Dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah berdoa,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا. قَالَ: قَالُوا: وَفِي نَجْدِنَا؟ قَالَ: قَالَ: هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالفِتَنُ، وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Ya Allah, berkahilah untuk kami pada Syam kami dan Yaman kami.”
Sahabat berkata, “Dan juga Najd kami?”
Beliau bersabda, “Di (Najd) sana muncul bencana dan fitnah-fitnah. Dan di sana akan muncul tanduk setan.”
Hadits dengan lafadz di atas diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya bab “Ma Qila fi az-Zalazil wal Ayat”, melalui jalan Muhammad bin al-Mutsanna, dari Husain bin al-Hasan, dari Ibnu ‘Aun, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar bin al-Khaththab.
Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari dalam bab “Al-Fitnah min Qibalil Masyriq (Fitnah dari Arah Timur)” melalui jalan Ali bin Abdillah, dari Azhar bin Sa’d, dari Ibnu ‘Aun, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dengan lafadz,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي يَمَنِنَا. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَفِي نَجْدِنَا؟ قَالَ: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا، اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي يَمَنِنَا. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَفِي نَجْدِنَا؟ فَأَظُنُّهُ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ: هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالْفِتَنُ، وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
Ibnu Umar menyebut Nabi, beliau bersabda, “Ya Allah, berkahilah untuk kami Syam kami. Ya Allah, berkahilah untuk kami Yaman kami.”
Sahabat berkata, “Juga untuk Najd kami.”
Nabi bersabda, “Ya Allah, berkahilah untuk kami Syam kami. Ya Allah, berkahilah untuk kami Yaman kami.”
Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, juga untuk Najd kami.”
Aku mengira pada kali yang ketiga Rasulullah bersabda, “Di sanalah terjadi goncangan-goncangan (gempa), kejelekan-kejelekan, dan di sana pula akan terbit tanduk setan.”
Keberkahan sebuah negeri adalah nikmat yang besar. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ َٱلۡأَرۡضِ وَلَٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَٰهُم بِمَا كَانُواْ يَكۡسِبُونَ
“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (al-A’raf: 96)
Di antara bentuk keimanan—yang merupakan sebab keberkahan—adalah doa, memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar Dia melimpahkan berkah. Dalam hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajari umatnya untuk meminta keberkahan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau berdoa,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَفِي يَمَنِنَا
“Ya Allah, berkahilah untuk kami pada Syam kami dan Yaman kami.”
Dalam doa ini, beliau mendoakan keberkahan untuk Syam dan Yaman. Dari hadits ini tentu tidak dipahami bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanya mendoakan keberkahan untuk Syam dan Yaman, atau tidak pula dipahami bahwa negeri yang diberkahi hanya Syam dan Yaman.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga mendoakan keberkahan untuk Makkah dan Madinah, dua kota suci. Bahkan, sebelumnya Nabi Ibrahim alaihis salam telah mendoakan keberkahan untuk kota Makkah.
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلًا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, “Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” (al-Baqarah: 126)
Setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendoakan keberkahan untuk Syam dan Yaman, sebagian sahabat meminta Rasulullah mendoakan Najd.
قَالُوا: وَفِي نَجْدِنَا؟
Sahabat berkata, “Dan juga Najd kami?”
Permintaan sahabat ini ternyata didiamkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau kemudian justru memberikan kabar gaib tentang berbagai guncangan, bencana, dan kejelekan-kejelekan yang akan muncul dari Najd dengan sabda beliau,
قَالَ: هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالفِتَنُ، وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Di sana (Najd) muncul goncangan-goncangan dan bencana-bencana. Dan di sanalah akan muncul tanduk setan.”
Yang menarik dan perlu menjadi perhatian kita, Najd manakah yang dimaksud Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?
Berdasarkan riwayat yang sahih, Najd yang dimaksud adalah Irak. Pembahasan ini sangat penting. Sebab, para pengekor hawa nafsu, ahlul ahwa’ wal bida’, dan penentang dakwah tauhid memberikan penafsiran bahwa Najd yang dimaksud adalah Riyadh, ibukota Kerajaan Arab Saudi saat ini. Dari situ kemudian mereka mencela dan mencerca negeri yang telah berkhidmah kepada Islam dan kaum muslimin, negeri yang menjaga kemuliaan dua kota suci, Makkah dan Madinah.
Di masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kebencian dan kedengkian kaum munafik kepada Islam dan dakwah Islam terus bermunculan dalam berbagai aksi dan makar keji. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat selalu menjadi sasaran celana dan ejekan orang munafik dan kafir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ ءَامِنُواْ كَمَآ ءَامَنَ ٱلنَّاسُ قَالُوٓاْ أَنُؤۡمِنُ كَمَآ ءَامَنَ ٱلسُّفَهَآءُۗ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلسُّفَهَآءُ وَلَٰكِن لَّا يَعۡلَمُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka, “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman,” mereka menjawab, “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (al-Baqarah: 13)
Lihat apa yang Allah subhanahu wa ta’ala kabarkan kepada kita. Betapa lancang orang-orang munafik menghina para sahabat dengan mengatakan bahwa mereka dungu lagi bodoh, padahal orang-orang munafiklah yang dungu dan bodoh.
Lebih kejam lagi, mereka berusaha mencemarkan nama baik Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka telah dan terus berupaya membidik Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam setiap kesempatan yang mereka miliki.
Tuduhan bahwa istri Rasulullah, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha berzina dengan sahabat Shafwan bin Mu’aththal disebarkan oleh Abdullah bin Ubai bin Salul—pemimpin kaum munafik saat itu—hingga kesedihan mendalam menimpa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan keluarga beliau. Sampai akhirnya Allah subhanahu wa ta’ala membebaskan Aisyah radhiyallahu anha dari tuduhan tersebut dengan turunnya surat an-Nur. Walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.
Sebuah catatan penting bahwa sudah menjadi kebiasaan ahlul bida’ wal ahwa dari masa ke masa, menyebarkan kesesatan dengan menyimpangkan makna ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Di hadapan nas-nas al-Kitab dan as-Sunnah, mereka tidak tunduk. Mereka mengambil sebagian ayat dan membuang sebagian yang lain. Persis seperti tingkah polah Ahlul Kitab,
أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ ٱلۡكِتَٰبِ وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٍۚ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٌ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ
“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu, kecuali kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (al-Baqarah: 85)
Bagi para pengikut hawa nafsu, nas-nas yang membantah pemikiran mereka segera mereka sembunyikan. Sementara itu, nas-nas yang bisa mereka simpangkan maknanya segera mereka tebarkan dengan bumbu-bumbu kebatilan.
Demikianlah mereka, menghalalkan segala cara termasuk memelintir ayat-ayat al-Qur’an dan sabda-sabda Rasul untuk memerangi kebenaran dan membela kebatilan. Kelakuan mereka telah diperingatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya,
هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ عَلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَ مِنۡهُ ءَايَٰتٌ مُّحۡكَمَٰتٌ هُنَّ أُمُّ ٱلۡكِتَٰبِ وَأُخَرُ مُتَشَٰبِهَٰتٌۖ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمۡ زَيۡغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَٰبَهَ مِنۡهُ ٱبۡتِغَآءَ ٱلۡفِتۡنَةِ وَٱبۡتِغَآءَ تَأۡوِيلِهِۦۖ وَمَا يَعۡلَمُ تَأۡوِيلَهُۥٓ إِلَّا ٱللَّهُۗ وَٱلرَّٰسِخُونَ فِي ٱلۡعِلۡمِ يَقُولُونَ ءَامَنَّا بِهِۦ كُلٌّ مِّنۡ عِندِ رَبِّنَاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya selain Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari isi Rabb kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal. (Ali Imran: 7)
Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa orang-orang yang berpenyakit hatinya selalu mencari dalil mutasyabihat yang menurut mereka menguatkan kebatilan, padahal sesungguhnya tidak seperti yang mereka sangka.
Di antara kabar gembira Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beliau mengabarkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menjaga agama ini dan akan terus ada para ulama yang membela syariat-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، وَلاَ مَنْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berada di atas al-haq. Mereka dimenangkan dan tidak membahayakan mereka sama sekali orang yang memusuhi dan menyelisihinya, hingga akhir zaman.”
Hadits ini adalah kabar gembira bahwasanya Islam yang murni—dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dakwah tauhid—ini akan terus berkibar di muka bumi dan senantiasa mendapatkan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala hingga akhir zaman, meskipun seluruh manusia dan jin berusaha memadamkannya.
Di antara bukti sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ini adalah kokohnya dakwah tauhid dan syariat Islam di Kerajaan Arab Saudi. Sungguh, negara yang menjadi pelayan dua kota suci Makkah dan Madinah ini selalu membela dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan dakwah tauhid. Doa-doa Nabi Ibrahim alaihis salam terkabul.
رَّبَّنَآ إِنِّيٓ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيۡرِ ذِي زَرۡعٍ عِندَ بَيۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجۡعَلۡ أَفِۡٔدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهۡوِيٓ إِلَيۡهِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُونَ
“Wahai Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Ibrahim: 37)
Sungguh, kita menyaksikan keberkahan Allah subhanahu wa ta’ala terlimpah atas negeri ini sebagai buah dari dakwah tauhid, dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang kemudian dilanjutkan oleh para ulama sunnah, seperti Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan lainnya hingga hari ini.
Namun, musuh Allah subhanahu wa ta’ala tidak pernah tinggal diam. Mereka tidak suka dakwah tauhid berkibar di mana pun di muka bumi ini. Mereka mencaci-maki Arab Saudi dan para ulama yang mendakwahkan tauhid dan memerangi kesyirikan.
Tentang sebagian manusia yang selalu menjelekkan sosok Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan ulama dakwah Ahlus Sunnah, kita katakana kepada mereka, “Wahai para pencela dakwah tauhid, datangkanlah kepada kami bukti bahwa dakwah yang dibawa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyelisihi al-Kitab dan as-Sunnah serta manhaj salaf!”
Sungguh, jika kalian membaca karya beliau dan dakwah yang beliau serukan, tidak lain adalah dakwah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kita ingatkan balasan Allah subhanahu wa ta’ala yang pedih bagi mereka yang mencela dakwah tauhid. Ingatlah kebinasaan Raja Abrahah dan pasukan bergajahnya. Lihat pula apa yang menimpa Abu Lahab, Abu Jahl, dan semua penentang dakwah tauhid. Bertakwalah kalian kepada Allah subhanahu wa ta’ala!
Sudah menjadi sunatullah, musuh-musuh dakwah dari kalangan orang kafir dan munafik tidak pernah suka dengan dakwah tauhid. Mereka tidak akan ridha berdirinya negeri tauhid sebagaimana mereka tidak rela apabila umat mengenal dan mengikuti para ulama penyeru tauhid.
Sudah dapat diperkirakan bahwa di antara cara yang mereka tempuh adalah menjatuhkan nama baik negara tauhid dan para ulama penyeru tauhid.
Cara ini sebenarnya telah usang. Orang kafir Quraisy dan kaum munafikin di zaman itu berusaha menjatuhkan nama baik Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Berbagai julukan buruk disematkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Beliau dikatakan sebagai pendusta, tukang sihir, orang gila, tersihir, dan sekian sematan-sematan buruk demi menjauhkan manusia dari hidayah Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالُواْ مَالِ هَٰذَا ٱلرَّسُولِ يَأۡكُلُ ٱلطَّعَامَ وَيَمۡشِي فِي ٱلۡأَسۡوَاقِ لَوۡلَآ أُنزِلَ إِلَيۡهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُۥ نَذِيرًا ٧ أَوۡ يُلۡقَىٰٓ إِلَيۡهِ كَنزٌ أَوۡ تَكُونُ لَهُۥ جَنَّةٌ يَأۡكُلُ مِنۡهَاۚ وَقَالَ ٱلظَّٰلِمُونَ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا رَجُلًا مَّسۡحُورًا
Dan mereka berkata, “Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?” Dan orang-orang yang zalim itu berkata, “Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir.” (al-Furqan: 7—8)
Hadits Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhuma yang kita bahas ini ternyata mereka simpangkan maknanya untuk menghantam dakwah tauhid, menjatuhkan Kerajaan Arab Saudi dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, serta seluruh ulama pengusung dakwah Ahlus Sunnah.
Dalam hadits Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata,
هُنَاكَ الزَّلاَزِلُ وَالفِتَنُ، وَبِهَا يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
“Di sana (Najd) muncul goncangan-goncangan dan kejelekan-kejelekan. Di sanalah akan muncul tanduk setan.”
Begitu mendapat kalimat Najd, serta-merta mereka mengatakan bahwa “Najd” yang dimaksud dalam hadits adalah “Najd Yamamah”, yakni Riyadh, ibukota Kerajaan Arab Saudi.
Syubhat itu mereka perkuat lagi dengan menukil sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang lain, yaitu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berada di kota Madinah dan mengatakan bahwa kejelekan, fitnah, dan kaum Khawarij akan muncul dari timur.
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَهُوَ مُسْتَقْبِلُ الْمَشْرِقِ، يَقُولُ: «أَلَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا، أَلَا إِنَّ الْفِتْنَةَ هَاهُنَا، مِنْ حَيْثُ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّيْطَانِ
Suatu saat Abdullah bin Umar mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda—dan ketika itu beliau menghadap arah timur—, “Ketahuilah, sesungguhnya keburukan datang dari sini. Ketahuilah sesungguhnya keburukan datang dari sini, dari arah munculnya tanduk setan.” (HR. Muslim no. 2095)
Dalam riwayat-riwayat sahih lainnya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberi isyarat dengan tangan beliau ke arah timur. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga pernah mengabarkan bahwa Khawarij muncul dari arah timur.
عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: سَأَلْتُ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ، هَلْ سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْخَوَارِجَ؟ فَقَالَ: سَمِعْتُهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ: قَوْمٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ لَا يَعْدُو تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ، كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ
Dari Yusair bin ‘Amr, dia berkata, “Aku bertanya kepada Sahl bin Hunaif radhiyallahu anhu, Apakah engkau mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyebutkan tentang Khawarij?”
Sahl berkata, “Aku mendengarnya—dan Nabi sambil mengisyaratkan tangannya ke arah timur—beliau bersabda, “Suatu kaum yang membaca al-Qur’an dengan lisan-lisan mereka, tetapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari badan hewan buruannya.” (HR. Muslim no. 1068)
Sabda-sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di atas segera dimanfaatkan oleh para pendengki tauhid dan sunnah untuk mengatakan bahwa timur Madinah adalah Riyadh, wilayah kelahiran dan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Inilah titik mutasyabihat yang dimanfaatkan oleh pengikut bid’ah demi menjatuhkan dakwah tauhid, demi menjatuhkan Kerajaan Arab Saudi. Lengkap sudah syubhat mereka untuk mencapai tujuan, menjatuhkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Kerajaan Arab Saudi dengan Riyadh sebagai ibukotanya.
Tanpa ilmu mereka mengatakan bahwa hadits ini menunjukkan kebatilan dakwah tauhid, dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Kata mereka, hadits ini menunjukkan rusaknya Kerajaan Arab Saudi.
Yang paling mengerti makna dan maksud kata “Najd” dalam hadits Ibnu Umar tentu saja Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Sudah semestinya kita kembali kepada sabda beliau lainnya yang menjelaskannya.
Dalam riwayat-riwayat sahih, kita dapatkan penjelasan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa yang beliau maksud dengan kata “Najd” adalah Irak. Lafadz tersebut jelas, tidak bisa lagi disimpangkan pada makna lainnya.
Disebutkan dalam hadits Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma, beliau berkata,
دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللهم بَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا وَمُدِّنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي شَامِنَا وَيَمَنِنَا. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: يَا نَبِيَّ اللهِ وَفِي عِرَاقِنَا. قَالَ: إِنَّ بِهَا قَرْنَ الشَّيْطَانِ، وَتَهَيُّجَ الْفِتَنِ، وَإِنَّ الْجَفَاءَ بِالْمَشْرِقِ
Suatu saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam berdoa, “Ya Allah, berkahilah untuk kami sha’ kami dan mud kami, dan berkahilah Syam dan Yaman kami.” Seorang lelaki yang hadir berkata, “Wahai Nabi Allah, doakan pula keberkahan untuk Irak kami.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya di Irak akan terbit tanduk setan. Di sanalah kejelekan akan bergelombang, dan sungguh kekerasan itu dari arah timur.”
Al-Haitsami berkata dalam Majma’ az-Zawaid, “(Hadits ini) diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Kabir dan perawi-perawinya tsiqat.”
Berdasarkan hadits sahih ini, para ulama Ahlus Sunnah menafsirkan kata Najd dalam hadits Ibnu Umar, sebagaimana dapat dirujuk dalam kitab-kitab ulama kita. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Barang siapa melihat sejarah, niscaya akan bertambah keyakinannya pada sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, manusia yang tidak berbicara dengan hawa nafsunya. Semua yang beliau ucapkan adalah wahyu.
Sejak zaman sahabat, berbagai kejelekan dan petaka muncul dari Irak. Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu anhu melalui demonstrasi besar dilakukan oleh orang-orang Irak dan penduduk Mesir yang mendukung mereka.
Dari Irak pula, muncul sekte Khawarij, Rafidhah, Bathiniyah, Qadariyah, Jahmiyah, dan Mu’tazilah.
عَنْ يُسَيْرِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ، فَقُلْتُ: حَدِّثْنِي مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ فِي الْحَرُورِيَّةِ. قَالَ: أُحَدِّثُكَ مَا سَمِعْتُ، لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ قَوْمًا يَخْرُجُونَ مِنْ هَاهُنَا-وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْعِرَاقِ-يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ، لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ. قُلْتُ: هَلْ ذَكَرَ لَهُمْ عَلَامَةً؟ قَالَ: هَذَا مَا سَمِعْتُ لَا أَزِيدُكَ عَلَيْهِ
Dari Yusair bin ‘Amr berkata, “Aku menemui Sahl bin Hunaif, lalu aku berkata, ‘Sampaikanlah kepadaku hadits yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang Haruriyah (yakni Khawarij).’
Sahl berkata, ‘Aku akan menyampaikan kepadamu hadits yang aku dengar dan aku tidak akan menambah-nambahi. Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut suatu kaum yang keluar dari arah sini—Nabi mengisyaratkan tangannya ke arah Irak—mereka membaca al-Qur’an tetapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah tembus keluar dari badan hewan buruannya.’
Aku (yaitu Yusair bin ‘Amr) berkata, “Apakah Nabi menyebutkan suatu tanda tentang mereka?”
Sahl berkata, ‘Ini yang aku dengar, aku tidak menambah-nambahinya’.” (HR. Ahmad no. 15977)