Di tengah marak dan larisnya pengobatan alternatif, ruqyah juga menjadi salah satu pilihan masyarakat. Namun ruqyah jelas berbeda dengan pengobatan lainnya. Menyamakan ruqyah dengan pengobatan alternatif lain rasa-rasanya memang kurang pas. Karena mayoritas pengobatan alternatif yang ada banyak menggunakan klenik mistis. Dan tak semua yang dinamakan ruqyah, benar-benar sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak juga ‘ruqyah’ yang menggunakan mantera-mantera tertentu atau jika menggunakan doa, seringnya jauh dari tatacara yang dituntunkan Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maraknya klaim atas ruqyah ini memang menyiratkan betapa pengobatan ini tengah ‘naik daun’. Sehingga banyak penghusada (baca: paranormal) yang tak malu untuk menempelkan label ruqyah pada praktek pengobatannya. Tinggal sekarang, masyarakatlah yang memilih dan memilah. Mana pengobatan yang benar-benar disebut ruqyah dan mana yang ‘ruqyah-ruqyah’-an. Apalagi, ruqyah kini juga menjadi salah satu komoditi entertainment (hiburan). Sehingga dikhawatirkan, animo masyarakat yang tinggi sebagai salah satu dampak dieksposnya ruqyah di media massa, justru terakomodasi oleh pengobatan yang sejatinya bukan ruqyah.
Sebuah amalan yang banyak digandrungi memang memiliki kerawanan yang tinggi untuk terjadi penyimpangan. Awalnya, ibadah tersebut memang ada dasarnya dalam syariat. Namun ketika ia berubah menjadi komoditi yang mendatangkan uang, rambu-rambu syariat pun lantas dibuang.
Kita bisa melihat ketika di masyarakat muncul fenomena dzikir ramai-ramai, maka saat itulah muncul kekeliruan yang serius karena ternyata amalan tersebut tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika masyarakat demikian suka dengan cerita-cerita untuk menggugah hati atau agar manusia mau bertobat kepada Allah ‘subhanahu wa ta’ala, muncul pula penyimpangan-penyimpangan yang sangat berbahaya. Karena di samping cerita-cerita itu banyak yang dusta (fiktif), juga di dalamnya banyak mengandung khurafat yang bisa merusak akidah umat.
Karena itulah dalam edisi ini kami menyuguhkan kepada anda, pembaca, apa dan bagaimana ruqyah syar’i itu. Sehingga kita tidak terjebak dengan model pengobatan berkedok ruqyah, namun sejatinya klenik mistis. Apalagi kalau hanya terpesona dengan busana yang dikenakan sang tabib. Parameter yang digunakan adalah dalil. Karena banyak terjadi di sekitar kita, pengobatan yang dilakukan oleh ‘kyai’ atau ‘tokoh agama’ namun menggunakan doa-doa yang tidak dikenal syariat, bahkan menggunakan jin sebagai alat.
Apa yang kami lakukan ini semata sebagai nasehat bagi kaum muslimin. Karena memang celah untuk terjadi penyimpangan bisa berasal dari mana saja. Bisa jadi apa yang menurut akal dan perasaan kita baik dan memberi banyak manfaat, namun dalam pandangan syariat ternyata sesuatu yang keliru dan berbahaya. Karenanya, tidak ada jalan lain agar kita senantiasa selamat selain dengan banyak-banyak mempelajari agama ini.
Pembaca, “membentuk keluarga yang Sakinah Mawaddah warahmah”, tentu bukan kalimat yang asing di telinga kita. Karena selain memang sesuatu yang dicita-citakan pasangan suami istri, kalimat itu tanpa sadar sering diucapkan sebagai ikrar mereka yang baru melangsungkan pernikahan. Namun bagaimana memahami hal ini dengan jernih? Sehingga kalimat itu tidak sekedar pemanis bibir namun bisa diimplementasikan secara arif? Temukan jawabannya di rubrik Mengayuh Biduk.
Tema menarik lainnya juga dapat anda simak di lembar Sakinah. Seperti tema ‘mani’ wanita dalam Wanita dalam Sorotan dan kisah Fathimah, adik ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, dalam Cerminan Shalihah.
Terakhir, kami segenap keluarga besar Majalah Asy-Syariah menyampaikan dukacita yang mendalam atas musibah gempa bumi yang menimpa kaum muslimin di DIY dan Jawa Tengah. Semoga para korban diberikan ketabahan serta bisa mengambil hikmah dari ini semua. Pembaca, selamat menyimak!