Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan, seorang wanita (alhamdulillah sudah memiliki tiga orang putra) berdoa kepada Allah agar tidak memberikan keturunan dahulu kepadanya? Bukan masalah rezeki yang dikhawatirkan, melainkan dia ingin lebih khusyuk ketika shalat dan bisa melunasi utang puasa sebanyak enam bulan. Selain itu, dia punya penyakit hipotensi (rendah tensinya), jadi mudah lemas dan lelah. Dia juga ingin sekali mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an-nya.
Di antara doa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar kita panjatkan adalah
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةً وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (al-Baqarah: 201)
Allah berfirman tentang orang yang membaca doa tersebut,
أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمۡ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُواْۚ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلۡحِسَابِ
“Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (al-Baqarah: 202)
Baca pula: Mengutamakan Akhirat di Atas Dunia
Demikian pula doa,
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah, tolonglah aku agar berzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan baik dalam beribadah kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud no. 1522 dari sahabat Muadz bin Jabal radhiallahu anhu)
Masih banyak lagi doa-doa yang umum untuk memohon kebaikan dunia dan akhirat.
Baca juga: Kewajiban Mensyukuri Nikmat
Kita tidak mengetahui, mana sebenarnya yang terbaik bagi dunia dan akhirat kita. Yang jelas Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengingatkan agar umatnya berusaha memperbanyak keturunan. Beliau bersabda,
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ
“Nikahilah wanita-wanita yang penyayang dan yang bisa melahirkan banyak anak. Sebab, dengan sebab kalian, aku berharap menjadi nabi yang paling banyak umatnya daripada nabi-nabi yang lain.” (HR. Abu Dawud no. 2050)
Maka dari itu, kita sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam harus mendukung cita-cita yang mulia ini.
Baca juga: Menikah, Memperbanyak Umat Rasul
Kita pun tidak bisa berspekulasi, apakah keturunan yang sedikit (dua atau tiga anak), membuat ibadah kita menjadi lebih khusyuk atau justru sebaliknya. Demikian juga utang puasa, seorang wanita tidak wajib menunaikannya ketika belum memiliki kemampuan dan kesempatan. Puasa tersebut menjadi utang manakala sudah ada kesempatan dan kesanggupan, tetapi belum dikerjakan.
Baca juga: Orang-Orang yang Tidak Wajib Berpuasa
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
“Tidaklah Allah membebani suatu jiwa kecuali sesuai dengan kesanggupannya.” (al-Baqarah: 286)
Baca juga: Syariat Membawa Nikmat
Keinginan untuk menyelesaikan hafalan Al-Qur’an sudah barang tentu merupakan keinginan yang sangat mulia dan terpuji. Namun, tidak kalah terpuji dan mulia ketika seseorang bisa memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam keluarga (menunaikan hak anak dan suami). Bisa menggabungkan semuanya, tentu itu yang diharapkan.
Jika tidak, kita mengetahui, mana yang lebih baik bagi kita, menyelesaikan hafalan Al-Qur’an ataukah tetap menambah keturunan sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Allah, kemudian bertawakal dan ber-ta’awun (bekerja sama) dengan suami untuk mendidik anak-anak tersebut hingga menjadi anak-anak yang saleh dan salihah yang kelak akan mendoakan kedua orang tuanya.
Baca juga: Kewajibanmu dalam Keluarga
Sekadar berusaha mengatur jarak waktu kehamilan, misalnya dengan menundanya karena faktor kesehatan si ibu yang tidak mendukung atau bayi yang ada belum siap lepas dari ASI, (bukan dalam rangka membatasi keturunan), diperbolehkan oleh ulama dengan cara ‘azl, menggunakan alat kontrasepsi atau obat-obatan yang tidak berbahaya. Itu pun dilakukan dengan kesepakatan suami dan istri.
Baca juga: Tanya Jawab Ringkas – Seputar Pernikahan
Wallahu a’lam bish-shawab.