Asysyariah
Asysyariah

menyembunyikan ilmu akhlak jahiliyah

13 tahun yang lalu
baca 12 menit

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman)

Sampaikan kebenaran meski itu pahit. Ungkapan ini rasanya sudah teramat sering diungkap para dai di tengah umat ini. Namun praktiknya amat jauh dari “teori”-nya. Betapa banyak dai yang tak berani menyuarakan al-haq karena khawatir kedudukannya di tengah masyarakat terancam, khawatir kehilangan simpatisan, khawatir distop suplai dananya, khawatir “ukhuwah” rusak dan umat lari dari dakwah (partai)-nya, dan dalih lainnya yang dibuat-buat.

Sering kali kita mendengar bila seseorang berbicara tentang fenomena dan aktualita kejahatan, kerusakan moral dan kehancuran peradaban hidup, dia mengacu kepada kehidupan jahiliah. Hal ini dilakukan untuk mengingatkan kaum muslimin tentang berbagai kerusakan hidup di masa jahiliah agar tidak dicontoh dan diteladani. Akan tetapi sangat disayangkan:
a. Berapa di antara para penyeru kemerdekaan dari praktik jahiliah yang sesungguhnya mengerti rincian hidup jahiliah?
b. Berapa di antara mereka yang mengetahui ilmu untuk menyelamatkan diri dari kungkungan kehidupan jahiliah tersebut?
Yang mengetahui Sunnah Rasulullah n dan amalan para sahabat?
c. Dan berapa orang di antara mereka secara jujur terbebas dari praktik-praktik hidup jahiliah?
d. Dan berapakah dari mereka yang menjalani hidup benar-benar di atas tuntunan hidup Rasulullah n?
P e r t a n y a a n – p e r t a n y a a n  i n i sesungguhnya sebagai koreksi diri bagi setiap da’i penyeru umat agar sadar dan menyadari bahwa perilaku jahiliah telah menghampiri diri, keluarga bahkan anak keturunannya. Bahkan telah mengetuk gendang pendengarannya serta membuka mata hatinya. Oleh karena itu, langkah apakah yang telah anda siapkan untuk membebaskan diri anda darinya? Di sinilah letak tingginya nilai ilmu agama, yang akan menjawab tantangan serta menghindarkan dari marabahaya. Di antara langkahnya adalah harus mengilmui segala ragam dan perilaku jahiliah untuk menyelamatkan diri darinya. Berikut ini beberapa bentuk akhlak jahiliah:

1. Menganggap bahwa menyelisihi p e m i m p i n m e r u p a k a n s e b u a h keutamaan.
2. Berdoa kepada para wali atau orang shalih.
3. Taqlid buta.
4. Berhujjah tentang sebuah kebenaran dengan banyaknya pengikut.
5. Berhujjah tentang sebuah kebenaran dengan apa yang dilakukan para pendahulu.
6. Berlebih-lebihan dalam menyikapi orang-orang yang terpandang.
7. Keyakinan mereka bahwa apa yang dilakukan oleh para tukang sihir dan dukun adalah sebuah karamah.
8. Menamakan tauhid sebagai syirik.
9. Berdusta kepada Allah l dan mendustakan kebenaran.
10. Fanatik di atas kebatilan yang mereka anut.
11. Menghalangi orang dari jalan Allah l.
12. Menyandarkan agama mereka di atas khurafat.
13. Menyembunyikan kebenaran yang telah mereka ketahui.
14. Menyombongkan diri di atas kebenaran.
15. Menyembelih untuk selain Allah l.
16. Beribadah di sisi kuburan dan sebagainya.

Terlalu banyak jika disebutkan ciri dan perilaku hidup mereka yang sangat rusak. Bila dijabarkan semuanya, niscaya tidak akan mencukupi dalam pembahasan singkat ini. Bila kita mencoba menyelami kehidupan masyarakat jahiliah dan kehidupan muslimin sekarang ini, lalu kita mencoba membandingkan, niscaya kita akan menemukan banyak kesamaan. Kita akan sampai kepada sebuah kesimpulan yang tidak berlebihan bahwa “tidak ada yang membedakan akhlak sebagian kaum muslimin dan orang-orang jahiliah di masa silam selain identitas beragama dan melantunkan kalimat La ilaha illallah.”
Dalam pembahasan akhlak jahiliah, ada sebuah risalah yang ditulis oleh Al- Imam Muhammad bin Abdul Wahhab t dengan judul Masa`ilul Jahiliyati Lati Khalafa fiha Rasulullah Ahlal Jahiliyyah. Risalah ini memuat 128 masalah jahiliah yang beliau simpulkan dari Al-Qur`an dan As-Sunnah serta ucapan para ulama. Tujuannya, memperingatkan kaum muslimin agar mereka meninggalkan berbagai perkara jahiliah itu karena demikian bahayanya. (Syarh Masa`il Jahiliah karya Asy-Syaikh Shalih Fauzan, hal. 8)

Di antara sekian akhlak jahiliah adalah MENYEMBUNYIKAN KEBENARAN DI ATAS ILMU (DENGAN SENGAJA).
Ahli Kitab dan Menyembunyikan Ilmu Kaum inilah yang banyak diangkat oleh Allah l di dalam Al-Qur`an terkait dengan akhlak dan tabiat yang jelek ini. Kedengkian mereka terhadap kebenaran yang dibawa Rasulullah n sangatlah masyhur. Kelicikan dan makar jahat mereka terhadap para pengikut kebenaran laksana malam bagaikan siangnya, artinya bukan perkara rahasia lagi. Bentuk kedengkian mereka telah banyak diingatkan oleh Allah l di dalam Al-Qur`an. Di antaranya:
“Orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Rabbmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Al- Baqarah: 105)
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. Dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka serta melampaui batas.” (Ali ‘Imran: 112)

“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.” (Ali ‘Imran: 186)
“Sebagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki (yang timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkan dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 109)
“Segolongan dari ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri dan mereka tidak menyadarinya.” (Ali ‘Imran: 69)
Akhlak mereka dalam menyembunyikan ilmu disebutkan pula oleh Allah l di dalam Al-Qur`an:
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 146)
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api. Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak menyucikan mereka. Dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (Al-Baqarah: 174)
ٱ“Hai ahli kitab, mengapa kamu mencampuradukkan yang haq dengan yang batil serta menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?” (Ali ‘Imran: 71)
“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab, supaya kamu menyangka yang  dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia bukan dari Al- Kitab. Dan mereka mengatakan: ‘Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah’, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedangkan mereka mengetahui.” (Ali ‘Imran: 78)

“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu): ‘Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya.’ Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amat buruklah tukaran yang mereka terima.” (Ali ‘Imran:187)
“Apakah kamu tidak melihat orang-orang yang telah diberi bagian dari Al-Kitab (Taurat)? Mereka membeli (memilih) kesesatan (dengan petunjuk) dan mereka bermaksud supaya kamu tersesat (menyimpang) dari jalan (yang benar). Dan Allah lebih mengetahui (daripada kamu) tentang musuh-musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi pelindung (bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi penolong (bagimu).”
(An-Nisa`: 44-45)

Peringatan demi peringatan kita lalui di dalam Al-Qur`an agar jangan sekali-kali kita mengikuti langkah dan akhlak mereka. Ibnu Katsir t berkata: “Janganlah kalian menyembunyikan pengetahuan yang ada pada kalian tentang Rasul-Ku dan apa yang dibawanya, sementara kalian mengetahui hal itu tertulis di dalam kitab-kitab yang ada di tangan kalian.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/109) Mungkinkah orang-orang Islam akan mengikuti akhlak dan langkah Yahudi dan Nasrani dalam masalah ini, yaitu menyembunyikan kebenaran padahal mereka telah mengetahuinya? Muslimin Mengikuti Akhlak Mereka Tanpa ada keraguan sedikitpun bahwa kaum muslimin telah mengikuti langkah, perilaku, dan akhlak mereka. Bagi orang yang memiliki sedikit landasan ilmu pengetahuan, lalu mencoba menggali keadaan kaum muslimin, niscaya akan menemukan berbagai macam corak hidup yang diambil dari orang-orang kafir serta corak hidup yang
tidak diajarkan oleh Rasulullah n. Tidak terbatas dalam permasalahan akhlak semata, bahkan dalam perkara mendasar dalam
agama, seperti dalam berbagai keyakinan dan bentuk peribadatan. Karena hal ini sangat mungkin menimpa kaum yang beriman, Allah l pun di dalam banyak ayat memperingatkan agar kita tidak meniru mereka. Di antaranya:
1. Allah l menjelaskan tentang hakikat jati diri mereka, seperti di dalam surat Al-Ma`idah ayat 18-19 dan At- Taubah ayat 30-34.
2. Allah l menerangkan sikap mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, seperti di dalam surat Al-Baqarah ayat 105 dan 135.3. Allah l menerangkan tentang berbagai usaha dan makar mereka dalam memalingkan kaum muslimin dari agamanya, seperti di dalam surat Al-Baqarah ayat 109.4. Allah l menyebutkan di antara sifat mereka adalah menyembunyikan kebenaran, seperti di dalam surat Al-Baqarah ayat 146.5. Allah l membongkar hasad dan dendam mereka terhadap kaum muslimin dan apa yang mereka sembunyikan dalam dada-dada mereka, seperti di dalam surat Al-Baqarah ayat 109.
6. Allah l menyebutkan tentang penghinaan mereka terhadap syi’ar-syi’ar Islam, seperti di dalam surat Al-Ma`idah ayat 5. Rasulullah n di dalam banyak hadits juga telah mengingatkan hal ini.
1. Beliau n melarang menyerupai mereka dan memerintahkan untuk menyelisihi mereka dalam semua urusan agama. Orang yang menyerupai mereka, tentu dia termasuk bagian mereka. “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk dari mereka.”1

2. Rasulullah n memberitakan bahwa kaum muslimin benar-benar akan mengikuti langkah orang sebelum mereka, sedikit demi sedikit.
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ.
قَالُوا: الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَال: فَمَنْ؟
“Kalian benar-benar akan mengikuti orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Sehingga sekalipun mereka masuk ke lubang dhabb niscaya kalian akan mengikutinya.” Mereka berkata: “Apakah mereka adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau bersabda: “Siapa lagi kalau bukan mereka?”2
Rasulullah n bersabda:
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَلْحَقَ حَيٌّ مِنْ أُمَّتِي
بِالْمُشْرِكِ وَحَتَّى يَعْبُدَ فِئَامٌ مِنْ أُمَّتِي الْأَوْثَانَ
“Tidak akan terjadi hari kiamat hingga sekelompok dari umatku mengikuti peribadatan kaum musyrikin dan hingga umatku menyembah patung-patung.”3

Berdasarkan hal ini, sangatlah jelas bahwa siapa saja dari kaum muslimin yang meninggalkan kebenaran dan berpaling darinya –entah disebabkan kedudukan, harta benda duniawi, atau karena hawa nafsu– berarti serupa dengan sikap Yahudi terhadap kebenaran. Karena ulama-ulama Bani Israil makan dari orang kaya mereka. Tatkala diutusnya Rasulullah n, mereka mengetahui bahwa dia adalah pembawa kebenaran. Karena itulah mereka mengingkari dan kafir kepada beliau. Mereka menyembunyikan apa yang telah mereka ketahui dari Bani Israil pendahulu mereka. Mereka menolak kebenaran yang mereka ketahui karena imbalan sandang pangan dari orang-orang kaya. Mereka menyembunyikannya agar bantuan orang-orang kaya tersebut tetap mengalir kepada diri mereka. (Shawarif ‘Anil Haq hal. 27) Abul Muzhaffar As-Sam’ani t berkata: “Firman Allah l:
‘Janganlah kalian membeli ayat-ayat- Ku dengan harta benda yang sedikit.’ (Al- Baqarah: 41) hal itu karena para ulama dan pendeta (mereka) memiliki kebiasaan mendapatkan gaji dari orang kaya dan orang-orang jahil mereka. Mereka khawatir imbalan itu hilang dari mereka jika mereka beriman kepada Rasulullah n. Mereka menyembunyikan sifat dan nama beliau. Inilah makna ayat (ini) menjual ayat-ayat dengan harga yang sedikit.” (Tafsir Al-Qur`an, 1/22)
Alasan Mereka Menyembunyikan Kebenaran Kenapa mereka begitu semangat menyembunyikan kebenaran? Ada beberapa perkara yang mendorong mereka untuk menyembunyikan kebenaran yang telah mereka ketahui.

Pertama: Mengikuti hawa nafsu.
“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturutturut) setelah itu dengan rasul-rasul. Dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada ‘Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus.
Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong, maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” (Al-Baqarah: 87)

“Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan telah Kami utus rasul-rasul kepada mereka. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka membawa apa yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.” (Al-Ma`idah: 70)

Kedua: Mencari maslahat dunia.
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia serta sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 15-16)
Rasulullah n bersabda:
تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ، تَعِسَ عَبْدُ الدِرْهَمِ، تَعِسَ
عَبْدُ الْخَمِيْصَةِ، تَعِسَ عَبْدُ الْخَمِيْلَةِ، إِنْ أُعْطِيَ
رَضِيَ وَإِنْ لُمْ يُعْطَ سَخِطَ
“Celaka budak dinar, celaka budak dirham, celaka budak khamishah, celaka budak khamilah. Jika dia diberi dia ridha, dan jika tidak diberi dia benci marah.”4
Ketiga: Mencari ridha manusia. Rasulullah n bersabda:
مَنِ الْتَمَسَ رِضَا اللهِ بِسُخْطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا
النَّاسِ بِسُخْطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ
عَلَيْهِ النَّاسَ
“Barangsiapa mencari ridha Allah l dengan kemurkaan manusia maka Allah l akan meridhainya dan Allah l menjadikan manusia ridha kepadanya. Dan barangsiapa mencari ridha manusia dengan kebencian Allah l maka Allah l akan memurkainya serta menjadikan manusia
murka kepadanya.”5
Ibnu Katsir t berkata: “Mereka menyembunyikan kebenaran agar kedudukan yang mereka miliki tidak hilang, juga berbagai macam hadiah dan pemberian yang mereka peroleh dari bangsa Arab atas pengagungan mereka terhadap nenek moyang bangsa Arab. Mereka takut Tuhan melaknat mereka jika mereka menampakkan kebenaran yang mereka ketahui, kemudian diikuti oleh banyak orang yang berakibat bangsa Arab meninggalkan mereka. Itulah yang menjadi alasan mereka menyembunyikan kebenaran, yaitu agar apa yang mereka dapatkan tetap ada, padahal itu adalah imbalan yang sedikit. Akhirnya mereka melelang diri mereka dengannya. Mereka
tidak mau menerima petunjuk, mengikuti kebenaran, membenarkan Rasul dan beriman dengan apa yang dibawanya dari sisi Allah
l. Mereka tukar dengan imbalan yang sedikit. Sungguh mereka telah celaka dan merugi di dunia dan di akhirat.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/257)
Abul Wafa` bin ‘Aqil Al-Hambali t berkata: “Cinta kepada kedudukan, condong kepada dunia, berbanggabangga, bermegah-megahan dengannya, menyibukkan diri dengan kelezatan dan segala yang menjurus kepada kemasyhuran, bukan lagi melihat hujjah serta apa yang diinginkan oleh akal dan pengetahuan.

Perbuatan seperti ini menjadi sebab-sebab yang akan memalingkan dari kebenaran. Dan itu adalah sebuah kemestian.” (Al- Wadhih fi Ushulil Fiqh, 1/522) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Para pencari kedudukan –walaupun dengan cara batil– akan senang dengan kalimat yang mengandung pengagungan dirinya, sekalipun dengan kebatilan. Dan dia akan marah dengan kalimat yang mencelanya, sekalipun kalimat itu adalah benar. Adapun orang yang beriman, akan ridha terhadap kalimat yang haq walaupun terhadap dirinya, atau yang akan menggugat dirinya. Dan dia membenci kebatilan walaupun kebatilan itu mendukungnya. Atau dia akan menentang
kebatilan itu karena Allah l mencintai kebenaran, kejujuran, dan keadilan, serta membenci kalimat dusta dan kedzaliman.” (Majmu’ Fatawa 10/600)

Kewajiban Kita bila Melihat Akhlak Ini
Kita mengetahui bahwa menyembunyikan kebenaran adalah salah satu dari sekian ciri khas orang-orang kafir secara umum, serta pada kaum Yahudi dan Nasrani secara khusus. Maka setiap ulama dan para pencari kebenaran berkewajiban untuk mengingkarinya serta menjelaskan kepada umat bahwa sikap menolak kebenaran dan menyembunyikannya merupakan perbuatan orang-orang yang dilaknat oleh Allah l serta dilaknat oleh segenap makhluk-Nya.
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan  petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.” (Al-Baqarah: 159)

Asy-Syaikh As-Sa’di t menjelaskan:
“Sesungguhnya Allah l telah mengangkat perjanjian dari ahli ilmu agar mereka menjelaskan kepada manusia ilmu Al-Kitab yang telah diturunkan oleh Allah l dan agar mereka tidak menyembunyikannya. Dan barangsiapa meremehkannya, maka sungguh dia telah menghimpun dua bentuk kerusakan, yaitu menyembunyikan ilmu serta melakukan penipuan terhadap kaum muslimin.” (Tafsir As-Sa’di hal. 59)
Wallahu a’lam.

Catatan Kaki:

1 HR. Al-Imam Ahmad dalam Musnad beliau (no. 4309) dari sahabat Ibnu ‘Umar c.
2 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 7320 dan Al-Imam Muslim no. 2669 dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri z.
3 HR. Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi dari sahabat Tsauban z. Dan asalnya ada dalam riwayat Al-Imam Muslim no. 2889.
4 HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 2887 dari sahabat Abu Hurairah z.
5 HR. Al-Imam At-Tirmidzi no. 2419 dari sahabat ‘Aisyah x, dan dishahihkan oleh Al-Albani t dalam Shahihul Jami’ no. 6097