Asysyariah
Asysyariah

sekelumit akhlak kaum liberal

7 tahun yang lalu
baca 13 menit
Sekelumit Akhlak Kaum Liberal

Adab dan akhlak mulia merupakan salah satu pilar utama untuk tegaknya suatu bangsa. Ia pula yang menjadi perekat hubungan dalam kehidupan bermasyarakat. Bilamana pilar utama ini tidak lagi dijunjung tinggi oleh suatu bangsa, dengan sendirinya bangsa itu akan lenyap. Hubungan di tengah-tengah masyarakat menjadi retak. Kedamaian yang sebelumnya dirasakan oleh segala lapisan masyarakat menjadi sirna.

Sebagai contoh dan perbandingan adalah apa yang dialami oleh Kisra, Raja Persia, dan Kaisar Romawi (Heraklius). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim surat kepada keduanya mengajak mereka masuk Islam. Keduanya menolak masuk Islam. Bedanya, Kaisar Heraklius memuliakan surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan utusannya, sedangkan Kisra sebaliknya. Ia merobek-robek surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghinakan utusannya. Tidak berselang lama setelah perbuatan Kisra ini, Allah ‘azza wa jalla menghinakannya dan mencabik-cabik kerajaannya hingga lenyap kekuasaannya. (ash-Sharimul Maslul hlm. 164)

Berbicara tentang adab tidak hanya yang berkaitan dengan interaksi antarsesama manusia, tetapi juga adab terhadap Allah ‘azza wa jalla Sang Pengatur jagat raya. Bahkan, adab terhadap Allah ‘azza wa jalla adalah seutama-utama adab. Manakala ini dilanggar, ancamannya adalah azab yang pedih.

Adab terhadap Allah ‘azza wa jalla terkumpul dalam memercayai seluruh berita yang datangnya dari Allah ‘azza wa jalla, melaksanakan perintah, dan menjauhi larangan-Nya.

Allah ‘azza wa jalla berfirman menyebutkan ucapan Nabi Musa dan Harun ‘alaihimassalam di hadapan Fir’aun,

إِنَّا قَدۡ أُوحِيَ إِلَيۡنَآ أَنَّ ٱلۡعَذَابَ عَلَىٰ مَن كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ ٤٨

“Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu( ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.” (Thaha: 48)

Maksudnya, azab semata-mata diperuntukkan bagi orang yang mendustakan ayat-ayat Allah ‘azza wa jalla dan berpaling dari menaati-Nya.

Fir’aun dan kaumnya tetap keras kepala dan menentang kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa dan Harun ‘alaihimassalam, padahal beragam mukjizat telah dipaparkan. Akibatnya, mereka ditenggelamkan di Laut Merah sebagai azab.

Beragam hukuman yang Allah ‘azza wa jalla timpakan kepada penentang kebenaran yang datang dari Allah ‘azza wa jalla, semestinya menjadi pelajaran. Sebab, siapa pun yang menentang kebenaran, dia akan mengalami nasib yang serupa.

Penentangan orang kafir terhadap kebijakan Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya bisa dikatakan hal yang ‘lumrah’ karena mereka tidak beriman kepada Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya. Namun, akan sangat ironis bila penentangan itu muncul dari orang yang masih mengaku sebagai muslim. Muslim tetapi bergabung dalam barisan kaum liberalis.

Sungguh, fenomena munculnya kaum liberalis di tengah umat tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, mereka sangat berani mengkritisi kebijakan Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya serta merendahkan nilai-nilai syariat Islam.

 

Modus Lama

Munculnya Jaringan Islam Liberal (JIL)—yang sejatinya adalah para pemuja akal, bahkan tak mustahil sekaligus menjadi jongos bayaran orang kafir—di tengah-tengah umat Islam sesungguhnya tidak mengherankan.

Dahulu juga sudah muncul kelompok yang disebut Mu’tazilah. Kelompok ini mempunyai beberapa pandangan yang sesat. Di antaranya, apabila dalil-dalil syariat (al-Qur’an dan Hadits) bertolak belakang dengan akal, mereka akan menolaknya atau berusaha menafsirkan dengan penafsiran yang sangat jauh dari kebenaran.

Dari sisi ini, orang-orang JIL ada kemiripan dengan orang-orang Mu’tazilah, bahkan lebih sesat, karena kaum JIL sudah terang-terangan melecehkan Islam dan menerjang syariat. Mereka juga menganggap seluruh agama itu sama. Hal ini memperkuat anggapan bahwa mereka adalah corong-corong orang kafir untuk mengobok-obok Islam dan muslimin.

Ya, mereka tercatat dalam sejarah sebagai pengkhianat umat. Mereka seperti kaum munafik di zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi duri dalam daging.

 

Tidak Beda dengan Teroris

Keberadaan dan bahaya kaum JIL di tengah-tengah umat bak kaum teroris semisal ISIS. Apabila para teroris dengan aksi-aksi konyolnya telah mencoreng citra Islam dan muslimin, demikian pula orang-orang JIL dengan statemen miring mereka—berupa pelecehan terhadap syariat Islam yang membuat umat bingung. Akibat ulah para teroris dan pernyataan kaum liberal, umat berpecah-belah dan mengarah kepada konflik yang mengancam stabilitas umat dan bangsa.

Kemunculan mereka tidak memberi kontribusi apa pun bagi umat selain memunculkan sikap ragu tentang kebenaran Islam. Apabila umat telah terkotak-kotak menyikapi keberadaan mereka, jangan ditanya lagi tentang orang kafir; seperti apa kebencian mereka terhadap Islam dan muslimin. Alih-alih masuk Islam, mereka tidak memberikan statemen miring terhadap Islam itu sudah ‘mending’.

Oleh karena itu, umat Islam harus waspada dengan kaum JIL. Meski tidak frontal dengan aksi terornya seperti ISIS, namun mereka frontal dengan berbagai pernyataannya yang meneror akidah umat. Lagi pula, mereka bisa menyusup di tengah-tengah ormas, partai politik, bahkan masuk dalam lingkaran kekuasaan.

Umat tidak boleh tertipu dengan gaya intelektual dan ilmiah mereka serta gelar yang disandangnya. Sebab, sesungguhnya kebodohan mereka amat jelas bagi orang yang sedikit saja telah menimba khazanah keilmuan Islam.

 

Bodoh, Tetapi Lancang

Kaum JIL berbicara tentang Islam, namun tidak mau kembali kepada pemahaman sahabat dan pemahaman ulama Islam yang alim dan saleh. Mereka hanya menggunakan tinjauan-tinjauan akal yang dangkal. Mungkin saja mereka memosisikan akal mereka sejajar dengan wahyu syariat (al-Qur’an dan hadits), atau bahkan lebih tinggi, sehingga mereka bebas menggugat dan merendahkan wahyu.

Lihatlah bagaimana seorang dosen universitas kenamaan, UI, dengan lancangnya mengatakan bahwa hadits-hadits (Sunnah) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu menggelikan. Ia mencontohkan tentang hadits anjuran makan dan minum dengan tangan kanan. Dia berkata, “Apa salahnya makan dengan tangan kiri, dan masak sih hanya setan yang makan dengan tangan kiri?”

Ada juga di antara mereka yang mengelu-elukan komunis sebagai ideologi yang bagus. Umat tidak boleh lengah tentang bahaya mereka karena sebagian mereka adalah tokoh sentral dalam ormas keagamaan, dosen di perguruan tinggi (Islam), tokoh masyarakat, bahkan pejabat di pemerintahan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِمَّا أَتَخَوَّفُ مِنْهُ عَلَى أُمَّتِي أَئِمَّةً مُضِلِّينَ

        “Sesungguhnya di antara yang saya khawatirkan atas umatku adalah para pemimpin yang menyesatkan.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3207)

Membentengi umat dari bahaya mereka lebih penting daripada berperang melawan orang kafir. Sebab, hal ini merupakan upaya untuk menjaga modal, yaitu menjaga umat Islam agar tetap kokoh di atas Islamnya dan tidak ragu tentang agamanya.

Al-Imam Yahya an-Naisaburi rahimahullah berkata, “Membela Sunnah (agama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) lebih utama dari jihad.”  (Manhaju Ahlis Sunnah fi Naqdi ar-Rijal hlm. 191)

 

Media Sekuler Mendukung JIL

Pemikiran liberal dan pemahaman sesat lainnya tidak hanya dimonopoli oleh para pengusung dan pengikutnya, tetapi mereka jajakan di tengah-tengah manusia. Mereka pun berusaha mencari mangsa.

Berangkat dari sini, umat Islam sudah semestinya memproteksi diri dengan meningkatkan kualitas ilmu dan amalannya. Kaum liberal sangat aktif menebarkan kesesatannya dengan beragam media. Bahkan, tidak sedikit media masa sekuler secara massif menampilkan dan menayangkan pemahaman-pemahaman kaum liberal.

Ada apa dengan media-media tersebut sehingga gencar menampilkan pemikiran-pemikiran liberal?

Ya, karena pernyataan JIL sangat menguntungkan orang-orang kafir dari sisi bisa melanggengkan kekufuran dan pelecehan mereka terhadap Islam yang mereka anggap sebagai musuh dan benalu.

 

Sekelumit Adab Pengusung JIL

Apabila kalbu sudah menjadi sarang pemahaman yang menyimpang dari syariat Islam, jangan Anda tanya tentang apa yang akan mencuat dari kalbu yang busuk tersebut.

Akibat ulah JIL, umat berpecah-belah, syariat dan ketentuan agama dilecehkan, dan sebagian umat Islam menjadi ragu dengan agamanya sendiri sedangkan orang kafir tetap di atas kekafirannya. Bahkan, seolah mereka menemukan jalan untuk mengolok-olok Islam dan muslimin. Ini minimalnya dampak negatif dari pemahaman liberal yang terasa di tengah-tengah umat.

Apabila demikian, lalu apa kontribusi kaum JIL untuk umat? Bisa jadi, kaum tersebut akan menjawab bahwa dengan pemahaman ini, keragaman di masyarakat akan terjaga.

Kita katakan bahwa tidak sedikit pernyataan mereka justru menimbulkan polemik di tengah-tengah umat dan mengotak-kotakkan mereka. Bahkan, kalangan nonmuslim seolah-olah menemukan alat dan mendapat energi untuk menghujat Islam serta muslimin.

Kaum JIL berlagak ingin menampilkan Islam moderat yang menurut mereka akan dihargai dan dihormati. Padahal apabila tidak buta sejarah, kita akan menemukan bahwa indahnya Islam betul-betul terwujud di tengah-tengah masyarakat yang dipimpin oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi awal umat Islam yang saleh. Kala itu Islam dan muslimin betul-betul mulia dan berwibawa.

Kaum JIL mencontohkan bentuk sikap moderat mereka dengan meminta kaum muslimin untuk menghargai hak-hak nonmuslim. Di sisi lain, mereka membisu saat hak-hak muslimin dipasung oleh kalangan nonmuslim. Mereka seakanakan buta tentang Islam yang telah menjaga hak-hak binatang lebih-lebih hak manusia, tentu saja hak-hak yang tidak bertentangan dengan ketentuan agama dan aturan pemerintah yang baik.

Saat pemerintah suatu daerah yang penduduknya mayoritas muslimin menerbitkan Perda tentang larangan buka rumah makan siang hari Ramadhan untuk menghormati kaum muslimin yang sedang berpuasa, kaum JIL tanpa malu-malu meminta untuk mencabut Perda tersebut dengan dalih menjaga keragaman. Sikap moderat ala JIL ini akan berbeda bila kondisi muslimin menjadi minoritas dan hak-hak mereka dipasung oleh mayoritas yang nonmuslim.

 

Berikut ini beberapa akhlak kaum JIL selain yang telah disinggung di atas.

 

  1. Mengkritisi Kebijakan Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya

Prinsip “bebas berpikir, berpendapat, dan berekspresi” yang dianut oleh JIL telah merusak tatanan hidup beragama dan bermasyarakat. Dengan prinsip tersebut, seseorang bisa saja menuduh Allah ‘azza wa jalla tidak adil atau ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tidak lagi relevan.

Dengan prinsip ini, orang bisa saja menabrak norma-norma kesopanan masyarakat. Akhirnya seseorang menjadi tidak tahu kadar dirinya dan sombong. Dia lupa bahwa dirinya adalah makhluk yang diatur, sedangkan Allah ‘azza wa jalla adalah Dzat Yang Maha mengatur.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

          وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا ٣٦

        “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin ,apabila Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan ,akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barang siapa mendurhakai Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya, sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab: 36)

 

Di antara hasil produk prinsip di atas, website Islam liberal memuat ucapan Moeslim Abdurrahman yang mengatakan, “Kalau syariat Islam diterapkan, maka yang jadi korban pertama adalah perempuan.”

Ucapan ini tentu mengandung konsekuensi bahwa Allah ‘azza wa jalla itu zalim, padahal Allah ‘azza wa jalla berfirman,

وَلَا يَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدٗا ٤٩

“Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang pun.” (al-Kahfi: 49)

Ada pula tokoh JIL perempuan yang mengatakan bahwa poligami tidak sah, waris laki-laki dan perempuan sama. Kaum JIL tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa Allah ‘azza wa jalla Dzat Yang Maha Penyayang terhadap hamba-Nya.

Tidaklah Allah ‘azza wa jalla menentukan sesuatu kecuali karena sifat adil dan bijak yang ada pada-Nya. Allah ‘azza wa jalla lebih tahu kemaslahatan hamba daripada diri hamba sendiri. Mereka tidak tahu bahwa Islamlah yang mengangkat harkat dan martabat wanita yang sebelumnya dipasung oleh adat istiadat jahiliah.

Ketika umat dibuat heboh dengan munculnya karikatur Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memakai serban dengan bom di tangan, kaum JIL berpandangan bahwa karikatur seperti itu adalah lumrah, karena itu adalah karya seni. Padahal masalahnya bukan hanya haramnya menggambar makhluk bernyawa, lebih dari itu adanya pesan yang terkandung bahwa Islam datang membawa teror dan Nabi Islam sang penebar teror.

Apabila kaum JIL beralasan bahwa karikatur tersebut sebagai reaksi balik atas banyaknya aksi-aksi teror kaum teroris, hal itu juga tidak bisa diterima. Sebab, aksi kaum teroris tidaklah mewakili ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi justru bertentangan.

 

  1. Menghalalkan yang Haram

Ini tentu saja sebuah bentuk kekufuran, apa pun alasannya. Lebih-lebih apabila yang haram itu justru dikampanyekan sebagai sesuatu yang lumrah. Misalnya, mereka memandang bolehnya homoseks, lesbi, dan kawin sesama jenis.

Dalam sebuah diskusi, tokoh perempuan JIL, Siti Musdah Mulia, mengeluarkan pernyataan, “Homoseksual dan homoseksualitas adalah kelaziman dan dibuat oleh Tuhan, dengan begitu diizinkan juga dalam agama Islam.”

Begitu jauh melencengnya kaum tersebut, tidak cukup menisbatkan halalnya homoseks kepada pendapat mereka, tetapi menisbatkannya kepada Islam!

Datangkan dalil dari al-Qur’an dan hadits tentang bolehnya homoseks, wahai kaum JIL!

Dalam al-Kabair (hlm. 90) al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Allah ‘azza wa jalla telah menceritakan kepada kita kisah kaum Luth (kaum yang kebiasaannya melakukan homoseks) pada banyak ayat al-Qur’an dan bahwa Dia ‘azza wa jalla membinasakan mereka karena perbuatan mereka yang jelek.”

Kaum muslimin dari seluruh golongan telah sepakat bahwa homoseks termasuk dosa besar.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

          أَتَأۡتُونَ ٱلذُّكۡرَانَ مِنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ ١٦٥ وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمۡ رَبُّكُم مِّنۡ أَزۡوَٰجِكُمۚ بَلۡ أَنتُمۡ قَوۡمٌ عَادُونَ ١٦٦

        “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Rabbmu untukmu? Bahkan, kalian adalah orang-orang yang melampaui batas.” (asy-Syu’ara: 165—166)

Jangan disangka bahwa kaum Luth diazab karena kekafirannya saja. Karena di samping mereka kafir mereka melakukan perbuatan yang sangat keji ini sehingga azab yang ditimpakan kepada mereka sangat mengerikan. Jangan pula ada yang menyangka bahwa itu hanya dilarang di zaman Nabi Luth saja, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Bunuhlah pelaku (homoseks) dan objeknya.” ( HR . Abu Dawud, at- Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Kalau kaum JIL mengatakan bahwa efek homoseks tidak seperti zina, dari sisi hamil di luar nikah dan perasaan malu di tengah masyarakat, sehingga dibolehkan; kita katakan, cara pandang yang seperti itu sangat keliru. Sebab, apa pun yang diharamkan agama tetap haram dan homoseks merupakan seks yang menyimpang yang menyelisihi kodrat yang akan memunculkan banyak kemudaratan.

Kalau mereka mengatakan bahwa itu adalah anugerah Tuhan, kita katakan bahwa Allah ‘azza wa jalla tidak meridhai kemaksiatan. Benar bahwa Allah ‘azza wa jalla yang mencipta kebaikan dan kejelekan, namun Allah ‘azza wa jalla juga memberi kemampuan kepada manusia untuk memilih jalan kebaikan atau keburukan. Kalau dalih mereka dibenarkan, siapa pun yang berbuat maksiat seperti mencuri, korupsi, dsb., bisa berdalih bahwa ini adalah anugerah Tuhan. Akal sehat mana yang bisa menerima?

 

  1. Mengolok-Olok Orang yang Mengamalkan Agama

Termasuk ciri-ciri munafik adalah menggembosi orang-orang yang beramal kebaikan. Tidak mendukung kebaikan, tetapi malah mencela. Tidak menambal yang bolong, tetapi justru merusak.

Allah ‘azza wa jalla berfirman,

          وَمِنۡهُم مَّن يَلۡمِزُكَ فِي ٱلصَّدَقَٰتِ

        “Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat.” (at-Taubah: 58)

Muhammad Guntur Romli berkata, “Pramugari Garuda kan gak pake jilbab, kok rajin shalat ya? Kan jadi aneh ya, gak jilbab juga shalihah? Gak jilbab juga banyak rajin shalat.”

Dia juga berkata, “Lucu juga orang kota, liat pramugari pesawat Garuda shalat di pesawat jd berita berhari2.”

Kita katakan, apakah kalau orang tidak berjilbab harus tidak shalat, padahal dua-duanya adalah kewajiban agama? Wanita yang keluar rumah dan tidak berjilbab/berhijab, dia telah meninggalkan satu kewajiban. Tentu lebih jelek lagi apabila dia juga tidak shalat tanpa ada alasan.

 

  1. Ingin Mengubah-Ubah Ketentuan Allah

Sebagian kaum JIL mengusulkan agar pelaksanaan ibadah haji bisa diselesaikan pada salah satu dari tiga bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah, bukan hanya 8—13 Dzulhijjah saja. Hal ini adalah bentuk mengubah waktu-waktu haji yang telah ditentukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sekiranya mereka beralasan bahwa itu untuk menghindari jatuhnya korban berdesak-desakan di Mina (jamarat), kita katakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih sayang kepada umatnya daripada mereka. Ibadah haji sudah ada ketentuannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak perlu diubah-ubah.

Seharusnya, yang dipikirkan adalah teknik agar jamaah haji terhindar dari berdesak-desakan yang membahayakan; bukan mengubah-ubah syariat yang sudah ada ketentuannya dalam agama.

 

Demikian sekelumit sikap mereka yang nyeleneh. Apabila disimpulkan, prinsip bebas berpendapat dijadikan alat untuk menumbangkan sendi-sendi akidah dan moralitas.

Hal ini jauh berbeda dengan muslim yang taat kepada Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya; mereka siap menjalankan perintah agama, meninggalkan larangan-Nya, dan memercayai berita-berita syariat.

Seorang muslim mengetahui kadar dirinya sebagai hamba yang diatur, sedangkan Allah ‘azza wa jalla adalahg Dzat Yang Mengatur. Seorang muslim tidak akan protes dan menentang kebijakan Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

 Ditulis oleh al-Ustadz Abdul Mu’thi Sutarman, Lc