Syariat sejatinya telah gamblang menjelaskan definisi dan menyuguhkan ciri-ciri sosok Imam Mahdi. Namun, bersemainya penyimpangan tak pelak menjadikan gambaran Imam Mahdi itu menjadi kabur.
Telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimani segala yang diberitakan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Ini menjadi konsekuensi persaksian “Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sembahan yang benar selain Allah dan agar mereka beriman kepada apa yang kubawa. Apabila mereka melakukan itu, mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Adapun perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Sahih, HR. Muslim, “Kitabul Iman”, “Bab al-Amru bi Qitalin Nas Hatta …”)
Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala telah menegaskan,
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr: 7)
Ini menunjukkan wajibnya beriman dengan segala yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, baik berita yang terkait dengan apa yang telah lalu maupun yang akan datang. Termasuk di antaranya adalah berita beliau akan munculnya Imam Mahdi.
Baca juga: Imam Mahdi yang Diimani dan Dinanti
Berita akan munculnya sosok penegak sunnah nan adil telah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam banyak hadits. Bahkan, tak sedikit ulama yang menyatakan bahwa haditsnya mencapai derajat mutawatir secara makna. Dengan demikian, tiada lagi celah bagi siapa pun untuk mengingkarinya. Di antara ulama yang menyatakan kemutawatiran hadits-haditsnya adalah Abul Hasan Muhammad bin Husain as-Sijzi (wafat 363 H), Muhammad al-Barzanji (wafat 1103 H), as-Safarini, as-Sakhawi, asy-Syaukani, Shiddiq Hasan Khan, dan al-Kattani—rahimahumullah.
Ulama yang menyebutkan kesahihan hadits tentang Imam Mahdi juga sangat banyak, dari kalangan ulama terdahulu dan belakangan. Syaikh al-Albani rahimahullah telah menyebutkan sebagian nama mereka, di antaranya enam belas ulama yang saya sebutkan sebagiannya: Abu Dawud, al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, adz-Dzahabi, Ibnul Qayyim, dan Ibnu Hajar rahimahumullah.
Jadi, ini adalah salah satu akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah. As-Safarini mengatakan, “Banyak riwayat yang menyebutkan akan munculnya Imam Mahdi hingga mencapai derajat mutawatir secara makna. Hal itu telah tersebar di kalangan Ahlus Sunnah sehingga teranggap sebagai akidah mereka ….”
Beliau lalu menyebutkan hadits, atsar, dan nama para sahabat yang meriwayatkannya. Setelah itu, beliau berkata, “Telah diriwayatkan dari para sahabat yang disebutkan dan selain mereka dengan riwayat yang banyak, juga dari para tabiin setelah mereka. Semua itu memberikan faedah ilmu yang pasti. Maka dari itu, mengimani munculnya Imam Mahdi adalah wajib, sebagaimana telah ditetapkan oleh para ulama dan tertulis dalam akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.” (Lawami’ul Anwar al-Bahiyyah, 2/84)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا يَوْمٌ—قَالَ زَائِدَةُ فِي حَدِيثِهِ: لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيهِ رَجُلًا مِنِّي—أَوْ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي، يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمُ أَبِي، يَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا
“Apabila tidak tersisa dari dunia kecuali satu hari—Zaidah (salah seorang rawi) mengatakan dalam haditsnya: tentu Allah akan memanjangkan hari tersebut—hingga Allah utus padanya seorang lelaki dariku—atau dari keluargaku. Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya seperti nama ayahku. Ia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya telah dipenuhi dengan kezaliman dan keculasan.” (Hasan sahih, HR. Abu Dawud no. 4282; sanadnya jayyid menurut Ibnul Qayyim rahimahullah dalam al-Manarul Munif; at-Tirmidzi no. 2230, 2231; Ibnu Hibban no. 6824, 6825)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan,
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدَّهْرِ إِلَّا يَوْمٌ لَبَعَثَ اللهُ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يَمْلَؤُهَا عَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا
“Apabila tidak tersisa dari masa ini kecuali satu hari, tentu Allah akan munculkan seorang lelaki dari ahli baitku (keluargaku) yang akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan kecurangan.” (Sahih, HR. Abu Dawud no. 4283, “Kitab al-Mahdi” dan ini adalah lafaznya; Ibnu Majah no. 4085, “Kitabul Fitan”, “Bab Khurujul Mahdi”)
Ummu Salamah radhiallahu anha mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ
“Al-Mahdi dari keluargaku, dari putra Fathimah.” (Sahih, HR. Abu Dawud dan ini lafaznya, no. 4284, Ibnu Majah no. 4086; dan al-Hakim no. 8735, 8736)
Dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الْمَهْدِيُّ مِنِّي، أَجْلَى الْجَبْهَةِ، أَقْنَى الْأَنْفِ، يَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا، يَمْلِكُ سَبْعَ سِنِينَ
“Al-Mahdi dariku. Dahinya lebar, hidungnya mancung. Dia memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) telah dipenuhi dengan kezaliman. Dia berkuasa selama tujuh tahun.” (Hasan, HR. Abu Dawud no. 4285 dan ini lafaznya; Ibnu Majah no. 4083; at-Tirmidzi, “Kitabul Fitan”, “Bab Ma Ja`a fil Mahdi” no. 2232; Ibnu Hibban no. 6823, 6826; dan al-Hakim no. 8733, 8734, 8737)
Ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ ابْنُ مَرْيَمَ فِيكُمْ وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ
“Bagaimana dengan kalian jika turun kepada kalian (Isa) putra Maryam, sementara imam kalian adalah dari kalian?” (Sahih, HR. al-Bukhari, “Kitab Ahaditsul Anbiya”, “Bab Nuzul Isa ibni Maryam”, no. 3449; Muslim dalam “Kitabul Iman”, “Bab Fi Nuzul Ibni Maryam”, 2/369, 390)
Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. قَالَ: فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ: تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُولُ: لَا إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ تَكْرِمَةَ اللهِ هَذِهِ الْأُمَّةَ
“Masih tetap sekelompok dari umatku berperang di atas kebenaran. Mereka unggul sampai hari kiamat. Lalu turunlah Isa putra Maryam. Pemimpin mereka mengatakan, ‘Kemarilah, jadilah imam kami.’ Isa menjawab, ‘Tidak, sebagian kalian adalah pemimpin atas sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini’.” (Sahih, HR. Muslim dalam “Kitabul Iman”, “Bab La Tazal Tha`ifah min Ummati”, 2/370, no. 393)
Hadits-hadits yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim ini menunjukkan dua hal:
Baca juga: Syubhat Seputar Turunnya Nabi Isa
Meskipun (dalam hadits) itu tidak ada penegasan dengan lafaz al-Mahdi, hadits itu menunjukkan sifat orang saleh yang mengimami muslimin pada waktu itu. Terdapat hadits-hadits dalam kitab-kitab Sunan maupun Musnad serta lainnya, yang menerangkan bahwa hadits-hadits yang ada dalam dua kitab Shahih itu menunjukkan bahwa orang saleh tersebut bernama Muhammad bin Abdullah, dari keturunan al-Hasan bin Ali, yang disebut dengan al-Mahdi. Hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam itu sebagiannya menerangkan sebagian yang lain.
Di antara hadits yang menunjukkan hal itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Harits ibnu Abi Usamah dalam Musnad-nya dengan sanadnya dari Jabir radhiallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَيَقُوْلُ أَمِيْرُهُمْ الْمَهْدِي: تَعَال صَلِّ بِنَا. فَيَقُوْلُ: لاَ إِنَّ بَعْضَهُمْ أَمِيْرُ بَعْضٍ تَكْرُمَةُ اللهِ لِهَذِهِ اْلأُمَّةِ
Isa putra Maryam turun. Lalu pemimpin mereka, al-Mahdi, mengatakan, “Imamilah kami.” Isa menjawab, “Sesungguhnya sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kemuliaan dari Allah untuk umat ini.”
Hadits ini dikatakan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, al-Manarul Munif, “Sanadnya bagus.” (‘Aqidatu Ahlil Atsar karya Abdul Muhsin al-Abbad. Lihat pula ash-Shahihah no. 2236)
Nama Imam Mahdi adalah Muhammad atau Ahmad, bin Abdullah. Seperti dalam hadits yang lalu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan, “Namanya sesuai dengan namaku, dan nama ayahnya sesuai dengan nama ayahku.”
Imam Mahdi adalah dari keturunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana dalam riwayat, “Dari ahli baitku.” (HR. Abu Dawud, no. 4282 dan 4283)
Dalam riwayat lain, “Dari keluarga terdekatku (‘itrah-ku).” (HR. Abu Dawud, no. 4284)
Dalam riwayat lain, “Dariku.” (HR. Abu Dawud no. 4285)
Maknanya, Imam Mahdi adalah keturunan Nabi dari jalur perkawinan Ali bin Abu Thalib dan Fathimah bintu Rasulillah. Sebagaimana dalam hadits yang lalu, “Seseorang dari keluargaku” dan “dari anak keturunan Fathimah.” (HR. Abu Dawud no. 4284)
Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Dia adalah Muhammad bin Abdillah al-Alawi (keturunan Ali) al-Fathimi (keturunan Fathimah) al-Hasani (keturunan al-Hasan). Allah subhanahu wa ta’ala memperbaikinya dalam satu malam, yakni memberinya tobat, taufik, pemahaman, dan bimbingan padahal sebelumnya tidak seperti itu.” (an-Nihayah fil Malahim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Di antara sifat fisiknya disebutkan dalam riwayat Abu Dawud (no. 4285) dan yang lain,
أَجْلَى الْجَبْهَةِ
“Tersingkap rambutnya dari arah kepala bagian depan,” atau “Dahinya lebar.”
أَقْنَى الْأَنْفِ
“Hidungnya mancung, ujungnya tajam, bagian tengahnya agak naik.”
Al-Qari mengatakan, “Maksudnya, dia tidak pesek. Sebab, bentuk yang demikian tidak disukai.”
Di antara sifat Imam Mahdi adalah menebar keadilan dan melenyapkan kezaliman serta keculasan. Hal ini sebagaimana dalam hadits, “Memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman.” (HR. Abu Dawud no. 4282, 4283, 4285)
Karena itu, disebutkan dalam hadits dari Abu Said al-Khudri radhiallahu anhu, Rasulullah bersabda,
يَكُونُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قُصِرَ فَسَبْعٌ وَإِلَّا فَتِسْعٌ فَتَنْعَمُ فِيهِ أُمَّتِي نِعْمَةً لَمْ يَنْعَمُوا مِثْلَهَا قَطُّ، تُؤْتَى أُكُلَهَا وَلَا تَدَّخِرُ مِنْهُمْ شَيْئًا وَالْمَالُ يَوْمَئِذٍ كُدُوسٌ، فَيَقُومُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ: يَا مَهْدِيُّ أَعْطِنِي. فَيَقُولُ: خُذْ
“Al-Mahdi akan datang pada umatku; apabila masanya pendek, tujuh tahun. Kalau tidak, sembilan tahun. Umatku pada masa itu diberi kenikmatan yang tidak pernah mereka rasakan yang semacam itu sama sekali. Mereka diberi rezeki yang luas. Mereka tidak menyimpan sesuatu pun. Harta saat itu berlimpah sehingga seseorang bangkit dan mengatakan, ‘Wahai Mahdi, berilah aku.’ Dia pun menjawab, ‘Ambillah’.” (Hasan, HR. Ibnu Majah no. 4083, “Kitabul Fitan”, “Bab Khurujul Mahdi”, 4/412; al-Hakim no. 8739. Syaikh al-Albani rahimahullah menilainya hasan)
Dalam riwayat at-Tirmidzi disebutkan,
فَيَجِيءُ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَيَقُولُ: يَا مَهْدِيُّ، أَعْطِنِي، أَعْطِنِي. قَالَ: فَيَحْثِي لَهُ فِي ثَوْبِهِ مَا اسْتَطَاعَ أَنْ يَحْمِلَهُ
“Hingga seseorang datang kepada Imam Mahdi seraya mengatakan, ‘Wahai Mahdi, berilah aku, berilah aku’.”
Nabi mengatakan, “Mahdi lalu menuangkan untuknya di pakaiannya sampai ia tidak dapat membawanya.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Di masa Imam Mahdi, buah-buahan banyak. Tanam-tanaman lebat dan harta benda melimpah. Penguasa benar-benar berkuasa, agama menjadi tegak, musuh menjadi hina. Pada masanya, kebaikan terwujud terus-menerus.” (an-Nihayah fil Malahim 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Baca juga: Imam Mahdi Adalah Keturunan Nabi
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَخْرُجُ فِي آخِرِ أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ يُسْقِيْهِ اللهُ الْغَيْثَ، وَتُخْرِجُ الْأَرْضُ نَبَاتَهَا، وَيُعْطِي الْمَالَ صِحَاحًا، وَتَكْثُرُ الْمَاشِيَةُ وَتَعْظُمُ الْأُمَّةُ، يَعِيْشُ سَبْعاً أَوْ ثَمَانِيًا—يَعْنِيْ حِجَجًا
“Muncul di akhir umatku al-Mahdi. Allah menyiraminya dengan hujan sehingga bumi mengeluarkan tanamannya. Ia membagi harta secara merata. Binatang ternak semakin banyak. Umat pun menjadi besar. Ia hidup selama 7 atau 8—yakni tahun.” (HR. al-Hakim, “Kitabul Fitan wal Malahim” no. 8737. Al-Hakim mengatakannya sebagai hadits yang sahih sanadnya. Hal ini disepakati oleh adz-Dzahabi dan Ibnu Khaldun. Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Sanadnya shahih.” Lihat ash-Shahihah, 4/40, hadits no. 1529)
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi disebutkan,
“Ketahuilah, yang sudah dikenal di kalangan seluruh pemeluk Islam sepanjang masa bahwa di akhir zaman pasti muncul seorang dari ahlul bait (keluarga Nabi shallallahu alaihi wa sallam) yang membela agama dan menebarkan keadilan, serta diikuti oleh muslimin. Ia juga menguasai kerajaan-kerajaan Islam. Ia dijuluki al-Mahdi. Demikian juga tentang keluarnya Dajjal dan tanda-tanda kiamat sesudahnya yang terdapat dalam kitab Shahih, akan muncul setelahnya. Kemunculan Isa juga setelahnya, kemudian beliau membunuh Dajjal. Atau Isa turun setelah kemunculannya, lalu membantunya untuk membunuh Dajjal, kemudian bermakmum kepada al-Mahdi dalam shalatnya.” (“Kitabul Fitan”, “Bab Ma Ja`a fil Mahdi”)
At-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan dari Zir bin Abdillah radhiallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَذْهَبُ الدُّنْيَا حَتَّى يَمْلِكَ الْعَرَبَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي
“Dunia tidak akan lenyap hingga seorang dari keluargaku menguasai bangsa Arab. Namanya sesuai dengan namaku.” (HR. at-Tirmidzi no. 2230, “Kitabul Fitan”, “Bab Ma Ja`a fil Mahdi”, 4/438, dan beliau mengatakan, “Hasan sahih.” Demikian pula penilaian al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Dari sini, berarti munculnya Imam Mahdi adalah di akhir zaman, sekaligus mengawali tanda-tanda besar akan datangnya kiamat. Namun, sebagian ulama sempat ragu, apakah Imam Mahdi ini sebagai awal tanda yang besar atau tanda yang lain. Sebagian ulama menyatakan dengan yakin bahwa kemunculan Imam Mahdi adalah tanda pertama, lalu diikuti munculnya tanda yang lain.
Baca juga: Tanda-Tanda Kedatangan Hari Kiamat
Di antara yang menyebutkan dengan tegas yang demikian adalah Muhammad al-Barzanji rahimahullah (wafat 1103 H). Beliau mengatakan dalam bukunya al-Isya`ah li Asyrath As-Sa’ah, “Bab Ketiga, tanda-tanda besar dan tanda-tanda yang dekat, yang setelahnya tibalah hari kiamat. Itu juga banyak. Di antaranya al-Mahdi, dan itu yang pertama.” (dinukil dari ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Atsar fil Mahdi al-Muntazhar)
Adapun Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Munculnya adalah nanti di akhir zaman. Saya kira, keluarnya adalah sebelum turunnya Isa bin Maryam, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits-hadits yang berkaitan dengan hal itu.”
Dalam Sunan at-Tirmidzi ada riwayat,
إِنَّ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيَّ يَخْرُجُ يَعِيشُ خَمْسًا أَوْ سَبْعًا أَوْ تِسْعًا—زَيْدٌ الشَّاكُّ—قَالَ: قُلْنَا: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: سِنِينَ
“Sesungguhnya, pada umatku ada al-Mahdi. Ia muncul, hidup (berkuasa) 5, 7, atau 9.”—Zaid (salah seorang rawi) ragu. Abu Said mengatakan, “Apa itu?” Beliau menjawab, “Tahun.”
يَكُونُ فِي أُمَّتِي الْمَهْدِيُّ إِنْ قُصِرَ فَسَبْعٌ وَإِلَّا فَتِسْعٌ
“Al-Mahdi akan datang pada umatku. Apabila masanya pendek, 7 tahun. Kalau tidak, maka 9 tahun.” (HR. Ibnu Majah no. 4083)
Dengan perbedaan riwayat ini, Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Ini menunjukkan bahwa paling lama masa tinggal (kekuasaan)-nya adalah 9 tahun, dan minimalnya 5 atau 7 tahun.” (an-Nihayah fil Malahim wal Fitan, 1/18, Program Maktabah Syamilah)
Al-Mubarakfuri mengatakan tentang riwayat di atas, “Keraguan itu berasal dari Zaid. Adapun dari sahabat Abu Said dalam riwayat Abu Dawud, ‘dan menguasai selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Demikian pula dalam hadits Ummu Salamah dalam riwayat Abu Dawud dengan lafaz ‘maka dia tinggal selama 7 tahun’ tanpa keraguan. Riwayat yang tegas lebih dikedepankan daripada yang ragu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/15, Program Maktabah Syamilah)
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa munculnya dari arah timur atau al-Masyriq. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Munculnya Mahdi adalah dari negeri-negeri timur, bukan dari gua Samarra seperti persangkaan orang-orang bodoh dari kalangan Syiah.” (an-Nihayah fil Malafim wal Fitan, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, ia mengatakan,
بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ أَقْبَلَ فِتْيَةٌ مِنْ بَنِي هَاشِمٍ، فَلَمَّا رَآهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اغْرَوْرَقَتْ عَيْنَاهُ وَتَغَيَّرَ لَوْنُهُ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا نَزَالُ نَرَى فِي وَجْهِكَ شَيْئًا نَكْرَهُهُ. فَقَالَ: إِنَّا أَهْلُ بَيْتٍ اخْتَارَ اللهُ لَنَا الْآخِرَةَ عَلَى الدُّنْيَا، وَإِنَّ أَهْلَ بَيْتِي سَيَلْقَوْنَ بَعْدِي بَلَاءً وَتَشْرِيدًا وَتَطْرِيدًا حَتَّى يَأْتِيَ قَوْمٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ مَعَهُمْ رَايَاتٌ سُودٌ، فَيَسْأَلُونَ الْخَيْرَ فَلَا يُعْطَوْنَهُ فَيُقَاتِلُونَ فَيُنْصَرُونَ فَيُعْطَوْنَ مَا سَأَلُوا فَلَا يَقْبَلُونَهُ حَتَّى يَدْفَعُوهَا إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي فَيَمْلَؤُهَا قِسْطًا كَمَا مَلَئُوهَا جَوْرًا، فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَلْيَأْتِهِمْ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ
Tatkala kami berada di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datang sekelompok pemuda dari Bani Hasyim. Ketika Nabi melihat mereka, kedua mata beliau berlinang air mata dan berubahlah roman mukanya. Aku berkata, “Kami masih tetap melihat pada wajah Anda sesuatu yang tidak kami sukai.”
Baca juga: Keutamaan Ahlul Bait
Beliau menjawab, “Kami adalah ahlul bait. Allah telah pilihkan akhirat untuk kami daripada dunia. Sesungguhnya, sepeninggalku, keluargaku akan menemui bencana-bencana dan pengusiran. Hingga datang sebuah kaum dari arah timur, bersama mereka ada bendera berwarna hitam[1]. Mereka meminta kebaikan, tetapi tidak diberi. Mereka lalu memerangi dan mendapat pertolongan sehingga mereka diberi apa yang mereka minta, tetapi mereka tidak menerimanya. Hingga mereka menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang dari keluargaku. Dia memenuhi bumi ini dengan keadilan sebagaimana orang-orang memenuhinya dengan kezaliman. Barang siapa di antara kalian mendapatinya, datangilah mereka walaupun dengan merangkak di atas es.” (HR. Ibnu Majah no. 4082, sanadnya hasan li ghairihi menurut Syaikh al-Albani rahimahullah dalam adh-Dha’ifah, 1/197, pada pembahasan hadits no. 85)
As-Sindi mengatakan, “Yang tampak, kisah itu merupakan isyarat keadaan al-Mahdi yang dijanjikan. Oleh karena itu, penulis (Ibnu Majah) menyebutkan hadits ini dalam bab ini (Bab Keluarnya Al-Mahdi).”
Baca juga: Apakah Ahlul Bait Maksum?
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Orang-orang dari timur mendukung (Imam Mahdi), menolongnya, dan menegakkan agamanya, serta mengokohkannya. Bendera mereka berwarna hitam. Itu merupakan pakaian yang memiliki kewibawaan karena bendera Rasulullah berwarna hitam, yang dinamai al-Iqab.” (an-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Beliau juga mengatakan, “Maksudnya, Mahdi yang terpuji yang dijanjikan keluarnya pada akhir zaman, asal munculnya adalah dari arah timur, dan dibaiat di Ka’bah, seperti yang disebutkan oleh nas hadits.” (an-Nihayah fil Malahim, 1/17, Program Maktabah Syamilah)
Tempat baiatnya telah diisyaratkan oleh hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang dibaiat di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Ibrahim).” (HR. Ibnu Hibban no. 6827, Ahmad, dan al-Hakim; dan beliau menilainya sahih)
Munculnya Imam Mahdi bukan bak sulap batil, yang seolah-olah muncul tiba-tiba dan tanpa sebab. Munculnya tentu mengikuti sunnatullah pada alam ini, yakni melalui proses yang menuju ke arah sana.
Menjelaskan hal itu, Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan,
“… Nabi memberikan kabar gembira tentang akan datangnya seseorang dari keluarganya. Beliau menyebutkannya dengan sifat-sifat yang menonjol. Di antara yang sifat terpenting adalah bahwa dia berhukum dengan Islam dan menebarkan keadilan di antara manusia.
Jadi, pada hakikatnya beliau termasuk para mujadid yang Allah subhanahu wa ta’ala munculkan di penghujung tiap seatus tahun, sebagaimana telah sahih berita (tentang hal ini) dari beliau shallallahu alaihi wa sallam. Ini (keberadaan mujadid pada tiap satu abad) juga tidak berarti bahwa tidak perlu berupaya mencari ilmu dan mengamalkannya untuk memperbarui agama.
Baca juga: Akidah Dua Mujadid dalam Islam
Jadi, akan keluarnya (Imam) Mahdi tidaklah berarti bermalas-malas karenanya, tidak bersiap atau beramal untuk menegakkan hukum Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi. Justru sebaliknya, (beramal) itulah yang benar. Sebab, (Imam) Mahdi tidak mungkin upayanya lebih dari Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang selama 23 tahun berbuat untuk mengokohkan pilar-pilar Islam dan menegakkan negaranya.
Kira-kira, apa yang akan dilakukan oleh (Imam) Mahdi seandainya ia muncul dan mendapati kaum muslimin dalam kondisi terpecah, berkelompok-kelompok, dan ulama mereka (muncul)—kecuali sedikit dari mereka— (karena) orang-orang telah menjadikan mereka sebagai para pemimpin. Tentu (Imam Mahdi) tidak akan dapat menegakkan negara Islam kecuali setelah mempersatukan kalimat mereka, menyatukan mereka dalam satu barisan dan dalam satu bendera.
Tanpa diragukan, ini membutuhkan waktu yang panjang. Allah Mahatahu tentangnya. Syariat dan akal, keduanya mengharuskan agar orang-orang yang ikhlas dari kalangan muslimin menjalankan kewajiban ini. Jadi, manakala (Imam) Mahdi keluar, tiada kebutuhan kecuali tinggal menggiring mereka kepada kemenangan. Kalaupun belum keluar, mereka pun telah melakukan kewajiban mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ
Dan katakanlah, “Beramallah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amalan kalian itu.” (at-Taubah: 105) (Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, 4/42—43)
Wallahu a’lam.
[1] Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Bendera itu bukanlah yang dibawa oleh Abu Muslim dari Khurasan, yang kemudian menghancurkan dinasti Bani Umayyah pada 132 H. Itu adalah bendera hitam lain, yang datang mengiringi (Imam) Mahdi.” (an-Nihayah, 1/17)
Bendera itu bukan pula pasukan Taliban yang di Afganistan, sebagaimana yang disebut dalam poster berjudul Huru-Hara Akhir Zaman karya Amin Muhammad Jamaludin yang laris itu. Selebaran itu sendiri sarat dengan berbagai ramalan dan takwil (baca: penyelewengan makna) hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang tanda-tanda hari kiamat. Hendaknya kaum muslimin tidak lekas terkesima dengan takwil semacam itu. Hal ini pun tidak berarti mengingkari hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang peristiwa akhir zaman.