Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syariat yang paling sempurna. Seluruh aspek kehidupan manusia telah diatur di dalamnya dengan sangat rapi. Yang demikian karena Allah subhanahu wata’ala telah mengutus beliau untuk seluruh manusia dan sebagai penutup para nabi, sehingga syariatnya akan senantiasa ada hingga akhir zaman serta selalu relevan untuk dijalankan di setiap waktu dan tempat. Allah subhanahu wata’ala menyebutkan kesempurnaan agama ini dalam firman-Nya,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah: 3)
Kesempurnaan agama adalah anugerah Ilahi yang tak terhingga. Oleh karena itu, dahulu orang-orang Yahudi iri kepada kita dengan ayat tersebut. Mereka berkata, “Andaikata ayat ini turun kepada kami (orang-orang Yahudi), niscaya kami akan jadikan (hari turunnya) sebagai hari raya.” (Shahih al-Bukhari no. 4606)
Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana orang-orang Yahudi mengetahui besarnya ayat yang menyebutkan kesempurnaan agama Islam ini, sehingga mereka iri kepada kita dan berandai-andai sekiranya ayat tersebut turun kepada mereka.
Sebegitu besarnya nikmat yang Allah subhanahu wata’ala limpahkan kepada muslimin. Namun, amat disayangkan, sebagian muslimin justru tidak tahu yang demikian sehingga ada yang minder dengan Islamnya, sedangkan sebagian yang lain justru menambah nambah dalam agama ini sesuatu yang bukan bersumber dari Islam.
Kesempurnaan Islam telah diakui oleh orang-orang nonmuslim seperti telah tersebut di atas. Demikian pula tersebut dalam Shahih Muslim pada kitab “ath-Thaharah” bahwa orang-orang musyrik mengatakan kepada sahabat Salman al-Farisi radhiyallahu anhu, “Kami melihat Nabi kalian mengajari kalian segala sesuatu sampai pun (adab) ketika buang air?” Salman berkata, “Benar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami dari bercebok dengan tangan kanan kami atau buang air dengan menghadap kiblat.”
Dengan menjalankan konsep yang dibawa oleh Islam, kebahagiaan hidup di tengah-tengah masyarakat akan menjadi kenyataan. Sebab, konsep tersebut datang dari Dzat yang menciptakan alam semesta dan tahu persis apa yang menjadi maslahat hamba-hamba-Nya.
Keberkahan hidup terdapat dalam merealisasikan takwa kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan mengerjakan perintah-Nya,menjauhi larangan-Nya, dan mempercayai berita yang datang dari-Nya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan jika sekiranya penduduk negeri negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (al-A’raf: 96)
Allah Subhanahuwata’ala juga berfirman,
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
“Barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (Thaha: 123)
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, “Tidak tersesat di dunia dan tidak sengsara di akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Apabila ketakwaan mendatangkan keberkahan, sebaliknya kemaksiatan adalah sumber berbagai bencana. Kesenangan hidup berubah menjadi penderitaan, keindahan alam menjadi rusak, dan ketenangan terusik. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (ar-Rum: 41)
Di antara sisi yang mendapatkan perhatian Islam adalah mewujudkan kenyamanan dan kebersihan lingkungan. Hal ini akan tampak jelas dengan contoh contoh berikut.
Dalam hal ini telah datang hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اتَّقُوْا اللَّعَّانَيْنِ.قَالُوْا وَمَااللَّعَّانَانِ يَارَسُوْلَ اللَّهِ؟ قَالَ: الََّذِى يَتَخَلَّى فِى طَرِيْقِ النَّاسِ أَوْظِلِّهِمْ
“Hindarkanlah dua hal yang mendatangkan laknat.” Para sahabat bertanya, “Apa dua hal yang mendatangkan laknat, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Orang yang buang air pada jalan (tempat lalu lalang) manusia atau tempat bernaungnya mereka.” (Shahih Muslim no. 269 dan Sunan Abu Daud no. 25)
Disebutkan pula dalam riwayat lain bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hindarkanlah tiga perbuatan yang akan mendatangkan kutukan: buang air di sumber air, di tempat berteduh, dan di tengah-tengah jalan.” (Dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah no. 266)
Orang yang melakukan hal tersebut biasanya mendapatkan kutukan dan kecaman dari masyarakat karena mereka merasa terganggu dengan adanya sesuatu yang najis yang bisa mengenai tubuh mereka, dan tentu saja mereka merasa jijik karenanya.
Sebagian ulama menerangkan bahwa yang dimaksud dengan jalan adalah yang biasa dilalui, bukan jalan yang sudah tidak difungsikan lagi. Demikian pula tempat-tempat yang biasa digunakan untuk berteduh.(‘Aunul Ma’bud, 1/47)
Bentuk menyakiti orang pada tiga perbuatan tadi sangat nyata. Orang yang buang air pada sumber-sumber air telah mencemari kebersihannya yang bisa menebarkan penyakit. Di samping itu, orang yang akan menggunakannya akan merasa jijik sehingga menghalangi beberapa keperluan mereka.
Demikian pula tempat yang biasa dijadikan sebagai tempat berteduh. Sama saja apakah itu halte tempat untuk menunggu kendaraan, atau pohon yang biasa digunakan orang untuk berteduh dari teriknya matahari, dan tempat beristirahat di bawahnya.
Contohnya, melempar kulit buah yang rawan menimbulkan kecelakaan dengan terpelesetnya tunggangan/kendaraan. Demikian pula meletakkan pecahan kaca dan duri yang bisa melukai orang yang melaluinya atau sisa-sisa material bangunan yang akan mengganggu para pengguna jalan.
Orang yang melakukan hal itu telah melakukan tindak kejahatan meskipun sebagian orang melakukannya tanpa ada niatan mengganggu. Ia dihukumi telah melakukan kejahatan karena perbuatannya menjadi faktor termudaratinya orang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh menimbulkan mudarat dan tidak boleh menimpakan mudarat.” (HR. Ibnu Majah)
Tersebut dalam kaidah fikih,
لِلْمُتَسَبِّبِ حُكْمُ الْمُبَاشِرِ
“Orang yang menjadi sebab (terjadinya sesuatu) memiliki hukum (seperti) orang yang melakukan sesuatu.”
Dalam kesempatan ini, kami mengingatkan sebagian orang yang membuka jasa penambalan ban sebagaimana pemberitaan media; ada dari mereka yang sengaja menebarkan ranjau paku di jalan sekitar tempat usahanya.
Kami katakan, “Wahai Saudara, takutlah Saudara kepada Allah subhanahu wata’ala yang selalu memantau perbuatanmu. Andaikata orang tidak tahu perbuatanmu, tetapi Dia (Allah subhanahu wata’ala) tidak lalai barang sekejap pun dan akan membalas kejahatanmu. Anda telah melakukan kejahatan besar yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa, kerugian materi, cedera yang bisa membuat cacat seumur hidup, mengganggu kenyamanan, serta membuang waktu dan kesempatan orang lain dengan percuma. Mana kasih sayang Anda terhadap sesama? Mana bentuk rasa takut Anda kepada Sang Pencipta?!
Saudara, berhentilah dari menzalimi orang dan bertobatlah sebelum terlambat. Saudara harus tahu bahwa perbuatanmu merupakan salah satu kezaliman yang akan disegerakan di dunia hukumnya. Apa Saudara kira dengan cara ini Saudara menjadi kaya?! Tidak. Akan dilenyapkan hasil yang haram ini pada saatnya nanti dan Saudara akan menyesal karena menanggung dosa dan cela.”
Untuk Saudara, kami akan sampaikan firman Allah subhanahu wata’ala dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila Saudara masih punya iman dan takwa. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (al- Ahzab: 58)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ آذَى الْمُسْلِمِيْنَ فِى طُرُقِهِمْ وَجَبَتْ عَلَيْهِ
“Barang siapa menyakiti kaum muslimin pada jalan mereka, ia berhak mendapatkan kutukan mereka.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Kabir dan dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al- Albani dalam Shahih al-Jami’)
Kami juga mengharap pemerintah terus memantau para pengganggu ketertiban ini dan menindak mereka agar rasa aman dan nyaman rakyat—yang menjadi tanggung jawab pemerintah—bisa terwujud. Korban yang berjatuhan telah banyak dan kita tentu tidak ingin ada lagi yang menjadi korban kejahatan ini. Kami juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berperan aktif menyadarkan orang yang melakukan praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan norma-norma kemasyarakatan ini.
Setiap individu masyarakat seharusnya sadar bahwa menjaga keramahan lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Kepedulian terhadap lingkungan bukan sekadar adat kebiasaan, bahkan termasuk perkara yang diatur dalam agama. Untuk mereka kami suguhkan hadiah berikut.
Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjuki aku kepada suatu amalan yang akan memasukkan aku ke dalam surga.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أمَِطِ الْأَذَى عَنْ طَرِيْقِ النَّاسِ
‘Singkirkan gangguan dari jalan manusia’.” (Shahih al-Adab al-Mufrad no. 168)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda (yang artinya), “Seorang lelaki melewati duri di jalan lalu dia berkata, ‘Aku akan singkirkan duri ini agar tidak membahayakan seorang muslim. Dia pun diampuni (oleh Allah).” (Shahih al-Adab al-Mufrad no. 169)
Dari sini, jelas bahwa mencegah/ menyingkirkan gangguan yang akan menimpa manusia termasuk misi Islam yang agung yang pelakunya berhak memperoleh penghargaan.
Masih terkaitan dengan kenyamanan jalan, seseorang dilarang mengemudikan kendaraan secara ugal-ugalan yang bisa membahayakan diri dan orang lain, baik kalangan pengguna jalan maupun yang lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan.” (al-Baqarah: 195)
Seseorang juga semestinya meminimalisir bisingnya suara kendaraannya agar tidak menyakiti yang mendengarnya. Patuhilah rambu-rambu lalu lintas karena itu dibuat untuk kemaslahatan bersama. Adapun berjualan di jalan umum yang memang lebar, tidak menyempitkan orang lain, dan tidak mengganggu pengguna jalan, hal ini dibolehkan. (al-Mughni, Ibnu Qudamah 8/161)
Namun, tentu dengan tetap melihat aturan pemerintah setempat yang mengatur lokasi berjualan agar terwujud ketertiban. Apabila ada satu kelompok masyarakat yang mendirikan bangunan di jalan umum, seyogianya hal itu dicegah meskipun jalannya lebar. Sebab, fungsi jalan adalah untuk lalu lalang orang, bukan untuk bangunan.
Dengan demikian,bangunan yang telah didirikan di atasnya semestinya dirobohkan (dipindahkan), sekalipun itu masjid. Apabila ada orang yang memanfaatkan jalan untuk meletakkan barang-barang atau alat-alat/material bangunan yang sifatnya sementara dan akan dipindahkan segera, ia diberi kelapangan selama tidak mengganggu para pengguna jalan. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, karya al-Qadhi Abu Ya’la al-Hanbali hlm. 306)
Masuk pula di sini adalah talang air rumah yang menjorok ke jalan umum. Intinya, fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah dan pihak lainnya hendaknya kita jaga kenyamanannya. Jangan sampai manusia terhalangi memanfaatkannya sebagaimana fungsinya.
Dalam hal ini, ada beberapa adab yang berkaitan dengan jalan, yang jika dilakukan akan berbuah kebaikan, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Saling menebar salam.
2. Menundukkan pandangan dari sesuatu yang tidak boleh dilihat.
3. Membantu orang yang membutuhkan, seperti menyeberangkan orang yang lemah dan mengangkatkan barang di atas kendaraan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Hindari duduk-duduk di jalan. Apabila kalian tidak mau kecuali duduk (di situ), berikanlah haknya jalan, (yaitu): menundukkan pandangan, mencegah gangguan, menjawab salam, memerintahkan kepada yang baik, dan mencegah dari yang mungkar.” (HR. Ahmad, al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud dari sahabat Abu Sa’id radhiyallahu anhu)
Jangan pula ada yang mengubah-ubah papan petunjuk arah yang ada di jalan atau mencurinya, karena akan menyebabkan para pengguna jalan yang melewatinya tersesat. Orang seperti ini akan mendapat kutukan dari Allah subhanahu wata’ala sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Allah melaknat orang yang mengubah-ubah tanda-tanda/rambu rambu bumi.” (Shahih Muslim no.1978 dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu)
Tetangga Anda adalah orang yang tinggal dekat dengan rumah Anda. Mereka mempunyai hak yang besar untuk diperlakukan secara baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ كَا نَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِفَلْيُحْسِنْ
“Barang siapa beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik kepada tetangganya.” (HR. al-Bukhari)
Mereka termasuk orang yang cepat memberikan bantuan dan pertolongan kepada Anda di saat membutuhkan. Oleh karena itu, manakala Anda menyakiti mereka, Anda terancam dengan siksa api neraka. Telah tersebut dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa ditanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seorang wanita, yang ia rajin shalat malam, puasa pada siang hari, melakukan (kebaikan) dan bersedekah, namun dia juga mengganggu tetangganya dengan lisannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Tidak ada kebaikan padanya, ia termasuk penghuni neraka.” (Shahih al-Adab al-Mufrad no. 88)
Hadits ini menunjukkan besarnya hak tetangga dan bahayanya menyakiti mereka. Bahkan, saking besarnya hak tetangga, seseorang tidak dikatakan mukmin yang sempurna apabila membiarkan tetangganya kelaparan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ
“Bukanlah seorang mukmin, yang ia kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.” (Shahih al-Adab al-Mufrad no. 82 dari Ibnu az-Zubair radhiyallahu anhu)
Saudaraku yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala, kita semua tahu bahwa harta yang melimpah dan kedudukan terpandang yang dimiliki seseorang menjadi kurang berarti manakala ia bertetangga dengan orang yang suka mengganggu anak dan istrinya, mencuri hartanya, dan mengusik ketenangannya.
Oleh karena itu, dahulu dikatakan,
الْجَارُ قَبْلَ الدَّارِ
“Cari tetangga yang baik dahulu sebelum membuat rumah.”
1. Tidak menggali sumur dekat dengan sumur tetangganya sehingga mengakibatkan sumur tetangga hilang airnya. (al-Mughni, 8/181)
2. Dilarang membuka lubang angin yang darinya dia bisa melihat secara langsung ke dalam rumah tetangganya atau membangun bangunan yang tinggi yang bisa menutupi rumah tetangga dan tidak mendapatkan sinar matahari dan menghalangi masuknya cahaya. (al-Wafi Syarah al-Arba’in, 235)
3. Dilarang melakukan suatu aktivitas di tempatnya sendiri (rumah atau pekarangannya) apabila itu menimbulkan mudarat yang nyata terhadap tetangganya. Misalnya, ia menumbuk gandum di dekat tembok tetangganya sehingga mengakibatkan tembok tetangganya retak-retak dan terancam roboh; atau meletakkan sesuatu yang busuk baunya, seperti bangkai di pekarangan rumahnya, sehingga bau busuknya tercium oleh tetangga.
Masuk pula di sini adalah seseorang yang mengoperasikan sebuah alat yang sangat keras bunyinya saat orang-orang sedang beristirahat di tengah malam tanpa ada keterpaksaan yang mengharuskan demikian. Adapun meletakkan kayu atau mengikatkan tali jemuran pakaian pada tembok tetangga, hal ini dibolehkan selama tembok tetangga itu kuat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَمْنَعُ جَارٌ جَارَهُ أنَْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِى جِدَارِهِ
“Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya untuk menancapkan papan kayu pada temboknya.” (HR. Ahmad, al-Bukhari, dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu )
Adapun membuang atau menimbun benda berbau di tanahnya lantas merembes ke tanah orang lain sehingga bangunan menjadi rapuh dan terancam roboh karenanya, hal ini dilarang. (al-Majmu’, 16/134)
Apabila seseorang memiliki pohon yang dahannya menyebar hingga melewati tembok orang lain atau di atas rumah tetangga, tetangganya berhak meminta pemilik pohon tersebut agar memotong dahannya. (al-Ahkam as-Sulthaniyah, karya Abu Ya’la hlm. 300—301)
Ini adalah sebagian kecil dari perkara yang menunjukkan keindahan dan kesempurnaan Islam. Ini adalah bukti nyata bahwa Islam tidak hanya mementingkan kebersihan hati saja, tetapi juga indahnya lahiriah. Sebelum kami akhiri pembahasan ini, kami mengajak kepada segenap muslimin pada khususnya untuk selalu menjaga ketenangan, kenyamanan, kebersihan, dan kesehatan.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum muslimin meninggalkan rokok dan petasan yang mudaratnya sangat besar. Demikian pula hendaknya mereka menjaga fasilitas-fasilitas umum agar berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu, tidak termasuk orang yang beretika luhur apabila, misalnya, seseorang buang air di toilet umum lantas tidak menyiram kotorannya atau membersihkannya. Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu membimbing kita kepada jalan yang lurus dan mulia. Amiin.