya atau ditetapkan melalui lisan rasul-Nya, tanpa tahrif, takyif, dan tamtsil.” (al-Qawaidul Mutsla)
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa asy-Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari adalah seorang Ahlus Sunnah, sebagaimana disebutkan oleh para ulama di atas dan Abul Hasan al-Asy’ari t tuliskan dalam kitab-kitabnya, di antaranya di dalam kitab beliau al-Ibanah fi Ushuli Diyanah.
Adapun pengakuan orang yang mengaku-aku mengikuti beliau (kelompok Asya’riyah) adalah pengakuan yang keliru, karena pada hakikatnya mereka mengikuti pemahaman beliau sebelum rujuk kepada manhaj Ahlus Sunnah.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Orang-orang belakangan yang menisbahkan diri kepada beliau (yakni Abul Hasan al-Asy’ari) hanya mengambil marhalah kehidupan beliau yang kedua.” (Lihat al-Qawaidul Mutsla)