السلام عليكم ورحمة الله و بركاته
ISIS memang lagi eksis. Setiap ada aksi radikalisme sedikit-sedikit langsung dihubungkan dengan ISIS. Kalau dahulu, sedikit-sedikit al-Qaeda atau Jamaah Islamiyah, sekarang “kiblat” itu beralih ke ISIS.
Sejatinya ISIS atau al-Qaeda, atau gerakan radikal yang lain, tetaplah 11-12. Sebagai organisasi menyimpang, yang pijakan akidah dan prinsip syar’inya rapuh, mereka juga gontok-gontokan, dan main kafir-kafiran juga. Geli sekaligus miris.
Gerakan radikal, apa dan di mana pun, dipastikan berakar dari paham Khawarij di masa lalu, yang merupakan kelompok sempalan pertama dalam Islam. Walaupun di sisi lain, sejarah juga mencatat, betapa gerakan radikal juga selalu ditumpangi oleh kepentingan musuh-musuh Islam.
Sebutlah peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, yang diotaki oleh “Mossad” kala itu, yaitu Abdullah bin Saba’. Paham Khawarij yang waktu itu tumbuh subur di Irak dan Mesir, seperti gayung bersambut bagi tokoh Yahudi asal Yaman ini. Terjadilah apa yang terjadi, seorang manusia terbaik setelah para nabi dan rasul meninggal akibat provokasi si Yahudi.
Demikian juga dengan pembunuhan atas Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Lagi-lagi paham Khawarij menjadi motor penggerak peristiwa ini. Benarlah apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Khawarij, kelompok ini membiarkan para penyembah berhala, namun membunuhi kaum muslimin, termasuk orang-orang terbaiknya. Na’udzubillah.
ISIS menjadi fenomenal karena banyaknya rekaman kekejamannya yang beredar di internet. Walaupun masih jadi pertanyaan apakah segala perilaku kejamnya benar-benar dilakukan ISIS atau sekadar stigmatisasi, memang muncul beberapa anomali. ISIS belum pernah berkonfrontasi dengan Syiah, yang notabene musuh ideologis ISIS. ISIS juga belum pernah terlibat pertempuran dengan Israel yang seharusnya juga menjadi musuh nyata ISIS.
Tak mengherankan, jika ada analisis intelijen yang menyebutkan bahwa pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, sesungguhnya adalah agen Mossad. Serangan koalisi Rusia dan AS, dkk, yang berburu ISIS dikhawatirkan juga tidak pernah menyasar ke tempat-tempat yang terduga markas ISIS, tetapi justru kaum muslimin.
Jadi, ISIS seperti sebuah entitas yang sengaja diciptakan untuk menjadi magnet kalangan Islam radikal. Dengan menjadikan ISIS sebagai magnet, musuh-musuh Islam akan menjadi lebih mudah kala memetakan afiliasi gerakan Islam radikal di negara-negara lain. Lebih diharapkan lagi, ada yang mau berdatangan ke wilayah ISIS, kemudian ditumpas dengan sekali pukul.
ISIS sebagai boneka atau benar-benar sebuah gerakan murni dari kelompok militan, akhirnya menjadi pembenar pihak Barat untuk membantai umat Islam. Jadi, Barat (nonmuslim) dengan sekali dayung bisa melampaui lebih dari dua pulau, bahkan lebih. Islam kian dikesankan sebagai agama yang horor, Barat pun bisa dengan leluasa memilih sasaran serangan yang tak ada hubungannya dengan ISIS. Belum lagi keuntungan ekonomi yang didapat sebagai konsesi atas peran militer mereka.
Maka dari, kita perlu lebih cerdas bersikap. Apa yang tampak di atas panggung, tidak melulu sama dengan skenarionya. Semangat keislaman tak lantas membuat kita melontarkan puja-puji setinggi langit terhadap ISIS. Di lain pihak, kita pun tak perlu berkata nyinyir, menuduh setiap paham yang berbeda dengan ormas yang dia anut secara fanatik, sebagai Islam radikal, lantas dengan membabi buta dan asal pukul rata, menghubung-hubungkannya dengan ISIS.
Kita anti-ISIS tetapi kita juga perlu kritis.
والسلام عليكم ورحمة الله و بركاته