Saudariku muslimah…
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membaikkan hidupmu dengan ilmu dan iman, memakmurkan waktumu dengan ketaatan kepada-Nya, dan mengindahkan dirimu dengan hijab dan rasa malu.
Hendaknyalah engkau menyadari bahwa nikmat Allah subhanahu wa ta’ala kepadamu berupa agama ini sangatlah agung, anugerah-Nya atasmu dengan hidayah kepada agama ini amatlah besar.
Sebab, agama yang engkau anut adalah satu-satunya agama yang Dia ridhai untuk para hamba-Nya, Dia sempurnakan untuk mereka, dan Dia tidak menerima dari para hamba satu agama pun selain agamamu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
“Siapa yang mencari agama selain Islam maka tidak diterima agama tersebut darinya dan di akhirat kelak dia termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran: 85)
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah pula Ku-sempurnakan nikmat-Ku untuk kalian dan Aku ridhai Islam sebagai agama bagi kalian.” (al-Maidah: 3)
Islam adalah agama yang dengannya Allah subhanahu wa ta’ala memperbaiki keyakinan dan akhlak. Dengan Islam, Allah subhanahu wa ta’ala memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala memperindah lahir dan batin seseorang dengan Islam. Allah subhanahu wa ta’ala memurnikan orang yang memeluknya dan berpegang teguh dengannya dari kotoran kebatilan, penyimpangan, dan kesesatan.
Islam agama yang diberkahi. Kebaikan, keberkahan, dan kemanfaatannya kembali kepada orang yang berpegang dengannya, baik di dunia maupun di akhirat.
Engkau perlu mengetahui beberapa urusan agung yang dapat membantumu berpegang dengan bimbingan agamamu dan arahan-arahannya yang bernilai tinggi. Dengan mengetahui urusan tersebut, engkau bisa menerima agamamu dengan penuh penerimaan, dada yang lapang, dan penuh ridha.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Siapakah yang paling baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (al-Maidah: 50)
“Bukankah Allah adalah sebaik-baik hakim?!” (at-Tin: 8)
“Dan Dia adalah sebaik-baik hakim.” (al-A’raf: 87)
Apabila engkau yakin akan hal ini, tentu engkau tidak akan ragu menerima hukum apa pun yang Dia subhanahu wa ta’ala tetapkan dan perintahkan.
Seberapa bahagia dirimu, itu sesuai dengan sejauh mana ketaatanmu dan iltizam-mu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Jika kalian menjauhi dosa-dosa besar yang kalian dilarang darinya, niscaya Kami akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian dan Kami masukkan kalian ke tempat masuk yang mulia.” (an-Nisa: 31)
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya. Dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 9—10)
Mereka berusaha mencabik-cabik kemuliaannya, menyimpangkannya dari jalan kemuliaan dan kebahagiaan, lalu mencampakkannya dalam kubangan kehinaan dan kerusakan.
Musuh-musuh tersebut melakukan segala upaya yang mereka sanggupi untuk mewujudkan ambisi mereka. Tampil terdepan dari kalangan musuh tersebut adalah setan, musuh Allah subhanahu wa ta’ala, musuh agama, dan musuh orang-orang yang beriman. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka jadikanlah dia sebagai musuh. Dia hanyalah menyeru golongannya agar mereka termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fathir: 6)
Karena itu, engkau wajib waspada dan sangat berhati-hati dari musuhmusuh tersebut.
Siapa yang Allah subhanahu wa ta’ala muliakan maka dia mulia. Sebaliknya, siapa yang Allah subhanahu wa ta’ala hinakan maka dia pasti hina. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Siapa yang Allah hinakan maka sama sekali tidak ada baginya seorang pun yang dapat menjadikannya mulia, sesungguhnya Allah melakukan apa yang Dia inginkan.” (al-Hajj: 18)
Karena itu, kuatkanlah hubunganmu dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Berlindunglah selalu dan mohonlah kepada-Nya hidayah, taufik, dan tsabat/kekokohan di atas agama ini. Mintalah kepada-Nya subhanahu wa ta’ala agar menyelamatkanmu dari berbagai ujian, membaikkan untukmu agamamu, melindungimu dari berbagai kejelekan, dan menjauhkanmu dari tempat-tempat yang hina.
Siapa yang menghadap kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan jujur, bersungguh-sungguh dalam berdoa kepada-Nya, dan berharap kepada-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala pasti akan mengabulkan apa yang dia inginkan. Allah subhanahu wa ta’ala akan memudahkan baginya apa yang dicarinya.
Termasuk doa yang agung adalah doa yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini,
“Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan penjagaan urusanku . Perbaikilah bagiku duniaku yang di dalamnya adalah penghidupanku. Perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagiku dalam seluruh kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai istirahat bagiku dari seluruh kejelekan.” (HR. Muslim no. 7078)
Hal ini sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala katakan tentang mereka,
“Mereka itu dimuliakan dalam surga-surga.” (al-Ma’arij: 35)
Itulah kemuliaan yang hakiki. Kemuliaan itu diraih dengan takwa sebagaimana firman-Nya,
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian.” (al-Hujurat: 13)
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata,
Ditanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Siapakah manusia yang paling mulia?”
“Yang paling mulia dari mereka adalah yang paling bertakwa,” jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. al-Bukhari, no. 3374)
Barang siapa mencari kemuliaan selain kemuliaan di atas, sungguh hakikatnya dia berputar dalam fatamorgana dan mengupayakan sesuatu yang sia-sia lagi rugi.
Sebagaimana hukum syariat yang lain, tidak ada cacat dan cela di dalamnya, tidak pula kezaliman.
Mengapa? Karena hal itu adalah hukum Dzat sebaik-baik penetap hukum, diturunkan dari Rabbul alamin, yang Mahahikmah dalam pengaturan-Nya, Yang Maha Mengetahui apa yang dibutuhkan para hamba-Nya, Mahatahu apa yang dapat mendatangkan kebahagiaan mereka, kesuksesan, dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, merupakan permusuhan terbesar, dosa yang besar, serta kehinaan yang paling rendah apabila dikatakan bahwa ada hukum Allah subhanahu wa ta’ala terkait dengan wanita atau selainnya yang mengandung kezaliman atau ketimpangan di dalamnya.
Siapa yang berucap demikian, sungguh dia tidaklah memuliakan Allah subhanahu wa ta’ala dengan sebenar-benar pengagungan. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Mengapa kalian tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benar pengagungan (dengan kalian tidak takut terhadap hukuman dan siksa-Nya)[1].” (Nuh: 13)
Termasuk bentuk pengagungan kepada-Nya subhanahu wa ta’ala adalah berpegang dengan hukum-Nya, menaati perintah-Nya, dan meyakini padanya ada keselamatan, kesempurnaan, dan ketinggian.
Siapa yang meyakini sebaliknya, maka amatlah jauh orang tersebut dari sikap mengagungkan Allah subhanahu wa ta’ala! Alangkah pantasnya dia di dunia ini dan di akhirat kelak beroleh kehinaan. Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mengagungkan hukum-hukum-Nya.
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya hal tersebut muncul dari ketakwaan hati.” (al-Hajj: 32)
Demikianlah beberapa urusan agung yang perlu selalu kita ingat agar hati ini menjadi lunak. Hendaknya kita menerima semua hukum Allah subhanahu wa ta’ala dengan dada yang lapang, jiwa yang tenang, dan menghadap penuh kepada hukum-Nya. Itulah sebab kebahagiaan dan jalan kesuksesan di dunia dan di akhirat.
Adapun tuduhan bahwa aturan agama ini, terkhusus untuk wanita, amat menyempitkan, memberikan madarat bagi wanita, dan menyusahkan mereka; semua itu adalah kesalahan besar dan ucapan tanpa ilmu terhadap Allah subhanahu wa ta’ala dan kalam-Nya, wahyu, dan hukum-Nya.
Perbuatan tersebut termasuk keharaman yang paling berat dan dosa yang paling besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman tentang perbuatan yang diharamkan-Nya, yang paling besar adalah,
“Dan (Dia mengharamkan) kalian berucap/mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (al-A’raf: 33)
Wahai saudariku muslimah, tatkala engkau membaca satu ayat dari Kitabullah dan satu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi arahan secara khusus bagi wanita, dengarkanlah ayat tersebut dengan penuh tadabbur, tenang, dan menerima dengan dada yang lapang.
Sebab, ucapan yang engkau dengar adalah ucapan Dzat yang menciptakanmu, menjadikanmu, dan memberimu anugerah berupa pendengaran, penglihatan, kekuatan, dan segala kenikmatan. Perbedaan antara ucapan-Nya dan ucapan makhluk-Nya tentu seperti perbedaan antara Dia subhanahu wa ta’ala dengan makhluk-Nya.
Berhati-hatilah apabila sampai terbetik dalam jiwamu perasaan enggan, tidak menerima, dan tidak suka dengan bimbingan/arahan Rabbul Alamin. Demikian pula terkait dengan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sahih dan tsabit dari beliau. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Maka demi Rabbmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (an-Nisa: 65)
Mengamalkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti mengamalkan al-Qur’an, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Apa saja yang Rasulullah berikan kepada kalian, maka terimalah; dan apa saja yang beliau larang kalian darinya, maka tinggalkan (jangan dilakukan).” (al-Hasyr: 7)
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala melaknat wanita yang membuat tato dan minta ditato, wanita yang mencabut rambut alis, dan mengikir gigi untuk keindahan, wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah subhanahu wa ta’ala.”
Ucapan ini sampai kepada seorang wanita dari Bani Asad yang bernama Ummu Ya’qub. Dia datang menemui Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu seraya berkata, “Sampai kepadaku ucapan Anda bahwa Anda melaknat wanita yang begini dan begitu?”
Kata Ibnu Masud radhiallahu ‘anhu, “Mengapa aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dilaknat dalam Kitabullah?”
Kata si wanita, “Sungguh, aku telah membaca al-Qur’an dari awal sampai akhir, namun aku tidak mendapati apa yang Anda katakan.”
Kata Ibnu Masud radhiallahu ‘anhu, “Jika engkau benar membacanya niscaya engkau akan dapatkan. Tidakkah engkau pernah membaca ayat,
‘Apa saja yang Rasulullah datangkan/berikan kepada kalian, maka ambil/terimalah dan apa saja yang beliau larang kalian darinya, maka tinggalkan (jangan dilakukan).’
Si wanita menjawab, “Ya.”
Kata Ibnu Masud radhiallahu ‘anhu, “Sungguh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang perbuatan tersebut.” (HR. al-Bukhari no. 4886)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada ummahatul mukminin,
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumah-rumah kalian dari ayat-ayat Allah dan hikmah.” (al-Ahzab: 34)
Hikmah adalah sunnah yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia.
Saudariku muslimah… Apabila engkau mencari keindahan yang hakiki dan perhiasan yang sempurna, ketahuilah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (al-A’raf: 26)
Dalam doa yang ma’tsur,
“Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan iman.” (HR. an-Nasai dari Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)
Keimanan, ketakwaan, berpegang dengan syariat Allah subhanahu wa ta’ala, hukum, dan bimbingan-Nya adalah perhiasan hakiki yang akan menjadikan kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan bagi wanita di dunia dan akhirat.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah
[1] Sebagaimana tafsir Ibnu Abbas terhadap ayat ini. (Tafsir Ibni Katsir, 8/183)