Banyak sekali sebab seseorang mendapatkan azab kubur. Sampai-sampai Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan,
“Secara global, mereka diazab karena kejahilan mereka tentang Allah, tidak melaksanakan perintah-Nya, dan melanggar larangan-Nya. Jadi, Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mengazab roh yang mengenal-Nya, mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya, dan meninggalkan larangan-Nya. Demikian juga, Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan mengazab satu badan pun yang roh tersebut memiliki ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah) selama-lamanya.
Sesungguhnya, azab kubur dan azab akhirat adalah akibat kemarahan Allah subhanahu wa ta’ala dan kemurkaan-Nya terhadap hamba-Nya. Maka dari itu, barang siapa menjadikan Allah subhanahu wa ta’ala marah dan murka di dunia ini, lalu dia tidak bertobat dan mati dalam keadaan demikian, niscaya dia akan mendapatkan azab di alam barzakh sesuai dengan kemarahan dan kemurkaan-Nya.” (ar-Ruh hlm. 115)
Di antara sebab-sebab azab kubur secara terperinci adalah sebagai berikut.
Hal ini seperti azab yang menimpa Firaun dan bala tentaranya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَوَقَىٰهُ ٱللَّهُ سَئَِّاتِ مَا مَكَرُواْۖ وَحَاقَ بَِٔالِ فِرۡعَوۡنَ سُوٓءُ ٱلۡعَذَابِ ٤٥ ٱلنَّارُ يُعۡرَضُونَ عَلَيۡهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّاۚ وَيَوۡمَ تَقُومُ ٱلسَّاعَةُ أَدۡخِلُوٓاْ ءَالَ فِرۡعَوۡنَ أَشَدَّ ٱلۡعَذَابِ ٤٦
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Firaun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat), ‘Masukkanlah Firaun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras’.” (Ghafir: 45—46)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمِمَّنۡ حَوۡلَكُم مِّنَ ٱلۡأَعۡرَابِ مُنَٰفِقُونَۖ وَمِنۡ أَهۡلِ ٱلۡمَدِينَةِ مَرَدُواْ عَلَى ٱلنِّفَاقِ لَا تَعۡلَمُهُمۡۖ نَحۡنُ نَعۡلَمُهُمۡۚ سَنُعَذِّبُهُم مَّرَّتَيۡنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَىٰ عَذَابٍ عَظِيمٍ
“Di antara orang-orang Arab badui yang di sekelilingmu itu ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (at-Taubah: 101)
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma mengatakan,
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَينِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ. فَأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَا فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Nabi shallallahu alaihi wa sallam melewati dua kuburan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya, keduanya sedang diazab. Tidaklah keduanya diazab karena suatu perkara yang besar (menurut kalian). Salah satunya tidak menjaga diri dari percikan air kencing, sedangkan yang lain suka mengadu domba antara manusia.”
Beliau lalu mengambil sebuah pelepah kurma yang masih basah. Kemudian, beliau membelahnya menjadi dua bagian dan beliau tancapkan satu bagian pada tiap-tiap kuburan. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini?”
Beliau menjawab, “Mudah-mudahan diringankan azab tersebut dari keduanya selama pelepah kurma itu belum kering.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَمَّا عَرَجَ بِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ
“Tatkala Rabbku memi’rajkan aku (menaikkan ke langit), aku melewati kaum yang memiliki kuku dari tembaga. Mereka sedang mencabik-cabik wajah dan dada mereka dengan kukunya. Aku bertanya, ‘Siapakah mereka ini, wahai Jibril?’
Dia menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging (suka mengghibah) dan menjatuhkan kehormatan manusia’.” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh al-Albani rahimahullah dalam ash-Shahihah no. 533. Hadits ini juga dicantumkan dalam ash-Shahihul Musnad karya Syaikh Muqbil rahimahullah)
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menyatakan,
“Sebagian ulama menyebutkan rahasia dikhususkannya (penyebutan) air kencing, namimah (adu domba), dan ghibah (sebagai penyebab azab kubur). Rahasianya adalah bahwa alam kubur itu adalah tahap awal alam akhirat. Di dalamnya terdapat beberapa contoh yang akan terjadi pada hari kiamat, seperti siksaan ataupun balasan yang baik.
Adapun perbuatan maksiat yang menjadi penyebab siksa ada dua macam: terkait dengan hak Allah dan terkait dengan hak hamba. Hak-hak Allah subhanahu wa ta’ala yang pertama kali akan diselesaikan pada hari kiamat adalah shalat, sedangkan yang terkait dengan hak-hak hamba adalah darah.
Adapun di alam barzakh, yang akan diputuskan adalah pintu-pintu dari kedua hak ini dan perantaranya. Maka dari itu, syarat sahnya shalat adalah bersuci dari hadats dan najis. Adapun pintu tumpahnya darah adalah namimah (adu domba) dan menjatuhkan kehormatan orang lain. Keduanya adalah dua jenis tindakan menyakiti yang paling ringan. Karena itu, di alam barzakh diawali dengan evaluasi dan siksaan karena keduanya.” (Ahwalul Qubur hlm. 89)
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
“Sesungguhnya, mayit itu akan diazab karena ratapan keluarganya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim,
الْمَيِّتُ يُعَذَّبُ فِي قَبْرِهِ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ
“Mayit itu akan diazab di kuburnya dengan sebab ratapan atasnya.”
Jumhur ulama berpendapat, hadits ini dipahami bahwa mayit yang ditimpa azab karena ratapan keluarganya adalah orang yang berwasiat supaya diratapi, atau dia tidak berwasiat untuk tidak diratapi padahal dia tahu bahwa kebiasaan mereka adalah meratapi orang mati. Oleh karena itu, Abdullah ibnul Mubarak rahimahullah berkata, “Apabila dia telah melarang mereka (keluarganya) meratapi ketika dia hidup, tetapi mereka tetap melakukannya setelah kematiannya, dia tidak akan ditimpa azab sedikit pun.” (‘Umdatul Qari, 4/78)
Azab di sini menurut mereka maknanya adalah hukuman. (Ahkamul Jana’iz, hlm. 41)
Selain sebab-sebab di atas, ada beberapa hal lain yang telah disebutkan dalam pembahasan Macam-Macam Azab Kubur.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,
“Jawaban terhadap pertanyaan ini,
Sebab, mereka memang berhak menerimanya. Seandainya azab tersebut terputus atau berhenti, maka kesempatan ini menjadi waktu istirahat bagi mereka. Padahal mereka bukanlah orang-orang yang berhak mendapatkan hal itu. Maka dari itu, mereka adalah golongan yang terus-menerus mendapatkan azab kubur sampai datangnya hari kiamat, walaupun panjang masanya.
Di antara mereka ada yang diazab terus-menerus, ada pula yang tidak. Ada yang panjang masanya, ada pula yang tidak, tergantung pada dosa-dosanya dan ampunan Allah azza wa jalla.” (Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyyah, 2/123)