Sahabat yang mulia, Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, pernah menyampaikan sebuah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita. Sabda yang harus terus diingat dan diulang-ulang agar akidah tidak tergerus, iman tidak ternoda. Sebuah sabda yang mematrikan di dalam dada bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sah. Sebuah sabda yang mengingatkan bahwa inilah prinsip kita, Islam telah menghapus semua ajaran agama yang pernah ada!
Marilah merenungkan sabda junjungan dan kekasih kita, baginda tercinta, Nabi Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّار
“Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya. Tidak ada satu pun orang Yahudi atau Nasrani dari umat ini yang ia mendengar keberadaanku, namun meninggal tanpa mengimani risalah yang aku bawa, kecuali ia dipastikan menjadi salah satu penduduk neraka.”
Seputar Hadits
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas merupakan rangkaian lafal yang diriwayatkan oleh al-Imam Muslim rahimahullah dalam karya monumentalnya, Shahih Muslim (no. 153).
Hadits ini diperoleh al-Imam Muslim dari gurunya yang bernama Yunus bin Abdul A’la, seorang ulama tersohor pada masanya. Walau keadaannya miskin, tidak menjadi penghalang bagi beliau untuk beribadah. Buktinya, ucapannya didengar oleh para pejabat. Doanya selalu diharapkan dalam shalat istisqa’.
Kakek guru al-Imam Muslim rahimahullah dalam riwayat ini adalah Abdullah bin Wahb rahimahullah. Beliau seorang tokoh tsiqah yang digelari Faqiih Mishra (Tuannya Ilmu Fikih di negeri Mesir). Dikenal sebagai pecinta ibadah, beliau sampai berpura-pura gila guna menolak secara halus tawaran untuk menjadi qadhi.
Di atasnya, dalam urutan sanad adalah Amr bin al-Harits rahimahullah. Keilmuan dan kemampuannya membuat sebagian ulama menyatakan, “Tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan kedudukannya di negeri ini (Mesir).”
Yahya bin Ma’in, an-Nasa’i, Abu Zur’ah, dan yang lain rahimahumullah menyebutkan bahwa dia tsiqah.
Sebelum sampai di urutan sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, muridnya adalah Abu Yunus rahimahullah. Namanya Sulaim bin Jubair ad-Dausi. Beliau merupakan salah satu maula, budak milik Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang kemudian dimerdekakan.
Untuk sahabat perawi hadits, nama besar Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu kiranya sudah cukup untuk menjelaskan secara sederhana. Abu Hurairah adalah Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita. Walaupun sebagian ahlul bid’ah terang-terangan membenci dan mencelanya, tidak berpengaruh sama sekali terhadap kemuliaan beliau!
Berislamlah, Wahai Nasrani!
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas amat tegas, tanpa kompromi, dan tidak memberikan sedikit pun peluang. Bagi kaum Nasrani—dan yang lain—tidak ada pilihan kedua jika hendak masuk surga Allah ‘azza wa jalla. Hanya ada satu kesempatan yang kelak menjadi gerbang menuju surga, yakni masuk Islam.
Ringkas tertata dengan indahnya, ucapan an-Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim berikut ini. “Siapa pun orangnya, pada masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan masa-masa berikutnya sampai hari kiamat, seluruhnya diharuskan tunduk dalam garis ketaatan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Seperti inilah para ulama memahami hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu di atas. Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah (Silsilah ash-Shahihah, no. 157) menjelaskan, “Hadits ini dengan tegas menyatakan bahwa siapa pun yang mendengar keberadaan Nabi dan risalah beliau yang sampai kepadanya sesuai dengan yang Allah ‘azza wa jalla turunkan, namun tidak mau beriman kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, tempatnya pasti di neraka. Tidak ada bedanya dalam hal ini, baik orang Yahudi, Nasrani, Majusi, maupun yang tidak beragama sama sekali.”
Benar memang! Sebagai nabi terakhir, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus untuk seluruh semesta alam, untuk manusia dan kaum jin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus bagi mereka yang tinggal di Eropa, Amerika, Australia, Afrika, dan Asia, tidak hanya di Timur Tengah; bahkan di Kutub Utara dan Selatan sekalipun. Inilah salah satu keistimewaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak diberikan kepada seorang nabi selain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari (no. 335) dan Muslim (no. 521) membuktikannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan lima keistimewaan yang Allah ‘azza wa jalla anugerahkan untuknya. Salah satunya adalah,
وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Nabi yang terdahulu diutus untuk kaumnya secara khusus, sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia.”
Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam perintah-Nya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.” (al-A’raf: 158)
Al-Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan tentang kemarahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyaksikan seorang sahabat yang sedang membuka-buka lembaran Taurat. Beliau mengatakan, “Andai Nabi Musa masih hidup, tidak ada pilihan untuknya kecuali harus mengikuti aku!”
Dalam beberapa riwayat, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan tentang peristiwa turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam dari langit ke bumi pada akhir zaman. Nabi Isa ‘alaihissalam akan menegakkan hukum Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apakah dalil-dalil di atas belum cukup? Apakah belum cukup untuk meyakinkan mereka yang masih ragu?
Ya, Islam memang berbeda dengan Kristen atau Yahudi, bahkan tidak bisa dan tidak boleh disamakan serta tidak boleh disandingkan. Agama yang diterima dan diridhai oleh Allah ‘azza wa jalla hanyalah Islam.
Fakta Perih
Sebenarnya, banyak contoh yang pernah kita lalui. Akan tetapi, Paus Shenouda III, pimpinan ke-117 Gereja Orthodox Koptik di Alexandria Mesir, dapat dijadikan sebagai contoh kecil. Kematiannya pada tahun 2012 sempat menarik perhatian dunia. Ramai-ramai ucapan belasungkawa dan tanda berduka diucapkan. Entah apa yang pernah diperbuatnya.
Katakanlah dia telah banyak terlibat dalam misi-misi kemanusiaan, janganlah melupakan kekafirannya! Sebanyak dan sesering apa pun ia berbuat kebaikan—di mata orang—, tidak akan berarti apa-apa di hadapan Allah ‘azza wa jalla. Semua yang ia perbuat hanya menjadi debu-debu beterbangan pada hari kiamat kelak. Inilah prinsip umat Islam! Tidak bisa ditawar!
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka (orang-orang kafir) kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (al-Furqan: 23)
Allah ‘azza wa jalla berfirman pula,
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ ٦
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (al-Bayyinah: 6)
Tentu saja jelas, bukan? Orang-orang yang memeluk agama Kristen sampai mati akan kekal di dalam neraka. Islam tidak mungkin dapat disamakan dengan Kristen. Ibarat hendak menggabungkan antara timur dan barat, seperti itulah keinginan kaum pluralis dan liberalis yang selalu menyuarakan kesamaan Islam dan Kristen.
Jika demikian, apa kepentingan kita menyampaikan kata duka dan ucapan belasungkawa atas matinya seorang pendeta? Seorang pastor? Seorang penganut Kristen atau Katolik? Lebihlebih lagi berkedudukan sebagai seorang paus? Sangat mengherankan.
Lebih mengherankan lagi adalah kelompok Ikhwanul Muslimin, yang katanya “pejuang” Islam. Mereka yang dikira oleh banyak orang sebagai “musuh” Barat. Ikhwanul Muslimin justru secara resmi menyatakan duka mendalam atas kematian Paus Shenouda III. Apa kepentingan mereka?
Hal ini justru semakin membuktikan bahwa perjuangan Ikhwanul Muslimin dan kaum yang serupa bukanlah murni untuk Islam.
Tokoh-Tokoh Kristen Masa Lalu
Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat radhiallahu ‘anhum untuk secara bersama-sama menyalatkan Najasyi, Raja Habasyah, secara gaib saat wafatnya. Beliau disalatkan karena telah beriman dan masuk Islam. Sementara itu, di negeri Habasyah, beliau tidak disalatkan dalam tata cara Islam.
Sejatinya, Najasyi adalah seorang penganut agama Kristen yang setia. Seseorang yang begitu kuat memegang kemurnian ajaran Nabi Isa ‘alaihissalam. Beliau masuk Islam karena hendak melaksanakan perintah Nabi Isa ‘alaihissalam untuk mengikuti nabi yang terakhir bernama Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah ucapan Najasyi saat mendengarkan penjelasan Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, juru runding umat Islam. Dengan mantap, Najasyi menyatakan, “Apa yang engkau sampaikan tentang Isa bin Maryam ‘alaihissalam tidak ada bedanya (dengan keyakinan kami), walau sekecil patahan kayu ini.”
Meskipun berbeda ujung cerita dengan Penguasa Negeri Habasyah, Heraklius Sang Raja Romawi juga mempersaksikan kebenaran Islam. Ingatlah, Heraklius juga tercatat sebagai raja yang menekuni ajaran Injil. Ia mengerti persis, siapa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bagaimana harus bersikap. Hanya saja, su’ul khatimah menjadi penutup hidupnya.
Al-Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan percakapan Heraklius dengan Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu sebelum masuk Islamnya. Beberapa pertanyaan tentang nabi baru yang muncul dari Jazirah Arab disampaikan dan dijawab oleh Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu. Semua pertanyaan yang diajukan memang disebutkan di dalam Injil sebagai tanda, alamat, dan bukti kenabian terakhir. Apa hasilnya?
Heraklius menyatakan di sidang agungnya, “Apabila benar semua jawabanmu, orang itu pasti akan menguasai tempat kedua kakiku berpijak ini. Sebelumnya, aku benar-benar yakin nabi tersebut akan muncul. Namun, aku tidak pernah menyangka ia justru berasal dari bangsa kalian. Andai bisa memastikan dapat berjumpa, akan aku kumpulkan segenap asa untuk menemuinya. Andai bisa berada di sampingnya, akan aku basuh telapak kakinya.”
Subhanallah! Adakah persaksian seindah persaksian Raja Najasyi? Apakah ada tokoh Nasrani yang mampu secara jujur mengakui kebenaran Islam seperti yang diucapkan Raja Romawi? Bedanya, Raja Najasyi bersiap menerima sepenuh hati walau para pejabat gereja menentangnya. Ia pun berislam.
Adapun Heraklius Raja Romawi? Dia gengsi, takut kedudukannya dicopot, khawatir ditinggalkan oleh para pengikutnya, dan tidak siap menghadapi segala risiko duniawi.
Pada saat pendeta, panglima, dan pejabat penting Kerajaan Romawi berteriak memprotes dan mengkritik keinginan Heraklius untuk menerima Islam, ia justru mengatakan, “Ah tidak! Aku hanya ingin menguji kalian saja.”
Sebenarnya, bukan hanya Najasyi dan Heraklius yang mengetahui kebenaran Islam dan kejujuran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masih banyak lagi tokoh Kristen di lintasan sejarah yang tidak hanya mengetahui, bahkan membenarkan dan mengikuti.
Kita mengenal pendeta Waraqah bin Naufal.
Kita pun sering membaca perjalanan spiritual sahabat Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu yang berpindah guru, dari satu pendeta ke pendeta Nasrani berikutnya. Hasilnya?
Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu menemukan wujud nyata tentang nabi dan rasul terakhir pada diri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau radhiallahu ‘anhu pun beriman dan menjadi sahabat dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Itu semua dilakukannya demi menjalankan perintah Nabi Isa ‘alaihissalam yang Allah ‘azza wa jalla firmankan dalam al-Qur’an,
Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” (ash-Shaff: 6)
Hari Besar Nasrani?
Demi Allah! Hati ini terluka, sakit, dan perih. Bagaimana tidak terluka, sebagian orang yang diangkat sebagai tokoh dan cendikiawan muslim justru beramai-ramai mengucapkan selamat hari raya untuk kaum Nasrani yang sedang berpesta hari besar. Bukan sebatas itu, mereka bahkan ikut menghadiri dan meramaikan pelaksanaan hari besar Nasrani. Nau’dzu billah min dzalik!
Jangankan menghadiri atau mengucapkan selamat, ikut naik atau menumpang kendaraan yang digunakan kaum Nasrani untuk penyelenggaraan hari besar mereka saja dilarang oleh ulama Islam. Menjual atau menyediakan barang dalam bentuk dan rupa apa pun; yang dipastikan digunakan untuk proses pelaksanaan hari besar mereka, juga dilarang.
Al-Imam Malik rahimahullah dan lainnya secara tegas melarang hal tersebut. Bahkan, Abdul Malik bin Habib rahimahullah menyatakan, “Aku tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal ini.”
Dalam referensi yang sama (Ahkam Ahli Dzimmah), Ibnul Qayyim rahimahullah menukil kesepakatan ulama tentang larangan menghadiri dan mengucapkan selamat untuk kaum Nasrani yang menyelenggarakan hari besar mereka.
Lantas, apakah tidak menyesakkan dada dan menyempitkan jiwa saat sejumlah pemuda muslim justru melakukan penjagaan di gereja Nasrani pada hari besar mereka, dengan alasan memberikan kenyamanan dan keamanan bagi orangorang yang sedang melakukan perbuatan yang dimurkai oleh Allah, kekafiran, dan penyembahan terhadap Yesus? Astaghfirullah!
Hal ini tidak bermakna boleh mengganggu atau menzalimi mereka dengan cara meledakkan bom. Sama sekali tidak! Kebencian kita kepada mereka adalah kebencian yang syar’i. Kebencian yang terbimbing oleh al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kebencian yang dibangun di atas keadilan.
Akan tetapi, firman Allah ‘azza wa jalla,
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (al-Kafirun: 6)
harus dipahami dengan firman Allah ‘azza wa jalla lainnya,
“Kalian berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku berlepas diri terhadap apa yang kalian kerjakan.” (Yunus: 41)
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar