Renungan Kelima
Renungkan, anggaplah bahwa Anda tumbuh dalam kebatilan. Itu tidak lepas dari (dua keadaan): didahului oleh sikap menyepelekan dan tidak. Pada kondisi yang pertama, apabila dia terus melakukan kekurangan tersebut dan tidak meninggalkannya, itu berarti kehancurannya. Jika ia kemudian belajar dan kebenaran menjadi jelas baginya, lalu kembali kepada kebenaran, berarti ia memperoleh kesempurnaan. Hilanglah darinya kekurangan yang ada sebelumnya. Sebab, tobat menghilangkan kekurangan yang sebelumnya. Orang yang bertobat dari dosa seperti halnya orang yang tidak pernah berdosa. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri.” (al-Baqarah: 222)
Dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُونَ
“Semua anak Adam sering salah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang senantiasa bertobat.” (HR . at-Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi, dan Ahmad)
Kondisi kedua, seseorang tumbuh dalam kebatilan tanpa didahului oleh sikap menyepelekan. Pada kondisi ini, ia tidak tercela sama sekali dengan sebab kekurangan yang lalu. Penilaian itu berlaku terhadap kondisinya setelah dia diingatkan. Kalau setelah diingatkan, ia berpikir dan sadar, lalu mengetahui yang benar dan mengikutinya, ia beruntung. Demikian pula jika dia mengalami ketidakjelasan, lalu bersikap hati-hati (ia juga termasuk yang beruntung). Namun, apabila saat diingatkan dia berpaling dan menjauh, itulah kebinasaannya.
Ditulis oleh Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc