Asysyariah
Asysyariah

konsentrasi ketika menuntut ilmu

13 tahun yang lalu
baca 1 menit

Seseorang hendaknya segera memanfaatkan masa muda dan waktu luangnya untuk mendapatkan ilmu. Janganlah dia terpedaya dengan at-taswif (menunda-nunda) dan angan-angan karena setiap waktu luangnya berlalu tanpa ada pengganti.
Hendaknya dia semampunya memutus segala hal yang menyibukkan dan menghalanginya dari kesempurnaan menuntut ilmu, mengerahkan segenap kemampuan dan kekuatan semangat mencari ilmu ….
Oleh karena itu, sebagian salaf lebih senang mengasingkan diri dari keluarga dan berada jauh dari negerinya, karena pikiran yang penuh akan mengurangi kemampuannya memahami hakikat ilmu dan hal-hal detail yang rumit.
“Allah tidaklah menjadikan dua hati bagi seseorang di dalam rongga tubuhnya.” (Al-Ahzab: 3)
Demikian pula dikatakan:
الْعِلْمُ لَا يُعْطِيكَ بَعْضَهُ حَتَّى تُعْطِيَهُ كُلَّكَ
“Ilmu itu tidak akan memberimu sebagian darinya, sampai engkau memberikan seluruh dirimu.”
Al-Khathib al-Baghdadi, dalam al-Jami’, menukilkan ucapan sebagian ulama, “Tidak akan mendapatkan ilmu ini melainkan orang yang meliburkan tokonya, terbengkalai kebunnya, dan meninggalkan teman-temannya, sampai-sampai ketika salah seorang kerabatnya meninggal dia tidak bisa ikut menyaksikan jenazahnya.”
Meskipun nukilan tersebut mengandung ungkapan yang berlebihan, namun maksudnya adalah seseorang harus mengumpulkan hati dan mengonsentrasikan pikirannya.
(Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, hlm. 70-71, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyah, secara ringkas)