Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memuliakan hamba-hamba-Nya dengan menganugerahi mereka sifat ulfah (kedekatan sesama mereka) di dalam agama. Segala puji bagi-Nya yang telah memberikan taufik kepada akhlak yang paling mulia. Segala puji bagi-Nya yang telah menganugerahi mereka sifat sayang kepada kaum mukminin dan menghiasi mereka dengan akhlak yang mulia dan perangai yang diridhai.
Segala puji pula bagi-Nya yang telah menjadikan mereka meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam perbuatan, akhlak, pergaulan, dan amalan. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala telah memuji beliau dalam firman-Nya,
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sesungguhnya engkau berada di atas akhlak yang agung.” (al-Qalam: 4)
Allah subhanahu wa ta’ala telah menyeru beliau kepada akhlak yang agung,
فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ
“Berilah maaf kepada mereka, mintakanlah ampun buat mereka, dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam banyak hal. Jika kamu memiliki tekad kuat (untuk melakukan sesuatu), bertawakkallah kepada Allah.” (Ali Imran: 159)
Baca juga:
Di antara kebagusan pergaulan beliau dan keindahannya, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ
“Jika kamu keras hati, niscaya mereka akan lari darimu.” (Ali Imran: 159)
خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ
“Berikanlah maaf, serulah kepada yang baik, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (al-A’raf: 199)
Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Akhlaknya adalah Al-Qur’an.”
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah menjadikan hamba-Nya memiliki akhlak yang agung dan mulia. Dialah yang telah membimbing mereka pada akhlak dan adab yang terpuji, serta menyelamatkan mereka dari akhlak yang tercela. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَوۡ أَنفَقۡتَ مَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعًا مَّآ أَلَّفۡتَ بَيۡنَ قُلُوبِهِمۡ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ أَلَّفَ بَيۡنَهُمۡۚ
“Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Akan tetapi, Allah telah mempersatukan hati mereka.” (al-Anfal: 63)
Ulfah (kedekatan hati) akan melahirkan ukhuwah. Ukhuwah akan melahirkan kebagusan dalam bergaul dan berteman. Allah subhanahu wa ta’ala-lah yang memberikan taufik kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki dan membantu mereka dengan karunia serta keluasan rahmat-Nya.
Baca juga:
Adab berteman dan bergaul banyak bentuknya. Setiap golongan manusia berhak mendapatkan adab-adab berteman dan bergaul. Oleh karena itu, wajib atas setiap mukmin untuk menjaga hak saudaranya dan memperbagus pergaulannya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa mukmin itu adalah bersaudara, bagaikan satu jasad (tubuh). Jadi, mereka semestinya tolong-menolong dalam kebaikan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوْادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَى
“Permisalan orang yang beriman dalam cinta kasih dan sayang mereka bagaikan satu jasad. Apabila salah satu anggota tubuh mengeluh kesakitan, anggota tubuh yang lain akan ikut merasakannya dengan begadang dan merasa panas.” (HR. Muslim, no. 4685)
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan satu bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” (HR. al-Bukhari, no. 2266)
Apabila Allah subhanahu wa ta’ala menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, niscaya Allah subhanahu wa ta’ala memberikan taufik untuk berteman dengan Ahlus Sunnah, dengan orang yang selalu menjaga diri, orang yang baik, dan baik agamanya. Allah subhanahu wa ta’ala menyelamatkannya dari berteman dengan pengekor hawa nafsu, ahli bid’ah, dan orang-orang yang menyimpang.
Baca juga:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الرَّجُلُ عَلَى دِيْنِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang berada di atas agama temannya, maka hendaklah setiap kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dll.)
Seorang penyair berkata,
عَنِ الْمَرْءِ لَا تَسْأَلْ وَسَلْ عَنْ قَرِينِهِ
فَكُلُّ قَرِيْنٍ بِالْمُقَارَنِ مُقْتَدِي
Janganlah engkau bertanya tentang jati diri seseorang, tetapi tanyakanlah siapa temannya
karena setiap orang akan mengikuti temannya
(lihat Muqaddimah Adab ash-Shuhbah karya Imam Abdurrahman as-Sulami)
Watak dan karakter yang berbeda sangat memengaruhi pergaulan sehari-hari. Perbedaan watak dan karakter menyebabkan setiap individu akan mencari yang serupa dan menolak jika tidak sama. Yang baik akan bergabung dengan yang baik dan yang jelek akan bergabung dengan yang jelek.
Hal ini telah disinyalir oleh Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam dalam sabdanya,
الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh itu ibarat sebuah pasukan yang kokoh. Bila dia saling kenal, akan bertemu dan bila saling tidak kenal, akan berpisah.”
Imam al-Baghawi rahimahullah mengatakan,
“Hadits ini disepakati ulama kesahihannya, diriwayatkan oleh Muhammad (al-Bukhari rahimahullah, pen.) dari Aisyah radhiyallahu anha, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dari Yazid bin al-Asham, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhum.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu berkata, ‘Ruh itu seorang tentara yang dipersiapkan akan bertemu dengan yang sepadan. Sebagaimana kuda, jika dia cocok, akan menyatu dengannya. Apabila tidak, akan berpisah.’
Baca juga:
Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa ruh-ruh diciptakan sebelum jasad dan bahwa ruh merupakan makhluk. Ketika bersatu atau berpisah, ia bagaikan sebuah pasukan yang bertemu atau berhadapan. Hal ini karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikannya ada yang beruntung dan ada pula yang celaka.
Setelah itu, di dunia, jasad yang menjadi tempat ruh akan bertemu atau berpisah sesuai dengan keserupaan atau tidaknya, yang telah diciptakan baginya di awal penciptaannya. Karena itu, engkau melihat seseorang yang baik akan mencintai yang baik, dan orang yang jahat akan senang kepada yang serupa. Masing-masing dari keduanya akan lari dari lawannya.” (Syarhus Sunnah 13/57)
An-Nawawi rahimahullah dalam syarah beliau menjelaskan, “Orang yang baik akan condong kepada orang yang baik dan orang yang jahat akan condong kepada yang jahat.”
Sesungguhnya kehidupan ini adalah bagian kecil dari karunia Allah subhanahu wa ta’ala bagi manusia. Dia-lah yang telah menciptakan kehidupan dan kematian agar Allah subhanahu wa ta’ala menguji siapa yang paling baik amalnya di antara mereka. Dia pula yang telah memilih siapa di antara para hamba-Nya yang paling dekat dengan-Nya dan siapa yang dijauhkan. Dia pula yang telah mengangkat dan merendahkan siapa yang dikehendaki-Nya.
Dengan beramal, seseorang akan menjadi mulia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan menjadi generasi terbaik dalam kurun kehidupan manusia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.” (al-Hujurat: 13)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.” (HR. al-Bukhari, no. 2457)
يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٍۚ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (al-Mujadalah: 11)
Baca juga:
Generasi siapakah yang mendapatkan karunia pengangkatan derajat pertama kali dari umat ini dengan ilmu dan amal? Itulah generasi sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits Imran bin Hushain radhiyallahu anhu di atas.
Bagaimanakah mereka berteman, bergaul, dan bersahabat? Apakah mereka mendahulukan kesukuan dan ras? Atau mendahulukan karakteristik dan perasaan? Atau mendahulukan kekeluargaan?
Untuk menjawab semua pertanyaan ini, mari kita lihat bagaimana sifat-sifat mereka yang telah diabadikan Allah subhanahu wa ta’ala dalam banyak ayat-Nya. Di antaranya,
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ أَشِدَّآءُ عَلَى ٱلۡكُفَّارِ رُحَمَآءُ بَيۡنَهُمۡۖ تَرَىٰهُمۡ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبۡتَغُونَ فَضۡلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنًاۖ سِيمَاهُمۡ فِي وُجُوهِهِم مِّنۡ أَثَرِ ٱلسُّجُودِۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِۚ وَمَثَلُهُمۡ فِي ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطَۡٔهُۥ فََٔازَرَهُۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ ٱلۡكُفَّارَۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ مِنۡهُم مَّغۡفِرَةً وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang kepada sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Kemudian tunas itu menjadikan tanamannya kuat, besar, dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (al-Fath: 29)
وَٱلَّذِينَ تَبَوَّءُو ٱلدَّارَ وَٱلۡإِيمَٰنَ مِن قَبۡلِهِمۡ يُحِبُّونَ مَنۡ هَاجَرَ إِلَيۡهِمۡ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمۡ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُواْ وَيُؤۡثِرُونَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ وَلَوۡ كَانَ بِهِمۡ خَصَاصَةٌۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفۡسِهِۦ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
“Orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin). Mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-Hasyr: 9)
Baca juga:
Adakah sifat pergaulan dan persahabatan dalam bermuamalah yang paling tinggi dari apa yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam ayat-ayat di atas? Mereka adalah orang yang keras terhadap orang kafir dan penyayang sesama mereka. Mereka adalah orang yang taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam melaksanakan segala kewajiban. Mereka adalah orang yang tulus ikhlas dalam mencari karunia Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka adalah orang-orang yang tangguh dan kukuh. Mereka adalah orang yang ditakuti oleh musuh-musuh Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka adalah orang yang mencintai saudaranya lebih dari diri mereka sendiri. Mereka adalah orang yang tidak kikir dan bakhil. Mereka mengutamakan saudaranya daripada kepentingan mereka sendiri.
Dengan semua sifat ini, adakah kecurigaan dalam berteman dan persahabatan di antara mereka, buruk sangka, saling benci, saling hasad, saling mencela, saling menjatuhkan, saling menjauhi, mencari-cari kesalahan, dan saling berpaling?
Cukuplah pujian dan sanjungan Allah subhanahu wa ta’ala untuk mereka sebagai generasi terbaik umat ini yang patut untuk diteladani.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَٱصۡبِرۡ نَفۡسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥۖ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنَاكَ عَنۡهُمۡ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan keadaannya itu melewati batas.” (al-Kahfi: 28)
فَأَعۡرِضۡ عَن مَّن تَوَلَّىٰ عَن ذِكۡرِنَا وَلَمۡ يُرِدۡ إِلَّا ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا
“Berpalinglah (wahai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.” (an-Najm: 29)
وَإِن تُطِعۡ أَكۡثَرَ مَن فِي ٱلۡأَرۡضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ هُمۡ إِلَّا يَخۡرُصُونَ
“Jika kamu menuruti kebanyakan orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (al-An’am: 116)
Rasulullah shallallahi alaihi wa sallam memerintahkan kepada kaum lelaki ketika mencari pasangan, “Pilihlah yang beragama. Jika tidak, akan celaka kedua tanganmu.”
An-Nawawi rahimahullah berkata,
“Di dalam hadits ini terdapat anjuran dan dorongan untuk berteman dengan orang yang memiliki agama dalam segala permasalahan. Sebab, berteman dengan mereka akan mendapatkan kebagusan akhlak mereka, keberkahan, dan kebagusan jalan mereka. Selain itu, akan terpelihara dari kerusakan yang akan timbul dari mereka.” (Syarah Shahih Muslim, 10/52)
Sesungguhnya, syariat telah menganjurkan kita untuk berteman dengan orang-orang yang baik dan menjauhkan diri dari teman yang jelek. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ
“Seseorang berada di atas agama temannya.” (HR. Ahmad)
Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga menjelaskan,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Permisalan teman yang baik dan teman yang jelek seperti (berteman) dengan pembawa minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun (berteman) dengan pembawa minyak wangi kemungkinan dia akan memberimu, kemungkinan engkau membelinya, atau kemungkinan engkau mencium bau yang harum. Dan (berteman) dengan tukang pandai besi kemungkinan dia akan membakar pakaianmu atau engkau mendapatkan bau yang tidak enak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Musa radhiyallahu anhu)
Baca juga:
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan,
“Di dalam hadits ini terdapat larangan berteman dengan seseorang yang akan merusak agama dan dunia. Hadits ini juga mengandung anjuran agar seseorang berteman dengan orang yang akan bermanfaat bagi agama dan dunianya.” (Fathul Bari 4/324)
Di dalam hadits ini terdapat bimbingan dan dorongan agar berteman dengan orang-orang yang saleh dan berilmu. Sebab, berteman dengan mereka akan mendatangkan kebaikan di dunia dan akhirat. Di samping itu, terdapat peringatan agar tidak berteman dengan orang yang jelek dan fasik karena akan membahayakan agama dan dunia.
Berteman dengan orang baik akan mewariskan kebaikan, sedangkan berteman dengan orang yang jahat akan mewariskan kejelekan. Tak ubahnya seperti angin, jika dia bertiup pada sesuatu yang wangi, ia akan membawa bau yang harum. Jika bertiup pada sesuatu yang busuk, ia akan membawa bau yang busuk. Walhasil, pertemanan akan berpengaruh.
Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (at-Taubah: 119)
Sebagian orang bijak berkata, “Hendaklah kalian selalu bersama Allah. Jika kalian tidak sanggup, bertemanlah kalian dengan orang yang (selalu) bersama Allah.” (Lihat Mirqatul Mafatih Syarah Misykatu al-Mashabih, 14/306)
Saudaraku, Anda pasti tidak akan sudi dan tidak ingin apabila api itu membakar pakaian Anda atau mendapatkan bau yang busuk. Jika Anda tidak sudi hal itu menimpa urusan dunia Anda, apakah Anda akan senang jika hal itu menimpa agama Anda?
Tentu, jawabannya lebih tidak senang. Mari kita simak sabda Rasul kita shallallahu alaihi wa sallam,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ
“Seseorang berada di atas agama temannya.” (HR. Ahmad)
Bagaimanakah pendapat Anda apabila:
Sudikah Anda berteman dengan mereka?
Jika Anda mengatakan ya, berarti Anda harus bersiap menuju kehancuran dan kehinaan hidup. Sebab, Anda telah melanggar perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Jika Anda mengatakan tidak, tahukah Anda, teman baik yang harus Anda cari?
Teman yang baik adalah teman yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
Oleh karena itu, jika pertemanan tidak dibangun di atas ketaatan, kelak di hari kiamat akan berubah menjadi permusuhan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ٱلۡأَخِلَّآءُ يَوۡمَئِذِۢ بَعۡضُهُمۡ لِبَعۡضٍ عَدُوٌّ إِلَّا ٱلۡمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (az-Zukhruf: 67)
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim, dari sahabat Musayab radhiyallahu anhu, yang menyaksikan kematian Abu Thalib, paman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Bagi kita, tidaklah tersembunyi perihal pembelaan beliau terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam mendakwahkan agama Allah subhanahu wa ta’ala ini. Dengarkan berita ketika matinya,
“Tatkala Abu Thalib di atas ranjang kematiannya, datanglah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepadanya dengan menawarkan Islam, ‘Wahai pamanku, ucapkan kalimat laa ilaaha illallah, kalimat yang dengannya aku bisa membelamu kelak di sisi Allah.’
Dua saudara Abu Thalib, yaitu Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahl, yang lebih dahulu hadir mendiktekan sesuatu yang bertolak belakang dengan ajakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka membujuk Abu Thalib tetap mempertahankan agama kufurnya. Takdir telah mendahului dia bahwa dia mati dalam kondisi kafir di atas agama nenek moyangnya.”
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah mengambil faedah dari hadits ini dalam Kitab at-Tauhid, Bab firman Allah, “Innaka Laa Tahdi Man Ahbabta” faedah yang kedelapan, bahaya teman yang jahat terhadap seseorang.
Dia termasuk salah seorang berilmu pada masa tabiin. Dia meriwayatkan dari Aisyah, Abu Musa, dan Ibnu Abbas radhiyallahu anhum. Di antara ulama yang meriwayatkan darinya ialah Ibnu Sirin, Qatadah, dan Yahya bin Abi Katsir. Akan tetapi, dia termasuk tokoh Khawarij. Sebab awalnya adalah dia ingin menikahi anak pamannya yang berpemahaman Khawarij. Kata Ibnu Sirin, dia menikahinya dalam rangka membantahnya. Namun, istrinya yang justru menyeretnya ke dalam mazhab Khawarij.
Baca juga:
Disebutkan oleh al-Madaini bahwa wanita itu memiliki kecantikan, sementara dia memiliki rupa yang jelek. Pada suatu hari, wanita tersebut berkata kepadanya, “Saya dan kamu di dalam surga karena kamu diberi lantas kamu bersyukur, sedangkan aku diuji lantas aku bersabar.”
Beliau adalah hafizh besar, alim negeri Yaman pada masanya. Beliau berangkat mendulang ilmu ke negeri Hijaz, Syam, dan Irak. Beliau tertipu dengan pemikiran gurunya, Ja’far bin Sulaiman adh-Dhaba’i, sehingga terpengaruh paham Syiah.
Baca juga:
Beliau adalah salah satu dari sederetan ulama ahli hadits, bahkan ulama mereka. Beliau terpengaruh paham Asy’ariyah dari Ibnu Faurak dan semisalnya.
Beliau termasuk salah seorang periwayat Shahih al-Bukhari. Beliau juga menulis ilzamat atas ash-Shahihain. Beliau termasuk murid Imam ad-Daraquthni. Beliau mendengar Imam ad-Daraquthni memuji al-Baqillani, lalu beliau terpengaruh dan mencintainya sehingga beliau terjatuh ke dalam mazhab Asy’ariyah serta menyebarkannya di negeri Maghrib (Afrika Utara bagian barat).
(Lihat Siyar A’lamin Nubala’ karya Imam adz-Dzahabi dalam biografi para ulama di atas. Lihat pula tulisan asy-Syaikh Rabi, Syarah ‘Aqidatus Salaf Ashabil Hadits, hlm. 302)
Ini adalah beberapa contoh orang yang terpengaruh dengan paham kesesatan karena salah memilih teman.
Jika hal itu terjadi pada diri para ulama besar, akankah kita akan merasa aman?
Wallahu a’lam bish-shawab.