Bolehkah berdoa dalam hati tanpa mengangkat tangan? Misalnya, ingin banyak berdoa, tetapi ramai orang.
Mengangkat tangan merupakan salah satu adab yang disunnahkan ketika berdoa dan salah satu sebab terkabulkannya doa.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Pemurah. Dia malu apabila seseorang menengadahkan tangannya (berdoa) kepada-Nya, kemudian membiarkannya kembali dalam keadaan kosong dan kecewa.” (HR. Ahmad 5/438, Abu Dawud no. 1488, dan at-Tirmidzi no. 3551; Syaikh al-Albani rahimahullah menilai hadits ini sahih)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda
إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ:
“Sesungguhnya, Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya, Allah memerintahkan kepada kaum mukminin sebagaimana yang Dia perintahkan kepada para rasul.
Baca juga: Seri Asmaul Husna: Ath-Thayyib
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلرُّسُلُ كُلُواْ مِنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَٱعۡمَلُواْ صَٰلِحًا
‘Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amalan yang saleh.’ (al-Mu`minun: 51)
Allah juga berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقۡنَٰكُمۡ
‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian.’ (al-Baqarah: 172)
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ
“Kemudian beliau menyebutkan tentang seseorang yang menempuh safar yang jauh, rambutnya acak-acakan, dan kaki yang penuh debu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdoa, ‘Ya Rabbku… Ya Rabbku…’.”
وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Akan tetapi, makanannya (yang dia makan) haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia hidup dari harta yang haram. Lantas bagaimana mungkin akan dikabulkan doanya?” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Seseorang tetap bisa berdoa walaupun tanpa mengangkat tangan. Tidak semua doa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam beliau lakukan dengan mengangkat tangan. Di antaranya doa-doa ketika shalat. Demikian pula ketika beliau mendoakan para sahabatnya, tidak diriwayatkan beliau melakukannya dengan mengangkat tangan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Adapun tentang berdoa dalam hati, boleh saja seseorang berdoa dalam hatinya karena
إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمُۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada-dada (mu).” (Ali Imran: 119)
Namun, sebaiknya doa dilafalkan dengan menggerakkan lisan dan bibir walau tanpa mengeluarkan suara. Di antara dalil yang menjelaskan hal ini adalah riwayat Abu Ma’mar rahimahullah. Dia bertanya kepada sahabat Khabbab radhiallahu anhu,
أَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْنَا: بِمَ كُنْتُمْ تَعْرِفُونَ ذَاكَ؟ قَالَ: بِاضْطِرَابِ لِحْيَتِهِ
“Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam membaca pada saat shalat Zuhur dan Asar?”
Khabbab menjawab, “Ya, (beliau membaca).”
Kami bertanya, “Bagaimana kalian mengetahuinya?”
Beliau menjawab, “Kami mengetahui dengan getaran (gerakan) jenggotnya.” (HR. al-Bukhari no. 746 dalam “Bab Tidak Cukup Hanya Membaca dalam Hati Apabila Tidak Mengucapkan dengan Lisannya”)
Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
“Dalam hadits tersebut ada dalil yang menunjukkan bahwasanya bacaan sirr (yang tidak jahar) harus dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir. Oleh karena itu, jenggot bergerak. Ketentuan ini adalah suatu keharusan ketika membaca Al-Qur’an, zikir, dan bacaan yang lainnya. Ibnul Abidin rahimahullah berkata, ‘Bacaan Al-Qur’an dan takbir dengan menggerakkan mulut hukumnya wajib.’
Beliau juga berkata, ‘Mengucapkannya adalah rukun. Barang siapa hanya merenungi atau membacanya dalam hati, tidak sah. Hal itu berlaku pada semua bacaan dalam shalat.’
Abu Musa dari kalangan ulama mazhab Hambali berkata, ‘Bacaan yang sir atau tidak jahar ketika shalat adalah dengan menggerakkan lisan dan kedua bibir untuk mengucapkan bacaan Al-Qur’an tersebut. Adapun bacaan jahar adalah dengan terdengarnya suara oleh dirinya sendiri dan orang yang ada di sampingnya’.” (Fathul Bari 4/422; dari Maktabah Syamilah)
Wallahu a’lam bish-shawab. Semoga bisa dipahami.