تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا
إِنَّ السَّفِينَةَ لَا تَجْرِي عَلَى الْيَبَسِ
Engkau mendambakan hidayah, tetapi tidak menempuh jalannya
sesungguhnya kapal itu tidak mungkin berlayar di atas samudra yang kering
Cukup banyak jalan dan sebab mendapatkan hidayah yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Kita akan menyebutkannya semampu kita dengan taufik dan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَن يَعۡتَصِم بِٱللَّهِ فَقَدۡ هُدِيَ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسۡتَقِيمٍ
“Barang siapa berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Ali Imran: 101)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat di atas, “Berpegang teguh dengan (agama) Allah subhanahu wa ta’ala dan bertawakal kepada-Nya merupakan pegangan dalam hidayah, bekal untuk menjauhi kesesatan, sarana menuju jalan petunjuk, jalan yang lurus, dan tercapainya cita-cita.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِن تُطِيعُوهُ تَهۡتَدُواْۚ وَمَا عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ
“Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (an-Nur: 54)
“Tidak ada jalan bagi kita untuk meraih hidayah melainkan dengan cara menaati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Tanpa itu, maka tidak mungkin, bahkan mustahil,” tutur Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya.
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
فََٔامِنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِ ٱلنَّبِيِّ ٱلۡأُمِّيِّ ٱلَّذِي يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَكَلِمَٰتِهِۦ وَٱتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ
“… Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (al-A’raf: 158)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَإِنۡ ءَامَنُواْ بِمِثۡلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ
“Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk ….” (al-Baqarah: 137)
Maksudnya, tidak ada jalan bagi ahli kitab untuk mendapatkan hidayah melainkan dengan keimanan kepada apa yang diimani oleh para sahabat—kaum mukminin yang ada pada masa itu—yaitu keimanan kepada segenap nabi dan rasul, tidak membedakan di antara mereka, juga beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada mereka. (Taisir al-Karim ar-Rahman)
Ahli kitab tidak mungkin mendapatkan hidayah melainkan dengan mengikuti jejak langkah para sahabat dalam hal keimanan.
Meskipun ayat di atas berkenaan dengan ahli kitab, lafaznya umum mencakup siapa pun yang mendambakan hidayah. Yang teranggap adalah keumuman lafaz, bukan kekhususan sebab.
Maka dari itu, tidak ada jalan bagi siapa pun untuk meraih hidayah melainkan dengan meniti jejak langkah salafush shalih dari kalangan para sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabiin.
Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala berikut ini tentang seruan Nabi Ibrahim alaihis salam kepada ayahnya.
يَٰٓأَبَتِ إِنِّي قَدۡ جَآءَنِي مِنَ ٱلۡعِلۡمِ مَا لَمۡ يَأۡتِكَ فَٱتَّبِعۡنِيٓ أَهۡدِكَ صِرَٰطًا سَوِيًّا
“Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.” (Maryam: 43)
Syaikh Muhammad bin Umar Bazmul hafizhahullah dalam kitabnya Makanatul ‘Ilmi wal ‘Ulama (hlm. 18) tatkala menyebutkan beberapa keutamaan ulama, mengatakan, “Termasuk keutamaan mereka adalah bahwa mengikuti mereka merupakan (sebab) hidayah kepada jalan yang lurus.”
Beliau kemudian membawakan ayat di atas, juga surah al-An’am ayat 53. Beliau kemudian menegaskan, “Barang siapa mengikuti ulama, dia telah mengikuti jalan yang lurus. Adapun barang siapa menyelisihi ulama dan menyia-nyiakan hak mereka, dia telah keluar menuju jalan setan dan berpisah dari jalan lurus yang ditelusuri oleh Rasul shallallahu alaihi wa sallam dan para pengikutnya ….”
Cermati pula firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang ucapan orang yang beriman dari keluarga Fir’aun.
وَقَالَ ٱلَّذِيٓ ءَامَنَ يَٰقَوۡمِ ٱتَّبِعُونِ أَهۡدِكُمۡ سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ
Orang yang beriman itu berkata, “Wahai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” (Ghafir: 38)
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُواْ فِينَا لَنَهۡدِيَنَّهُمۡ سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (al-Ankabut: 69)
Ayat di atas menjelaskan kepada kita beberapa sebab mendapatkan hidayah, di antaranya:
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas,
“(Ayat tersebut) juga menunjukkan bahwa orang yang bersemangat dan bersungguh-sungguh menimba ilmu syar’i, dia akan mendapatkan hidayah dan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk menggapai apa yang dicarinya. Pertolongan ini berbentuk petunjuk-petunjuk Ilahi yang di luar batas kesungguhan seseorang dan kemudahan-kemudahan menggapai ilmu. Sebab, menimba ilmu syar’i termasuk jihad fi sabilillah. Bahkan, ia adalah salah satu dari dua jenis jihad yang tidak dilakukan melainkan oleh orang-orang khusus, yaitu jihad dengan ucapan dan lisan melawan orang kafir dan munafik, jihad mengajarkan bimbingan agama, dan jihad dengan membantah orang-orang yang menyelisihi kebenaran meskipun dari kalangan muslimin.” (Taisir al-Karim ar-Rahman)
Yang dimaksud dengan orang-orang yang berjihad dalam ayat di atas adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat, dan para pengikut beliau hingga akhir zaman, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya.
Hidayah yang dimaksud dalam ayat ini meliputi hidayah al-irsyad dan hidayah at-taufiq, di dunia dan di akhirat. (Tafsir Ibnu Katsir)