Disebutkan dalam hadits Rasulullah n:
مَنْ رَآنِيْ فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لاَ يَتَمَثَّلُ بِيْ
“Siapa yang melihatku dalam mimpi maka sungguh ia benar-benar telah melihatku karena setan tidak bisa menyerupaiku.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Sebagian orang mengaku bahwa Nabi n mendatanginya dalam mimpi dan memberinya wirid/bacaan-bacaan yang harus diulangnya sekian kali. Yakni, dia diminta mengucapkan wirid tersebut dalam rangka ibadah dan agar dia memberitahukannya kepada orang lain. Tentu pengakuan seperti ini bertentangan dengan ayat yang mulia:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama kalian.” (al-Maidah: 3)
Apakah pengakuan orang seperti itu benar atau dusta?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah menjawab,
“Melihat Nabi n dalam mimpi sungguh bisa terjadi karena hadits yang memberitakan tentang hal tersebut sahih. Akan tetapi, hal itu bisa terjadi pada orang yang mengenali Rasulullah n. Jika saat terjaga orang itu mengetahui dan mengenal sifat-sifat/ciri-ciri beliau, setan tidak mungkin bisa menyerupai ciri-ciri dan kepribadian beliau. Siapa yang kenal beliau dengan sebenar-benarnya dan bisa dengan tepat membedakan beliau dari yang lain, sungguh orang seperti ini benar melihat beliau dalam mimpi.
Adapun orang yang tidak mengenal ciri-ciri Rasulullah n dan tidak bisa membedakan kepribadian beliau yang mulia (lantas mengaku melihat Rasul n dalam mimpi), bisa jadi orang ini didatangi setan dalam tidurnya yang mengaku sebagai Rasulullah n serta menyesatkannya dalam agamanya.
Dengan demikian, masalah mimpi melihat Rasul n tidak berlaku secara mutlak. Orang bermimpi melihat Nabi n mesti mimpi yang shadiqah/benar, jika memang ia kenal Nabi n dan bisa membedakan beliau dari yang lain. Adapun orang yang tidak mengenal Nabi n dan tidak mengetahui ciri-ciri beliau, tidak bisa pula membedakan ciri-ciri dan kepribadian beliau dari yang lain, berarti orang ini ditipu oleh setan. Setan bisa mendatanginya dan mengaku sebagai Rasulullah n.
Dari sisi yang kedua, Rasul n mengajarinya wirid dalam mimpi, maka sebagaimana kata penanya, ini adalah perkara batil karena penetapan syariat telah berakhir/selesai dengan wafatnya Nabi n. Allah l berfirman:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama kalian.” (al-Maidah: 3)
Setelah wafat Rasulullah n, tidak ada lagi pensyariatan sesuatu dan penambahan sesuatu terhadap ajaran yang beliau tinggalkan sebelum wafatnya, baik dalam bentuk wirid maupun selainnya. Maka dari itu, hendaknya hal ini menjadi perhatian.”
(Majmu’ Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih al-Fauzan, 1/49—50)